1. 10A

32 26 18
                                    

"Akan terasa lebih baik jika dekat meskipun acismus, dari pada sepi dan tak dianggap."

Bell berbunyi sekitar lima menit yang lalu, anak- anak 10 A sudah mempersiapkan untuk memulai belajar dengan tertib. Seorang ibu guru datang dengan membawa buku ditangannya, ia menyambut murid- murid dan mempersilahkan mereka untuk berdo'a terlebih dahulu. Kemudian mengabsen satu per satu anggota kelas.

"Akarsana?" Akarsana menjadi nama pertama yang dipanggil namun tak ada sautan ataupun juluran tangan.

"Kemana dia, ada yang tau?" Tanya sang guru.

"Kayanya nggak dateng bu." Dirga mewakili menjawab, Akarsana langganan datang terlambat dan bolos kelas maka dari itu ia selalu ditanyakan ketika absen.

Bu Lestari melanjutkan absensi, hingga abjad terakhir "Zelin araska?" yang terpanggilpun menganngkat tangan.

Mata pelajaran yang dibawakan oleh bu Lestari adalah bahasa Indonesia, mereka mendengarkan bu Lestari yang menjelaskan materi puisi dengan baik. Sebelum akhirnya mereka di giring keluar untuk mencari inspirasi membuat puisi dari lingkungan sekitar.

Mereka berpencar dan duduk di posisi yang kiranya mereka nyaman, Gaha yang paling semangat ketimbang yang lain justru malah terlihat kesuh dengan hal ini, mereka terduduk lesu di gazebo. Terbiasa fokus pada buku dalam ruangan membuat mereka kurang tertarik dengan gaya belajar seperti ini. Memang dasarnya kutu buku.

"Gue gak pandai buat puisi, mana si Akar nggak ada." Dirga menutup mukanya dengan buku.

Sea menyelesaikan tugasnya dengan cepat dan kembali kedalam kelas untuk melengkung tidur setelah memperlihatkan puisinya yang berjudul "Sea." Kepada bu Lestari. Menurut Sea membuat puisi bukan suatu yang sulit namun juga tak mudah, ia memulai dengan menuliskan sesuatu yang terlintas dikepalanya dengan perasaan, menurutnya seperti itulah puisi terbentuk.

Teman- teman yang lain pun segera menyelesaikan dan mengikuti Sea masuk kedalam kelas.

Beberapa saat setelahnya bell istirahat berbunyi, bu Lestari telah menyelesaikan pembelajaran dan anak- anak kelas pergi ke cafeteria menyisakan empat anak yang sibuk dengan kegiatan masing- masing.

"Ge, lo udah selesaiin tugas geografi yang kemarin?" Tirta mendekati meja Geo dengan membawa bukunya. Geo yang sedang menelungkupkan kepalanya diantara lipatan tangan itu menengadah dan mengangguk.

"Ajarin Ge." Tirta duduk menghadap Geo mereka berdua sibuk berkutat dengan soal geografi, sedangkan Dirga tengah membaca komik yang ia pinjam dari Geo, dan Gaha mengikuti anak- anak lain ke cafeteria untuk membeli makanan untuknya dan mereka.

Jangan tanyakan Sea, anak itu tentu saja melengkung dipojokan, terlihat tak peduli apapun.

Tak berapa lama Gaha datang dengan berbagai makanan ditangannya, ia meletakan di meja Dirga yang langsung menutup bacaannya.

"Uwih boleh juga selera lo." Puji Dirga karena awalnya mereka hanya mengatakan terserah saat ditanyai ingin pesan apa. Untung saja tidak membuat Gaha kerepotan.

"Si Akar kemana dah, bisa- bisanya dia alfa." Dirga berbicara yang hanya dibalas kedikan bahu oleh Gaha.

"Geo Tirta, kalian nggak makan?" Setelah ditanyai oleh Gaha Geo segera menyelesaikan penjelasan dan ketika Tirta sudah mengaku paham mereka pun beranjak dan ikut serta makan siang.

Gaha mendekati Sea dengan 3 sandwich dan susu kemudian mengguncang pelan, "Se makan dulu." Sea mengerang pelan kemudian terbangun. "Lo duluan aja." Titahnya sembari mengucek mata.

"Makan Se, lambung lo kumat ntar." Gaha duduk dan menikmati makanannya sembari memastikan Sea melahap makanannya.

Gaha sudah seperti orang tua yang baik untuk anak- anak nakalnya.

"Kalian udah siap buat bimbingan besok?" Dirga bertanya pada mereka yang dibalas anggukan santai.

Tirta menyedot susu miliknya hingga tandas kemudian matanya melirik milik Dirga yang kelihatan masih penuh, tangannya bergerak untuk meraihnya, "Tirtanjing balikin bangsat!" Geram Dirga.

"Pelit amat elah, sedikit doang juga." Ketus Tirta

"Tcih, jangan kebiasaan seenaknya lo Ta! Gue gampar juga lo." Dirga melirik Tirta sinis.

"Dih si anjir, jelek banget muka lo." Ejek Tirta.

"Kalo gue jelek, lo apaan hah? Buruk rupa?" Dirga memutar bola matanya malas.

"Udah woi udah! Ribut ae upin- ipin." Lerai Gaha yang berujung diacuhkan oleh si kembar.

"Kalian ribut mulu gak cape apa?" Gaha bertanya heran setelah menghela napasnya.

"Tau, gue belum pernah liat kalian akur." Geo berbicara seadanya membuat Dirga dan Tirta meliriknya.

Tirta melihat kearah lain membuat pandangannya bertemu dengan Dirga kemudian mendicih sinis. Dirga geram sendiri melihat wajah songong adiknya yang memiliki pahatan wajah nyaris serupa dengannya.

"Dasar nggak tau malu!" Geram Dirga akhirnya saat melihat Tirta.

"Lo juga ya anjir!" Baru saja dilerai oleh Gaha dan Geo mereka sudah start kembali mencari keributan.

"Enak aja!" Protes Dirga.

"OA____"

"Berisik! Gue mau tidur!" Marah Sea yang sudah bersiap melengkung indah dibangkunya.

Tirta berdecih sinis ke arah Sea, namun ia tetap tidak melanjutkan teriakannya untuk mengudara. "Dasar kecanduan tidur." Decih Dirga membuat Gaha yang mendengarnya tertawa.

"Yang ini harusnya kecanduan baca!" Tunjuk Gaha ke arah Tirta yang wajahnya masih terlihat sebal, kegiatan Tirta diwaktu luangnya selalu digunakan untuk membaca buku pelajaran dan ribut dengan Dirga.

Dirga dan Tirta tak mengindahkan ucapan Gaha keduanya masih saling diam tanda merajuk.

"Sayangi selagi ada, jangan sampai menyesal dikemudian hari." Ucapan sang pangeran tidur mampu membuat semuanya menoleh kearahnya yang kini sudah bersiap untuk menjelajah alam mimpi.

***

hallo! selamat bersenang- senang bersama mereka!

tinggalkan jejak kalian!!

Semesta dan RahasiaWhere stories live. Discover now