•✿ Part 44 ✿•

27 3 2
                                    

•───────•°•✿❀✿•°•───────•

Vienna mematikan lampunya, menyisakan lampu tidur. Ia pun merebahkan tubuhnya ke ranjang untuk tidur. Namun, pandangannya tertuju ke kado di meja. Itu adalah kado dari Rhea yang belum dibuka oleh Vienna.

Karena penasaan, Vienna bangun dan kembali menyalakan lampu. Ia membuka kado tersebut, ternyata isinya sepatu putih dan sweater hitam. Sangat keren, sesuai dengan selera Vienna.

"Wah, ini mahal harganya," gumam Vienna ketika melihat merek dari sepatu dan sweater barunya tersebut.

Vienna menjadi teringat dengan kejadian sewaktu di Pulau Vienhea.

🌴 Flashback On 🌴

Rhea dan Vienna berjalan menyusuri hutan di pulau tak bernama (sekarang adalah Pulau Saudari Vienhea). Terkadang Vienna meminjamkan sepatunya pada Rhea. Mereka bergantian memakai sepatu dan bertelanjang kaki. Sepatu putih itu menjadi lusuh, padahal masih baru dan tadinya bersih.

Rhea menatap punggung adiknya dengan tatapan sedih. Ia merasa bersalah pada adiknya itu. Karena dirinya, Vienna harus ikut menderita di dalam ketersesatan di pulau terpencil.

"Tidak perlu meminjamkan sepatumu, kau pakai saja sendiri," kata Rhea ketus.

Vienna menoleh sebentar pada kakaknya itu tanpa menghentikan langkahnya lalu kembali menatap ke depan tanpa memberikan respon.

🌴🌴🌴

Ketika Vienna dan Rhea tinggal di gubuk tua milik Christian Noah.

Vienna melihat kakaknya terbangun, karena nyamuk yang terus mengganggunya, terbang dan mengiang-ngiang di telinganya.

"Kenapa kau malah memberikan body lotion anti nyamuk pada Kuaj? Kita lebih membutuhkannya," gerutu Rhea.

"Ya, karena aku pikir aku harus memberikan sesuatu padanya... karena dia telah menolong Kakak. Dia juga yang memberikan sampan kecil itu untukku dan Miky. Bahkan dia memperbaikinya terlebih dahulu. Seandainya dia membutuhkan uang, mungkin aku akan memberinya uang," jelas Vienna.

Rhea menghela napas berat. "Suku Lameda punya tanaman pengusir nyamuk. Mereka bisa mengusir nyamuk dengan tanaman tersebut."

"Aku tidak tahu," ucap Vienna pelan.

Rhea bergerak untuk mengubah posisi tidurnya. Ketika akan tidur, Rhea merasakan ada kain yang menutupi tubuhnya. Ia menoleh, ternyata Vienna menyelimutinya dengan sweater.

Rhea menatap adiknya. "Kenapa kau memberikan sweater-mu? Kau juga membutuhkannya."

"Aku masih memakai kaos dan celana, sekarang Kakak pakai saja," kata Vienna.

Rhea memakainya. Ketika ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku sweater, ternyata sakunya bolong. Rhea menghela napas prihatin.

Malam harinya, Vienna tidur lelap, sementara Rhea terus terjaga. Ia menangkap nyamuk-nyamuk nakal yang mendekati adiknya.

Untuk mengurangi jumlah nyamuk di dalam ruangan, Rhea memasukkan lebih banyak kayu ke dalam perapian.

Rhea tidak benar-benar tidur. Ia tetap terjaga untuk menjaga adiknya yang tidur lelap dengan posisi duduk.

"Kau terlalu meremehkan nyamuk. Kalau sudah kena demam berdarah, kau pasti tersiksa. Ngomong-ngomong, aku sudah tiga kali terkena demam berdarah. Aku benar-benar menderita dan trauma. Aku sensitif setiap mendengar suara nyamuk yang terbang di dekatku," celoteh Rhea. Entah pada siapa ia berbicara, karena Vienna sedang tertidur lelap.

Ya, meski sebenarnya Vienna pura-pura tidur. Ia ingin diperhatikan Rhea. Vienna merasa senang, karena Rhea memang peduli padanya sampai-sampai rela terjaga hanya untuk menangkap nyamuk yang hinggap di kulitnya.

SISTERHOODWo Geschichten leben. Entdecke jetzt