B E N I
Aku tumbuh dewasa dengan didikan serba mandiri. Sehingga aku terbiasa mengandalkan diriku sendiri. Saat karirku semakin bersinar dan aku merasa sangat keteteran, aku memutuskan untuk mempekerjakan dua orang. Satu orang asisten pribadi dan satu orang manajer.
Bagas pernah berkomentar bahwa bekerja denganku adalah pekerjaan paling enak di dunia karena hampir sepanjang waktu, aku memilih untuk bekerja sendiri. Aku bisa pergi kemana-mana dengan menyetir sendiri dan aku bisa menyiapkan segala keperluanku sendiri tanpa bantuan asisten pribadi. Aku juga sanggup mengurus deal pekerjaan, rapat dengan brand, dan menagih invoice—semuanya sendiri tanpa bantuan manajerku.
Namun, dengan segala kerendahan hati, aku mengakui bahwa pertengkaran terus menerus dengan Mirza adalah vampir energi bagiku. Sungguh, energiku terhisap habis. Ditambah aku yang ketiban tugas mulia: menjaga keponakan di musim liburan.
Yang berarti, dia akan mengekorku hampir 24 jam.
Memikirkannya saja sudah menyedot ribuan kalori. Maka dari itu, hari ini, aku memanggil asisten pribadi sekaligus manajer demi menambal energiku yang sudah berlubang mengenaskan akibat dicabik energi tanpa batas milik Kalei.
Sekarang, aku sedang duduk di jok belakang bersama Kalei. Tatang Botol—asistenku yang selalu tampil heboh dengan baju dan scarf warna-warni, tengah konsentrasi mengemudi. Di sebelahnya, ada Zara, asistenku yang manis dan beraura positif—dari tadi, Zara berusaha mengakrabkan diri dengan Kalei.
"AUNTY ZARA SUDAH PUNYA SUAMI?" celoteh Kalei. Kepalanya berputar-putar seperti pisau blender—apakah dia tidak pusing? Melihatnya saja sudah membuatku sakit kepala.
"Sudah," jawab wanita berkerudung itu dengan ramah.
"WADUH! SUDAH PUNYA ANAK?" Kalei tidak bosan-bosan mewawancarai Zara, hingga Zara mau tak mau harus menoleh ke belakang. Aku berdoa semoga Zara tidak dislokasi tulang leher setelah ini.
"Sudah juga."
Bocah itu cengengesan. "KALAU AUNTY BENI, PUNYA SUAMI TAPI NGGAK PUNYA ANAK." Mata bulat milik Kalei menatapku dengan polos.
Aku tidak menjawab apa-apa selain menghadiahinya tatapan sebal. Kotoran telingaku meleleh semua akibat mendengar ocehan cemprengnya non-stop. Aku tidak peduli Kalei mengatakan apa lagi. Aku hanya ingin ia diam.
"KALAU BUNDANYA KALEI, PUNYA ANAK, TAPI NGGAK PUNYA SUAMI," tambah Kalei.
Zara menimpali obrolan Kalei dengan tawa canggung.
Sepertinya Kalei mulai peka bahwa mulut Zara mulai kering lantaran terlalu banyak menanggapi lawakannya yang garing. Bocah berambut keriting itu menepuk bahu Tatang dengan kencang.
"Uncle! Uncle!"
"Oi? Pelan-pelan, dong, shay. Jangan kayak ngegebuk babi hutan, gitu, ah!" sungut Tatang.
YOU ARE READING
ETyNU - Esai Tentang yang Nyaris Usai | GEMINI vol. 1
ChickLit"Saat kata pisah sudah di ujung lidah, pikirkan kembali masa saat semuanya masih indah." --- Setelah bertahun-tahun menikah tanpa keturunan, Mirza berharap Beni bersedia menjalani program kehamilan. Sementara Beni masih bersikukuh menunda momongan...