3. Tragedi Memalukan

8 1 0
                                    

Mona ingat dulu sewaktu kuliah ada beberapa tragedi memalukan yang dialaminya. Terhitung ada tiga kali kejadian yang tidak bisa perempuan itu lupakan. Bahkan hanya dengan mengingatnya saja, muka Mona sampai merah.

Pertama, ketika awal OSPEK dulu, dia pernah salah memarahi orang. Mona kira perempuan yang ada di depannya ialah Nina, sahabatnya. Maka dari itu, ketika baru duduk di kursi belakang, dia langsung menggeplak orang di depannya. Kemudian, memberikan banyak sekali serapahan sebab Nina meninggalkannya di toilet sendiri. Padahal sahabatnya itu sudah tahu kalau Mona penakut. Sialnya, ketika perempuan itu menengok ke belakang, Mona hanya bisa membeku karena dia salah sasaran. Nina (yang asli) malah baru balik dari kantin, menenteng es teh dan gorengan. Sampai sekarang pun Mona masih ingat jelas objek salah sasarannya.

Kedua, Mona sedang buru-buru saat itu. Dia mengejar tanda tangan dosen yang akan pergi seminar. Maka, tanpa berpikir panjang, dia berlari menyusuri lorong. Sayangnya, keadaan sedang hujan jadi lantai sangat licin. Bisa ditebak kalau kejadian selanjutnya ialah Mona yang terpeleset dan jatuh dengan gaya bebas.

Lorong sedang ramai, tentu saja banyak mahasiswa yang berteduh di sana. Mona malah membuat pertunjukan yang mengundang gelak tawa. Alhasil, dia menjadi bahan tontonan. Sialnya lagi, yang terjatuh bukan hanya Mona. Ada laki-laki dengan jaket hitam dan celana abu-abu yang ikut terjungkal. Itu kejadiannya sudah agak lama, sih. Mona pun lupa siapa orang yang ditabraknya.

Ketiga, kericuhan yang terjadi beberapa detik lalu. Penyebabnya ialah kecerobohan Mona (lagi). Beberapa hari yang lalu, dia sedang dikejar waktu. Nina mengabari kalau Dian—marmut peliharaannya—muntah-muntah. Dia yang hendak menuntaskan hajat segera berlari ke toilet. Masalahnya, Mona itu orang yang tidak teliti. Dia masuk ke toilet laki-laki. Matanya menatap penuh perhitungan pada pintu-pintu yang ditutup rapat. Saat mendengar ada suara guyuran air di salah satu pintu, Mona bernapas lega. Dia berjalan mendekat untuk mengantre.

Nahasnya, yang keluar dari balik pintu bukan makhluk berjenis kelamin perempuan. Mona malah menemukan laki-laki yang sedang menarik resleting—yang bahkan bisa diintip dengan jelas warna dalamannya oleh Mona—dengan muka syok. Tanpa berpikir dua kali, Mona segera kabur bak robot.

Dia ingat kalau laki-laki ini memang menemukannya dan memberikan fitnah yang sangat keji. Untungnya permasalahan mereka selesai dengan cara damai setelah Mona menyogok menggunakan pecel lele depan kampus. Perempuan itu juga menceritakan secara detail inti permasalahannya. Sudah. Hanya sampai situ. Dia tidak perlu repot-repot untuk mengingat sosok di depannya.

Masalahnya, setelah bertahun-tahun kebetulan ini terjadi, mereka akan bertemu lagi di masa depan. Sebagai sosok yang saling melupakan hari ini. Atau perempuan itu saja yang lupa?

Mona hanya bisa melongo, persis seperti ekspresi laki-laki itu beberapa hari yang lalu di toilet.

"Lo anak mana?" tanya Baskara.

Seingat Mona, setelah kejadian ini mereka tidak akan bersinggungan lagi. Untuk berpapasan sekalipun. Jadi, jangan salahkan dia kalau tidak terlalu mengingat apa-apa yang terjadi.

"Akuntansi. Lo?"

Mona menelan makanannya bulat-bulat. Dia melirik ke arah Kimi yang duduk santai di ujung meja. Peri itu malah menguap lebar, padahal dia tidak bisa tidur. Aneh memang.

"Oh, FEB dong? Gue anak manajemen."

Mona hanya bisa membalasnya dengan senyum canggung.

Mona menelisik penampilan Baskara. Agak berbeda dengan Baskara versi di masa depan. Badannya tidak cungkring, tapi lebih kurus dari beberapa tahun ke depan. Proporsi wajahnya juga tidak setegas saat bekerja. Meskipun kulitnya tergolong bagus, tapi tidak secerah waktu menjadi budak korporat.

Rindu dan Ruang TabahnyaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz