44. Mistery

16 2 0
                                    

Dua orang pria yang merupakan anggota Elf Air sedang berdiri disamping sebuah ranjang.

"Sampai kapan pria ini akan tinggal di markas kita?" tanya salah satu dari mereka.

Temannya bernama Cicio mengendikkan pundak. "Tunggu saja keputusan Yang Mulia."

"Maksudku... Apa Putri Alliona tidak mencari keberadaan kakaknya? Atau siapapun kerabat yang mengenalnya," tukasnya lagi.

Cicio menoleh sekilas. "Yang kutahu, seluruh prajuritnya sudah tewas saat perang itu. Kau tahu sendiri kan, Putri Alliona pun kini berada di wilayah Elf Bintang. Kakak beradik ini memang sudah tidak memiliki keluarga." Cicio mempertegas. Ia mengingat sesuatu, "Mungkin hanya keluarga angkat di Kerajaan Avoenus."

"Begitu ya," balas Marel.

Tak lama Artaga, Sang pemimpin mereka datang menyibak tirai di bilik itu. Spontan mereka berdua membungkuk dan memberi jalan.

"Bagaimana kondisi pria ini?" tanyanya dengan suara berat.

"Dia masih tidur, Yang Mulia. Pagi tadi dia muntah sebanyak dua kali," jawab Cicio.

Raut wajah Artaga seketika menjadi khawatir. Ia pun maju mendekat ke tempat tidur Alzhery lalu menyentuh kening pria itu.

"Kondisinya makin memburuk. Beri dia ramuan Elixir untuk mengurangi panasnya," titah Artaga. Marel pun dengan segera pergi.

"Apa dia pernah mengatakan sesuatu saat bangun?"

"Tidak Yang Mulia. Dia hanya minum air lalu kembali berbaring. Semalam dia pria ini mengerang kesakitan Yang Mulia," balas Cicio.

Artaga menghembuskan nafasnya panjang. Menatap Alzhery dengan iba. "Itu karena luka di perutnya yang masih basah. Pertahanan daya tubuhnya terus melemah. Oleh karena itu dia tidak bisa sembuh dengan cepat."

"Jika saya boleh tahu, sampai kapan pria ini akan tinggal disini tuanku?" tanya Cicio setelah hening cukup lama.

"Sampai perempuan datang menjemputnya. Dia adalah Avenori, jika Alzhery tak kunjung sembuh, maka perempuan itu pasti bisa menyembuhkannya," tukas pemimpin Elf Air itu dingin.

****

Dalam lorong kastil, Kalura berjalan sedikit tergesa menuju kamar Hero. Namun saat membuka pintu kamarnya, Kalura tak menemukan keberadaan adiknya disana. Perempuan itu kemudian berbalik, tapi tiba-tiba Hero sudah berada dibelakangnya dan Kalura nyaris menabraknya.

"Ada apa?" Hero bertanya datar.

"Apa yang terjadi diluar?" tanya Kalura setelah mendengar sedikit keramaian.

Hero mendengus. "Beberapa penduduk datang ke istana untuk mengunjungi kuburan ibu dan ayah."

Kalura mengangguk sesaat.
"Ada hal penting yang ingin ku bicarakan padamu." Kalura terdiam sejenak lalu memegang lengan adiknya. "Saat kau menyembuhkanku waktu itu, Luna bilang kau menggunakan batu permata. Lantas dimana kau menyimpannya?"

"Kenapa tiba-tiba kau menanyakan itu?" Hero mengernyit.

"Katakan saja! Dari mana kau mendapatkannya?" Tanya Kalura tidak sabar.

"Itu adalah potongan batu permata hijau yang kutemukan di mulut gua saat sebelum aku pergi ke Nepthenis," jawab Hero. Ia lalu menunjukkan pecahan batu permata itu dari saku jaketnya.

"Aku selalu membawa ini kemana pun, dan... aku tidak menyangka bahwa pecahan batu ini mampu menyembuhkanmu," lanjut Hero lagi.

Kalura memperhatikan pecahan kecil batu permata yang masih berada di genggaman Hero. "Kau pernah cerita padaku bahwa Alliona menyerap seluruh sihirnya dari batu permata kan? Dan batu ini... Kemungkinan adalah pecahan dari permata milik Alliona."

Never Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang