39. Minta Cium ke Sastra

128 21 0
                                    

**

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

**

Keberangkatan ke Kanada hari ini pukul tujuh malam, masih ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan di kantor.

Sejak pagi, aku sudah di rumah sakit, mengganti perbanku jadi lebih tipis serta arm sling yang lebih nyaman karena aku akan pergi ke Kanada dan beberapa negara lain kurang lebih selama empat hari.

"Wih, ganti ya? kalo warna ini kan jadi cocok sama fashion lo," sahut Sarah sembari menunjuk arm slingku yang baru berwarna coklat muda.

"Kata dokter, tangan gue udah mulai membaik, mungkin pas gue balik nanti perbannya bakal dilepas."

Sarah mengangguk menanggapi.

Lantas, kami langsung menuju ruang IT, mendengarkan ketua Tim Marketing menjelaskan berbagai hal. Melihat video, banner iklan dan perkembangan penjualan tiket.

Semuanya berjalan lancar, syukurlah.

"Kapan lo berangkat?" tanya Sarah.

"Malam ini."

Aku dan Sarah berjalan bersisian menuju ruanganku.

Aku perlu mengemas beberapa file dan mengurus pekerjaan sebelum pergi.

Tak diduga, ada Sebby di sana. Tubuhnya yang tinggi menjulang menutupi pintu ruanganku.

Ia tersenyum canggung saat aku dan Sarah sampai di sisinya.

"Tangan lo gak papa?" tanyanya.

"Gak papa. Ngapain lo ke sini?"

Aku kelewat kesal melihat presensinya. Rasa-rasanya, Sastra akan kembali menjauhiku.

"Sadis banget, gue ke sini khawatir sama lo tau."

"Makasih udah khawatir, tapi awas gue mau masuk."

Sebby bergeser lalu membukakan pintu.

Aku dan Sarah lalu masuk, diikuti Sebby juga.

"Lo ngapain malah ikut masuk?" sentakku.

"Emang kenapa? Gue masih mau di sini, mau liat lo."

Aku mendecakkan lidah.

"Mending lo pulang deh, gue gak mau liat lo dulu."

"Kenapa?" tanya Seb tak terima.

Aku lantas memalingkan wajah, enggan menjawab dan membiarkan Sarah menyeret Sebby keluar dari ruanganku.

Tak lama langkah kaki Sarah terdengar kembali. Ia lalu berceloteh. "Jahat banget lu ngusir temen sendiri."

"Temen apanya yang kayak gitu? Sibuk ngurusin masalah percintaan gue di saat dia cuma bisa ngasih harapan palsu, bangsat banget!" jawabku sepenuh hati tanpa melihat ke arah Sarah.

Aku sedang sibuk memilah berkas laporan di atas meja.

Setelah menemukannya, aku lalu mendongak dan mendapati Sarah yang mengulum senyum dengan Dino, Sastra dan Han yang berada di ruanganku.

Aku terlonjak. Langsung membuang muka sambil memukul mulutku yang kelepasan.

Ah, kenapa aku tidak bisa menjaga mulut sendiri, sih.

Tawa Sarah meledak. "Maaf ya kalian pasti kaget liat Hana ngomong kasar," sahutnya kemudian.

"Iya, gue biasanya liat Kala yang meskipun dimarahin ketua Manajer tetep diam dan kalem, beda jauh sama yang ini," jawab Dino.

Sarah terkikik geli. "Aslinya Hana ya kayak gini, jadi kalian harus buang jauh-jauh image Kala yang kalem mulai sekarang."

Aku memijat pelipis merasa pening tiba-tiba. Lantas berbalik dan meminta maaf atas mulutku yang sudah kelewatan.

Kedatangan mereka ternyata untuk menginformasikan bahwa adanya rencana makan malam bersama CEO agensi.

Makan malam tersebut dalam rangka pembukaan konser grup tujuhbelas yang akan diadakan lima hari lagi di alun-alun kota.

"Maaf ya, sayang banget aku gak bisa ikut kalian. Aku sama Fay harus ke Kanada malam ini."

Aku merasa menyesal tak bisa ikut dengan mereka. Tapi, mau bagaimana lagi?

"Okey gapapa, kita paham kok. Kalo gitu, kita juga harus latihan lagi, kita pamit ya Hana," sahut Han sembari merangkul Dino.

"Gue juga mau balik ke ruangan gue, ntar makan siang bareng ya," pamit Sarah.

Aku mengacungkan ibu jari sebagai tanggapan, lantas kembali sibuk dengan lembar dokumen di atas meja.

Tiba-tiba sekotak susu coklat mendarat di sebelah lembar dokumenku.

Aku mendongak dan mendapati Sastra berdiri di sisi meja.

"Loh, aku kira Kakak ikut pergi sama Kak Han."

Aku mengambil susu coklat itu dan meminumnya.

"Engga, gue masih mau lama-lama di sini, liat lo."

Aku tak bisa untuk tidak tersenyum. Merasakan gelenyar hangat menjalar ke kedua pipiku.

Aku menatap Sastra lamat-lamat, tak peduli jika ia melihat betapa merahnya wajahku.

Aku ingin merekam sosok Sastra lebih lama. Sebab lima hari ke depan aku akan pergi dan tidak bisa melihat sosoknya sedekat ini lagi.

"Kak,"

"Hm?"

Tangan Sastra terulur memainkan untaian anting di telingaku.

"Mau cium, boleh?"

**

**

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Date : 15 Juli 2023

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Date : 15 Juli 2023

Lost You Again! (REVISI)Where stories live. Discover now