•✿ Part 21 ✿•

33 4 3
                                    

•───────•°•✿❀✿•°•───────•

Hujan turun dengan derasnya. Empat onggok api unggun di tepi sungai sudah padam, karena guyuran air hujan.

Vienna dan Miky duduk berteduh di bawah pohon besar yang daunnya rimbun. Senter di ponsel Vienna dibiarkan tetap menyala agar suasana tidak terlalu gelap. Miky meringik sambil bersidepa di samping Vienna. Tampaknya Miky ingin tidur, meski cuaca dan suasana malam itu sangat tidak mendukung.

Vienna mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Terdengar suara-suara hewan malam yang khas membuat suasana malam semakin terasa kental.

Meski Vienna adalah tipe orang yang skeptis terhadap makhluk halus, hantu, siluman, dan sejenisnya, tapi ia tetap merasa takut berada di tengah hutan asing tak berpenghuni sendirian. Ya, ia pernah mendaki gunung dan berkemah, tapi tidak sendirian. Kadang bersama Organisasi Pecinta Alam Sekolah atau bersama ayahnya.

Vienna menggeser duduknya lebih dekat dengan Miky.

Untuk mengalihkan rasa takutnya, Vienna mengotak-atik ponselnya. Baterainya kini 16%. Ternyata Vienna membawa power bank. Ia pun segera mengecas ponselnya dengan power bank.

Vienna masuk ke aplikasi musik dan menyetel lagu favoritnya.

~Hit you with that ddu du ddu du, aye, aye... Hit you with that ddu du ddu du.~

Ya, itu lagu BLACKPINK yang berjudul Ddu Du Ddu Du. Lagu poluler itu memiliki instrumen yang kuat. Dan bagi Vienna, itu cukup berguna untuk mengalihkan rasa takutnya.

Samar-samar Vienna mendengar suara ular mendesis. Ia pun segera mem-pause musik di ponselnya. Suara desisan ular terdengar semakin dekat. Perlahan tangan Vienna bergerak mengambil pisau dari dalam tas selempangnya untuk berjaga-jaga.

Setelah pisau tersebut berada dalam genggamannya, Vienna tetap diam dalam posisi. Ia tidak bergerak sedikit pun dari tempat duduknya, karena pergerakan yang tiba-tiba bisa membuat ular merasa terancam dan menyerangnya.

Ternyata sosok ular besar bercorak hijau kuning itu sedari tadi sudah berada di depan wajah Vienna. Ekornya melilit ke dahan pohon. Dan Vienna memang sudah menyadarinya sejak awal.

Pupil mata Vienna bergerak ke samping untuk menghindari tatapan si ular yang mendesis di depan wajahnya dengan lidahnya yang bercabang melelet-lelet.

Tak lama kemudian, si ular pun pergi dengan tenang.

Vienna menghela napas lega. Ia memasukkan kembali pisaunya ke dalam tas.

Beberapa jam kemudian, hujan mulai reda. Dengan posisi duduk dan bersandar ke pohon, Vienna tampak tertidur lelap. Begitu juga dengan Miky. Senter dari ponsel Vienna sengaja dinyalakan.

Dari kegelapan di balik semak-semak, terdengar suara langkah kaki yang menginjak dedaunan kering di tanah. 'Sesuatu' itu mengendap-endap mendekat ke tempat di mana Vienna dan Miky berada.

'Sesuatu' itu kini tengah mengawasi Vienna dari balik semak-semak. Pandangan si 'sesuatu' teralihkan ke cap lumpur yang membentuk tangan di pohon yang dibuat Vienna sebagai tanda.

Telinga Miky bergerak-gerak. Anjing Husky itu membuka matanya kemudian bangkit dan mengarahkan pandangannya ke semak-semak. Merasakan kehadiran sesuatu, ia pun menggonggong keras.

Vienna tersentak bangun, karena mendengar suara Miky yang tiba-tiba menggonggong.

Dengan insting berburu dan kepekaan hewaniah yang dimilikinya, Miky berlari menembus semak-semak  seperti sedang mengejar sesuatu.

Vienna yang masih setengah sadar mengucek matanya. Ia melihat ke sekeliling. Karena takut sendirian berada di sana, ia pun bangkit dan menyusul Miky dengan menyorotkan senter ke jalan yang dipijaknya.

"Miky? Kau pergi ke mana?" panggil Vienna. Ia menyorotkan senter ke sekelilingnya mencari anjingnya. "Miky?"

Vienna terpeleset dan hampir jatuh, karena rumput yang dipijaknya licin oleh air hujan. Namun, beruntung ia tidak jatuh, karena bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.

Vienna mendengar suara krsak krsuk dari sampingnya. Vienna menoleh ke arah sana sembari menyorotkan senter ponselnya. Ada pohon besar yang berdiri di depan sana. Suara krsak krsuk itu berasal dari balik pohon besar tersebut.

Perlahan Vienna melangkahkan kakinya menghampiri pohon besar itu cahaya senter bergerak-gerak, karena tangan Vienna yang sedang memegang senter sedang gemetar.

Guk! Guk!

Ternyata itu adalah Miky. Anjing berbulu putih itu sedang menggigit tulang.

"Miky, kau mendapatkan tulang itu dari mana?" tanya Vienna.

Miky menggonggong.

"Ayo, kita kembali ke tepi sungai," ajak Vienna sambil berlalu pergi.

Miky mengikutinya sambil membawa tulang yang ia temukan dengan mengigitnya.

Tanpa mereka sadari, sesuatu itu berada di atas pohon dan sedang melihat ke arah mereka berdua.

Keesokan harinya, Vienna dan Miky kembali mengelilingi Pulau Lameda untuk mencari jejak Rhea.

"Oh? Sinyalnya bagus!" Vienna tampak senang. Ia pun mencari lokasi (tepatnya) yang dikirimkan Rhea. Vienna segera mendatangi tempat tersebut yang hanya tinggal beberapa ratus meter lagi dari tempatnya berdiri.

Miky berlari mengikuti majikannya.

Langkah Vienna terhenti ketika ia keluar dari hutan dan lokasi tepatnya ternyata ada di tepi pantai.

Tempat Vienna berdiri sekarang adalah tempat yang sama yang pernah dipijak Rhea dan saat itulah Rhea mengirimkan lokasinya.

Vienna menatap lurus ke depan. Kedua alisnya terangkat melihat ada bangunan di pulau seberang (yang waktu itu pernah dilihatnya dan tidak terdaftar di Google Maps) yang tidak terlalu jauh dari Pulau Lameda. Ternyata yang waktu itu dilihatnya bukanlah mercusuar atau menara pengawas, melainkan bangunan.

Vienna mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia pun mencari petunjuk sebanyak-banyaknya di tempat tersebut.

Ada batu di tepi pantai yang terkikis oleh air laut. Namun, ada yang menarik di mana permukaan batu tersebut ada bekas goresan. Sepertinya seseorang mendorong mini boat, perahu, atau semacamnya di atas batu tersebut.

Mungkin saja orang itu tidak melihat ada batu di sana. Ketika mendorong mini boat, tidak sengaja bagian bawahnya menggores batu. Kemungkinan orang itu mendorong mini boat (untuk dikendarai) pada malam hari, jadi orang itu tidak melihatnya.

Itu adalah dugaan Vienna.

Hanya itu yang Vienna temukan, tidak ada petunjuk lain di tempat tersebut.

Vienna kembali menatap ke pulau seberang. Meski tidak terlalu jauh, Vienna tidak yakin jika harus berenang ke sana, apalagi ombaknya lumayan kuat. Ditambah banyak bebatuan dan karang di bawah permukaan laut yang menonjol dan mencuat ke permukaan. Sangat berbahaya jika Vienna nekat berenang menyeberang ke sana.

Vienna memeriksa ponselnya yang menggantung di lehernya. Ia mencari pulau di dekat pulau tak bernama (Pulau Lameda) yang sedang ia pijak sekarang.

Hasilnya sama seperti sebelumnya, di Google Maps tidak ada pulau di dekat Pulau Lameda. Ada pun pulau yang berjarak 5 kilometer di bagian Barat Laut Pulau Lameda.

"Bagaimana bisa ada pulau yang tidak terdaftar di Google Maps?" gumam Vienna.

Tiba-tiba Miky menggonggong dan berlari ke dalam semak-semak. Vienna menyusul Miky. Ia juga melewati semak-semak.

"Miky?" Vienna kehilangan jejak anjingnya. Ia mendengus kesal.

Samar-samar ia mendengar suara dengusan anjing.

"Miky?" Vienna pergi ke sumber suara. Kedua alis Vienna terangkat kala melihat seorang anak laki-laki tengah membelai kepala Miky.

•───────•°•✿❀✿•°•───────•

15.17 | 14 Februari 2021
By Ucu Irna Marhamah

SISTERHOODWo Geschichten leben. Entdecke jetzt