04. entah berantah

48 6 3
                                    

Hidup memang bukan perkara kepedihan yang harus diratapi ? Tapi, salahkah bila aku masih merindu ?

——

Sepertinya keberuntungan tak lagi berpihak pada Senja hari ini. Ia terus berlari seiring ditutupnya gerbang itu,

" PAK BENTAR TUNGGUUUUU !?!?! "

Teriak Senja bertepatan dengan digemboknya gerbang itu oleh satpam sekolahnya, Pak Amin.

Nampak wajah judes ciri khas dari Pak Amin sudah terlihat. Hal ini membuat mental Senja menciut untuk bernegosiasi dengannya.

Senja mulai mengedarkan pandangnya ke berbagai arah, berharap ada sosok lain yang bernasib sama dengannya.

Nihil, sepertinya memang hanya dirinya yang sial hari ini. Sudah bangun kesiangan, dilanjutkan dengan angkot yang ia tumpangi mogok dan berakhir terlambat datang ke sekolah.

Ia pun hanya mondar - mandir memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang,

" Manjat pager aja kali ya ? " Gumamnya sendiri.

Sejujurnya ia tidak mungkin melakukan hal - hal gila seperti itu, ia pasti akan dengan senang hati menyerahkan diri untuk dihukum.

" Manjat sana kalo lo bisa. "

Sahutan yang entah datangnya dari mana itu membuat kedua matanya membulat. Ia pun berbalik dan mendapati sosok yang terus menghantui pikirannya sejak tadi malam berdiri dengan tatapan tajam didepan sana.

Senja lupa satu fakta, bahwa anak OSIS lah yang akan turun tangan langsung untuk menertibkan siswa - siswi yang suka bandel. Mati sudah dirinya hari ini, harus menghadapi Rega untuk mempertanggungjawabkan dua kesalahannya.

Sambil membuka gembok tadi, Rega berucap,

" Jangan gara - gara sekolah lagi santai gini, lo bisa seenaknya sendiri. "

" Masuk ! " Ucapnya dengan nada datar namun sangat mengintimidasi bagi Senja.

" Enggak itu tad- " Belum selesai menyangkal ucapan Rega, lelaki itu sudah memotongnya,

" Gue ga nerima alasan apapun.  "

" Sekarang lo mau bersihin gudang, toilet, ruang OSIS atau apa ? "

Senja yang awalnya menunduk takut, langsung mendongak setelah mendengar pernyataan Rega.

" Hah gimana !?!?! "

" Karena lo sendiri yang telat, jadi lo bersihin ruang OSIS aja. "

Seolah tanpa beban setelah mengucapkan itu, Rega berlalu begitu saja. Senja pun sudah tak mau untuk berdebat, ia menyadari bahwa ia memang salah.

Dengan legowo Senja pun mengikuti kemana lelaki itu melangkah.

Tentu lelaki itu akan membawanya ke ruang OSIS. Senja meletakkan tas dan gitarnya itu disamping pintu, ia melepas sepasang sepatunya dan memasuki ruangan yang katanya keramat itu.

Ruangan ini sepertinya hanya diisi sosok Rega yang kini sudah sibuk berkutik dengan laptopnya. Selebihnya ruangan ini berisi berbagai tumpukan kertas, sampah dan buku yang berserakan di setiap sudut.

dialog senjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang