CHAPTER 48

16 1 0
                                    

Demi sebuah kebebasan Anagata rela membiarkan pergelangan tangannya merah begitu saja. Arga mengikat tangannya menggunakan tali yang cukup keras dan itu sangat sulit untuk Anagata lepaskan.

Selepas keluar nya Anagata dari mobil, Arga langsung menyeretnya lalu membawanya ke sebuah ruangan. Ruangan yang cukup temaram dan mampu membuat Anagata kesulitan untuk melihat.

Perasaan tak enak mulai muncul dalam benaknya, meskipun Anagata tidak terlalu mengetahui Arga tetapi dari cara Arga memperlakukan nya beberapa tempo hari lalu itu membuat Anagata cukup yakin Arga bisa menyakiti nya kapanpun laki-laki itu mau.

Kondisi ruangan yang perlahan mulai gelap membuat Anagata ketakutan karena ia mulai kehilangan pandangannya. Arga hanya memberikan sebatang lilin yang bisa kapan saja akan mencair dan kemudian padam.

Anagata hanya berharap ada sedikit peluang untuknya keluar dari sana walaupun Anagata sendiri tidak yakin mengenai itu.

Anagata tahu harapan nya tidak besar, tetapi tidak ada salahnya jika ia mencoba. Perlahan demi perlahan Anagata mulai berusaha untuk melepaskan tali tebal yang mengikat pergelangan tangannya. Sangat sulit karena memang tali tersebut kasar dan tidak mudah lepas.

Entah darimana Arga menemukan tali itu, dan bodohnya Anagata malah memikirkan hal tersebut disaat ada hal lain yang harus ia pikirkan.

Di tengah usahanya dalam melepaskan tali yang mengikat pergelangan tangannya Anagata terlonjak kaget karena lampu ruangan yang tiba-tiba menyala dan menimbulkan cahaya terang benderang. Dan jangan lupakan bahwa ada seorang laki-laki yang sudah memasuki ruangan itu, siapa lagi jikalau bukan Arga.

Anagata menatap tidak suka kepada Arga yang sedang berjalan ke arahnya, tanpa aba-aba laki-laki itu jongkok tepat dihadapan Anagata.

Arga tersenyum, ia tidak bisa membohongi hatinya sendiri ketika menatap wajah Anagata. Ada beberapa sudut dari wajah Anagata yang mirip dengan sang adik, Athalla.

Entah atmosfer dari mana, Anagata merasa bahwa aura dari Arga berbeda. Seperti tiba-tiba terasa hangat dan kemudian terus menghangat, tetapi hanya sebentar karena dengan cepat Arga merubah tatapannya kepada Anagata.

"Mau Lo apa?" Anagata dengan lantang menyuarakan pertanyaan yang sudah lama ia simpan.

"Ga banyak."

"Gua cuma gak mau ngeliat laki-laki itu bahagia." Lanjutnya

"Mahesa maksud Lo?."

Arga tersenyum. "Iyap, pinter juga Lo."

Anagata membuang mukanya, ia menatap Arga dari sudut matanya dengan tatapan tajam.

"Mahesa itu gak salah."

Mendengar itu, Arga semakin mendekatkan wajahnya dengan Anagata "Gak salah ya?."

"Yakin Lo?."

Anagata semakin menggebu-gebu karena Arga yang perlahan mulai menyebalkan.

"Buka mata hati Lo, gamungkin Lo suka sama pembunuh."

"Jaga mulut Lo!."

Arga mengeluarkan smirknya, Anagata cukup berani membentak laki-laki itu.

"Kenapa? Ga terima?."

Arga bangkit lalu merogoh saku celana nya, tak lama sebuah handphone genggam sudah ia pegang sekarang.

Arga kembali berjongkok di depan Anagata dengan mencondongkan layar handphone nya tepat pada wajah Anagata, disana sudah tertera nama Mahesa. Anagata tidak paham apa maksud dari itu, ia hanya diam sambil memandang Arga yang masih belum memberitahu semuanya.

My Feeling Still The Same[Revisi]Where stories live. Discover now