AI-12. Problematika Rumah Tangga

98 13 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

"Jika menjalin hubungan rumah tangga hanya berdasarkan pada cinta semata, maka cinta akan mengalami fase pasang surut bahkan bisa saja pudar seiring dengan berjalannya waktu. Namun jika menyandarkannya pada taqwa, berniat untuk menyempurnakan ibadah, maka insyaa Allah. Sebanyak apapun ujian yang menerpa, tetap bisa bertahan karena pondasi terkuatnya adalah iman. Terus berjuang bersama demi mempertahankan sebuah hubungan halal untuk dapat menggapai rida-Nya.

-Happy reading!-

☪️☪️☪️

"Kita mau bercerai."

Keputusan yang diumumkan Windi di depan seluruh anggota keluarganya mampu membuat mereka tergemap seketika. Tiba-tiba si sulung ingin semuanya berkumpul sampai menahan mereka yang hendak pergi bekerja dengan dalih ada suatu hal penting yang harus disampaikan. Ternyata untuk mendengar sebuah kabar buruk ini?

"Tapi kenapa? Selama ini Bapak lihat kalian baik-baik saja, lalu kenapa sekarang tiba-tiba ingin berpisah?" Di sela-sela keterkejutannya, Utsman bertanya dengan parau sembari menatap Windi dan Rido yang berdiri di depannya secara bergantian.

Tanpa berpikir panjang, Windi langsung menyahut. "Singkatnya, mungkin kita memang sudah tidak berjodoh, Pak."

"Dari mana kamu tahu kalau kalian sudah tidak berjodoh atau tidak, Win? Kamu jangan asal bicara," tukas Rahma sembari mengusap kelopak matanya yang sedikit basah. Kabar perpisahan ini jelas sangat melukai hati kecilnya sebagai seorang Ibu.

Windi bersedekap. "Kok asal bicara, sih, Bu? Aku serius. Rasa di hati aku udah nggak ada sedikitpun buat Mas Rido. Jadi itu artinya kita udah nggak berjodoh, kan? Maka dari itu, aku mau kita pisah. Lagi pula ... Selama ini aku nggak benar-benar bisa hidup bahagia sama dia."

Dengan entengnya kalimat itu terucap. Tanpa memikirkan perasaan suaminya yang mungkin saja tersakiti tapi memilih diam.

Berbeda dengan Windi yang nampak biasa saja dengan kabar perpisahan, Rido justru mati-matian menahan perih. Kedua matanya nampak memerah mungkin akibat tangis. Hal tersebut mengundang perhatian Utsman yang masih merasa tabu dengan kenyataan pahit bahwa rumah tangga putri pertamanya nyaris kandas.

Mata lelahnya kini terarah pada Rido.

"Rido, Bapak ingin mendengar langsung dari kamu. Apakah kamu yakin dengan keputusan kalian ini, Nak?"

Dengan cepat Rido menggeleng. Lelaki itu nampak bergetar menahan tangis. "Sebenarnya Rido tidak mau berpisah dengan Windi, Pak. Demi Allah, saat memilih Windi menjadi seorang istri, maka itu bukan hanya untuk jangka waktu satu tahun ataupun dua tahun, melainkan seumur hidup. Rido hanya menginginkan satu perempuan yang bisa dijadikan makmum meskipun Rido sadar, belum bisa menjadi imam yang baik. Rido sadar masih banyak kurangnya. Dan mungkin kekurangan itulah yang membuat Windi mengambil keputusan ini. Keputusan pahit yang mau tidak mau mesti Rido terima."

"Maafkan Rido, Pak, Bu. Maafkan Rido yang belum bisa membahagiakan putri kalian hingga akhirnya kami harus menempuh jalan perceraian."

Setelah mengucapkan itu, Rido bersimpuh di depan kaki Utsman dan Rahma. Meluapkan kesedihan atas keputusan yang sejak dulu tak pernah terbayangkan akan terjadi. Selama usia pernikahan, ia bahkan berusaha untuk menjadi suami terbaik semampunya. Berusaha memberikan nafkah yang halal, sabar atas perlakuan sang istri yang terkadang semena-mena, serta melindunginya dari pertanyaan menyakitkan serupa ; kenapa kalian belum juga mempunyai keturunan, padahal usia pernikahan sudah terjalin cukup lama?

Assalamu'alaikum, IslamWhere stories live. Discover now