CHAPTER 38

9 3 0
                                    

Di ruangan bernuansa merah beserta pajangan-pajangan gelas kaca dan juga beberapa lukisan yang disengaja dipajang disana.

Terdapat dua orang pria yang sedang duduk bersama namun pikiran yang tidak sama. Mereka masih enggan untuk berbicara satu sama lain, pria misterius yang sampai saat ini belum Arga tahu namanya masih terus memperhatikannya.

Yang dinamakan bar pasti sudah banyak jenis-jenis pria yang mengerikan, namun berbeda dengan pria yang sekarang bersama Arga. Dia sama sekali tidak terasa mengancam dan mengintimidasi, pria itu memang penghuni bar bahkan mempunyai tempat pribadi. Namun yang membuat Arga bingung, pria itu tidak sama sekali menyentuh minuman beralkohol dan melakukan perbuatan yang keji.

Pria yang bersamanya kini terlihat sangat santai dan mudah bergaul dengan siapapun, itu juga yang membuat Arga sedikit kebingungan. Mengapa bisa ia tinggal di bar, apakah pria itu tidak mempunyai rumah?.

"Lo abis darimana? Ga aneh-aneh kan?."

Arga tidak menjawab, sedari beberapa hari yang lalu wajah tidak bersahabat dari laki-laki itu tidak pernah berubah sampai sekarang.

"Tadi gua sempet liat Lo bawa pisau, untuk?."

Arga berdecih, kemudian menjawab. "Itu bukan urusan Lo."

Pria itu sedikit terkejut atas jawaban Arga, lalu tak lama ia terkekeh kecil.

"Oke lah itu hak Lo."

Kemudian pria itu berdiri dan berjalan menghadap jendela yang diluar nya terdapat pemandang cukup indah jika dilihat dari atas tempat ia berdiri.

"Dendam itu ga bikin hidup lo bahagia."

Ucapnya tanpa sedikitpun membalikkan tubuhnya menghadap Arga.

"Seringkali dendam bikin semua orang itu buta dan pada akhirnya cuma menyesal." Lanjutnya.

Arga masih diam menunggu pria itu selesai berbicara tanpa ada niat untuk menyahut nya.

"Belajar dari pengalaman itu perlu Arga. Evaluasi diri Lo, dan bentuk jati diri Lo sendiri. Kematian adik Lo bukan akhir dari segalanya."

PRRAAAANGGG!

Suara gelas pecah terdengar sangat mengejutkan setelah pria itu selesai pada kalimat terakhirnya. Arga tidak terima atas perkataan dari pria itu dan kemudian dirinya bangkit dan memandang sengit.

Pria di depannya pun masih tenang seolah tidak terjadi apapun dan tidak merasa bersalah atas ucapannya tadi.

"Lo bisa ngomong gitu karena Lo ga ngerasain apa yang gua rasain."

"Iya, itu Lo tau."

"Lo gausah munafik jadi orang."

"Lo juga gausah terlalu terobsesi sama dendam Lo yang ga beralasan."

BUGHHH!

BUGHHH!

BUGHHH!

Tiga pukulan maut diterima secara terpaksa oleh pria itu, ia tidak menyangka bahwa Arga akan menjadi Se-brutal ini jika sudah marah.

Pria itu terlihat meringis kesakitan dan menopang tubuhnya pada dinding di samping jendela itu. Ia sedikit meraba sudut bibir beserta matanya yang terasa sangat perih, ia yakin bahwa kedua sudut itu terluka dan mengeluarkan darah.

Pria itu terkekeh lalu mengatakan. "Pukulan Lo hebat juga ya, hehe."

Arga sama sekali tidak tergubris oleh perkataan pria itu. Arga masih memandang sengit pada pria dihadapannya.

My Feeling Still The Same[Revisi]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora