Malam Panjang

1.3K 118 13
                                    

Awan Setyaharsa, duduk macam bocah gelandangan di trotoar depan rumahnya. Dengan celana pendek dan kaos oblong memilih menggunakan indera memandangi lalu lalang kendaraan di jalanan kompleks dengan suara deru mesin yang menurutnya lebih menarik didengar ketimbang ricuh sahut dari dalam rumah.

Lekat langit yang makin menggelap tak membuat ramai jalanan tampak berkurang. Bahkan beberapa lampu motor atau mobil sempat menyorot tepat pada raga Harsa yang setia duduk tanpa aktivitas.

"Sendirian aja, Mas?"

Deg.

Suara tak asing menyapa seiring rasa dingin akibat bungkus es krim cone yang ditempelkan di pipi Harsa.

Sang lelaki manis menoleh. "Anjing, Sandi!! Ngagetin bangsat!"

Sandi hanya tertawa kecil menyaksikan tingkah Harsa yang cemberut dan mengumpatinya tetapi tetap saja meraih es krim yang ia ulurkan dan langsung membuka bungkusnya untuk segera dimakan. Rasa cokelat, kesukaannya.

"Kok masih buluk? Katanya mau malam mingguan sama Jingga?" Sambil sibuk menjilati es krimnya yang mulai leleh, netra Harsa dibawa menelisik penampilan Sandi yang kini ikut-ikutan duduk di sampingnya.

Hanya celana jeans pendek dengan kaos merah tanpa lengan yang Harsa yakini si tampan pun jua belum mandi. Bukankah tadi saat mengobrol di chat sang Chandra mengatakan akan pergi kencan dengan kekasihnya malam ini? Bahkan Sandi menceritakan pula makan malam romantis yang ia rencanakan untuk Jingga nantinya. Membuat Harsa dibekap iri saja.

"Terpaksa gagal di detik-detik terakhir." Respon Sandi yang sebenarnya belum menjelaskan apa-apa.

"Kenapa?"

Tak langsung menjawab, Sandi sempatkan mengulurkan jemari mengusap dagu si lawan bicara yang dilelehi cairan cokelat es krim. Walau selanjutnya ia usapkan ibu jari kotornya tersebut pada kaos bagian pundak milik Harsa yang langsung dihadiahi delikan tajam dari pemiliknya. "Jorok dasar."

"Si kampret. Jadi Jingga kenapa?"

"Lupa kalau ada acara makan malam di rumah tantenya. Makanya tadi jam lima dia baru ngabarin kalau nggak bisa jalan malam ini sama gue." Tentu saja Sandi bercerita sembari pasang muka sendu. Rencananya gagal, reservasinya di restaurant tak ada guna.

"Mendadak banget." Komentar Harsa. "Tapi kenapa lo nggak ikut dia aja? Kan lo pacarnya, ya anggep aja plus one gitu?"

"Ya nggak enak lah orang acara keluarga. Paling juga dia perginya sama Dewa. Bokap Nyokapnya kan di luar negri."

"Iya juga sih.."

"Makanya gue mau ngajak lo ke Stardust aja." Pernyataan sekaligus ajakan tiba-tiba membuat Harsa yang tengah mengunyah cone es krimnya sedikit tersedak.

"Dih? Mau mabok ya lo??"

"Ck, sok suci. Lagian lo juga pasti butuh hiburan kan?" Pandangan Sandi tanpa sadar dibawa menoleh pada pintu rumah di belakangnya, rumah Harsa. Dimana samar terdengar geram pertikaian antara lelaki dan perempuan paruh baya yang saling tak mau kalah atas pendapat masing-masing. "Kali ini soal apa lagi?"

Harsa tersenyum kecut. Sandi bahkan sudah menganggap biasa pertengkaran orang tuanya. Saking seringnya, mungkin? Sial. Terlahir jadi anak kedua harusnya bisa membuat Harsa berlindung di bawah ketiak kakaknya saat orang tuanya bertengkar macam sekarang. Sayang, si kakak perempuan sudah meninggal sejak balita karena penyakit jantung bocor bawaannya.

"Soal duit. Bapak ngasih uang ke Ibu buat bayarin utang ke bank. Tapi ternyata duitnya habis, dan utangnya nggak dibayar. Bapak marah."

"Ck, terus lo di pihak siapa sekarang?"

RECTANGLE (Boys Love, Mpreg)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora