36. MINTA MAAF

200 30 7
                                    

Happy reading... readers🥰

Keesokkan harinya...

Naira perlahan membuka matanya dan mengucek keduanya lembut. Setelahnya dia membuka mata dengan lebar saat menemukan dirinya bukan di kamarnya ataupun kamar apartemen Malvin. Dengan cepat ia mendudukkan dirinya.

"Kenapa aku di hotel? Apa yang terjadi?" Gumamnya sembari melihat sekitar, rasa pusing di kepalanya masih dapat dia rasakan. "Kepalaku sakit ... Apakah ini rasanya mabuk berat?" Monolognya pada diri sendiri, dia mencoba mengingat apa yang terjadi pada dirinya. "Aku mabuk kemarin, dan kemudian... Jaega mengantarku pulang." Mata Naira langsung melotot dan segera memegangi pakaiannya. "Pakaianku masih utuh. Sepertinya tidak ada yang terjadi."

"Oh, tidak! Aku harus bekerja hari ini! Terlambat!"

Perusahaan AS

Terlihat beberapa pegawai berkumpul sedang berdiskusi. Ingat! Itu terlihatnya. Tetapi sebenarnya mereka sedang membicarakan tentang berita utama di sosial media.

"Jaega Dirgantara, pewaris tunggal grup Dirgantara, dan Naira Restial menginap di kamar hotel tadi malam! Mereka di foto oleh paparazzi dan ada pada topik pencarian teratas!" Serunya bersemangat.

Terdengar langkah kaki yang baru saja keluar dari dalam lift itu membuat sekumpulan pegawai menoleh.

"Wanita ini sangat dekat dengan tuan Malvin, sekarang dia berhubungan dengan Jaega Dirgantara. Tampaknya kita tidak pernah bisa menilai buku dari sampulnya." Ujar salah satu dari mereka ketika melihat yang datang adalah Naira. Orang yang sedari tadi mereka bicarakan.

"Ayolah! Dia terlihat sangat norak. Tidak ada yang akan menyukainya." Sahut yang lain, dia menelisir penampilan Naira dari atas sampai bawah. Dan menatapnya sinis. "Benar-benar kuno!"

"Ssstt... aku melihatnya berganti pakaian kerja di ruang ganti hari ini dan dia tidak terlihat jelek. Mungkin dia cantik, dan dia berpakaian seperti itu dengan sengaja."

"Ayolah. Tidak ada wanita yang akan membuat dirinya terlihat jelek."

Naira tidak memedulikan apa kata orang tentang dirinya. Dia terus berjalan menuju kitchen office untuk menyeduhkan kopi untuk Malvin, itu sudah menjadi rutinitasnya.

"Maaf, tuan Malvin. Aku terlambat. Kau dapat mengurangi gajiku." Ucap Naira setelah memasuki ruang kerja Malvin.

"Kemana kau pergi kemarin?" Tanya Malvin datar. Malvin mengalihkan atensinya dari berkas-berkas di depan pada Naira yang mendekat. Seketika mata Malvin membola kaget saat penglihatannya menangkap sesuatu yang membuat dirinya marah, sakit dan kecewa pada dirinya sendiri.

"Apa yang ada di lehermu?"

"Leher? Apa yang terjadi pada leherku?" Tanya Naira bingung sembari memegangi lehernya. Dia terlalu terburu-buru tadi pagi sampai-sampai dia tidak melihat keanehan padanya.

BRAKK!!!

Malvin menggebrak meja di depannya dengan keras. "Itu sebuah tanda ciuman! Tadi malam dia dan Jaega... Jadi, berita utama itu benar?" Gumamnya dalam hati. Malvin berdiri dari duduknya dan melangkah menghampiri Naira. Kini jarak keduanya hanya sejengkal.

"Bagaimana kau bisa tidur dengan seorang pria? Apa kau tidak tahu anak perempuan harus punya harga diri?" Tanya Malvin marah.

Kedua tangan Naira gemetar mendengar pertanyaan yang dilontarkan Malvin. Dia menggenggam kuat kedua sisi roknya menahan amarahnya. "Tidak Naira, kamu harus tenang. Jangan marah. Aku sudah cukup belajar sebelumnya. Pertengkaran hanya akan memeperpanjang konflik. Malvin sama sekali tidak akan meminta maaf padaku!!" Dia berusaha untuk tetap tenang, menurunkan emosinya hingga ketitik yang paling rendah. Naira menarik nafas dalam. Kedua matanya menatap dua iris hitam di depannya.

~PERFECT~ [END]Where stories live. Discover now