Let me in

270 18 17
                                    







Kun duduk termenung di hamparan pasir putih memandang luasnya lautan yang terbentang, dari kejauhan terlihat awan mendung tapi ia menghiraukan hal tersebut.

Ia membawa sebuket bunga yang berisikan Myosotis, Daffodil, dan  Dandelion. Kun akan melakukan itu setiap minggunya...

Duduk termenung melihat luasnya lautan, entah apa yang ia pikirkan...

Setelah puas menatap luasnya lautan, Kun beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah bibir pantai.

Ia melempar buket bunganya sejauh mungkin agar bunga itu bisa hanyut terbawa ombak pantai, awan mendung mulai menghampiri tempatnya dan sedikit demi sedikit menurunkan rintik hujan dengan cepat Kun berlari ke arah mobilnya untuk pergi pulang.







































Mata berbinar itu, ingin rasanya Kun menatapnya setiap saat...

Wajah cantiknya, Kun tak kan pernah bosan untun memandangnya...

Surai halusnya, Kun sangat senang saat mengusaknya hingga sang empu menggerang kesal karena surainya jadi berantakan...

Bibir kecilnya, ingin Kun kecup setiap hari...

Bahkan ia tak pernah melupakan bagaimana tubuh mungil itu terasa pas dalam pelukannya, walaupun si mungil itu memiliki tinggi badan yang melebihinya sedikit tapi Kun merasa nyaman dengan itu.





Kun menatap sendu sang kekasih yang tertidur pulas di ranjang pasien dengan alat-alat medis yang menempel pada tubuhnya.

Ruang yang ditempati mereka sangat sunyi hanya terdengar suara monitor pendeteksi detak jantung, Kun berjalan ke arah nakas untuk mengganti bunga yang sudah mulai layu ia menggantinya dengan beberapa bunga snowdrop yang ia dapatkan dari tokonya.

Kekasihnya itu sangat menyukai bunga, jadi Kun memutuskan untuk menjadi seorang florist dan membuka toko bunganya sendiri di selang ia bekerja di kantor. Tak jarang juga kekasihnya itu membantunya di toko...

Setelah selesai dengan bunganya, ia duduk di sebelah ranjang pasien dan menggenggam erat tangan sang kekasih.

"Kapan kamu bangun? Kakak udah nungguin kamu selama hampir 1 tahun." Kun mengelus pipi kekasihnya

"Kenapa kamu lebih suka tidur? Apa mimpinya sangat bagus sampai kamu ga mau bangun?" Kun menundukkan kepalanya menahan isak tangisnya

Berjam-jam Kun hanya duduk sambil memandang sang kekasih berharap ia terbangun membuka matanya tapi hasilnya nihil, kekasihnya itu lebih memilih untuk tertidur pulas.

Kun menghela nafasnya gusar "Jam jenguknya kakak sudah habis, kakak harus pulang..."

Kun beranjak dari duduknya, mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir kekasihnya. Ia membenarkan poni rambut yang mulai memanjang dan menutupi sebagian wajah si manis "Cepat bangun ya? Kakak akan selalu menunggu kamu."























Setelah menutup tokonya, Kun berjalan riang pergi ke rumah sakit untuk menemui sang kekasih. Ia ingin menceritakan hal yang sangat membuatnya senang hari ini, iya. Setelah 3 tahun berkerja magang di kantornya, Kun akhirnya naik pangkat menjadi manajer di sebuah devisi.







Sepertinya harapan Kun harus
kandas...





Ia melihat dengan jelas dari jendela pintu kamar pasien, bagaimana dokter menggunakan alat pacu jantung dan membuat tubuh sang kekasih terhentak beberapa kali.

Kun tak bisa tenang kali ini, ia mengintip ke dalam dengan harap-harap cemas.

Sedangkan di dalam, dokter membantu agar detak jantungnya berjalan normal...

"Suster! Tolong tambah tegangan listrik nya!" Dokter itu memutar-mutarkan sebuah alat lalu di tempelkan kepada dada sang pasien.

"Bagaimana?!" sang dokter menatap ke arah susternya

"Masih belum stabil dok!" ucap suster









Suara monitor pendeteksi detak jantung itu berbunyi sangat nyaring, monitor nya menunjukkan garis lurus yang berwarna hijau yang artinya...

Pasiennya sudah meninggal.
















"Pukul 19.06 malam, pasien atas nama Liu Yangyang telah meninggal dunia." ucap sang dokter lirih

"Suster tolong urus sisanya, saya akan menemui walinya." Dokter yang menangani Yangyang pun dengan berat hati melangkahkan kakinya keluar ruangan.






Pintu kamar pasien terbuka membuat Kun langsung bangkit dari duduknya "Bagaimana keadaannya dok?"

Dokter itu hanya menggelengkan kepalanya pelan "Maaf, kami sudah berusaha sebisa mungkin, tapi mungkin Tuhan lebih menyayangi nya."

"Lo ga bercanda kan Doy?" Kun melihat temannya sengit, Doyoung ternyata adalah seorang dokter yang membantu Yangyang untuk bertahan hidup.

"Kalo lo ga percaya, lo bisa liat sendiri di dalam." Doyoung berjongkok mengusak rambutnya kasar, ia merasa gagal menyelamatkan nyawa kekasih dari sahabatnya itu.





Ranjang pasien itu akan segara di pindahkan ke rumah duka, tapi dengan cepat Kun mencegahnya dan meminta beberapa waktu menemui kekasihnya untuk yang terakhir kalinya.

Kun menatap sendu tubuh yang sudah terbujur kaku di hadapannya, ia tak bisa menangis karena hatinya sudah terlalu sakit untuk menerima semua ini.

Mata itu... Warnanya bak lautan biru muda, ia ingin mata itu menatap dirinya dengan teduh.

Wajah cantiknya yang tertidur itu bak lukisan yang sangat indah...

Surai sehalus sutra itu sudah tak dapat ia elus-elus lagi...

Kun mencium bibir Yangyang untuk yang terakhir kalinya, tapi yang ia rasakan hanya bibir dingin tanpa kehangatan.

Ia menangis keras memeluk sang kekasih, ia memeluk erat enggan melepaskannya...

Hingga pada akhirnya Doyoung menghampiri Kun untuk memberi tahu agar kekasihnya itu di bawa ke rumah duka.

Doyoung yang memeluk Kun tak ada hentinya menggumamkan kata 'maaf' dan menenangkannya.











Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, sekarang Kun sudah melupakan kejadian yang membuatnya kehilangan semangat hidupnya dan pada akhirnya Kun memutuskan untuk resign dari kantornya. Ia sekarang akan lebih fokus kepada toko bunganya...

























Chapter 2 nya nyusul, spoiler dikit!
Nanti di chapter 2 bakalan gue ceritain gimana pertemuan 2 orang ini, nanti ada Doyoung juga loh. 😍

Jujur aja... Mereka berdua masih belum pacaran, kalo kata anak jaman sekarang sih istilahnya 'hts'

KūnYáng or YángKūn (?)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora