Di dalam kamarnya, Camellia tengah berpikir tentang beberapa alur penting di novel LADY DAZZLE. Setelah protagonis laki-laki di penjara, dan setelah kenaikan Aarazka menjadi kaisar. Tak butuh waktu lama untuk melakukan pemilihan permaisuri. Tetapi si protagonis perempuan kalah yang membuatnya berubah menjadi antagonis. Tidak memikirkan caranya kotor atau tidak, Lady Dazzle dengan segala ambisinya selalu mencari upaya untuk menggoda Aarazka. Bahkan merencanakan pembunuhan untuk permaisuri.
Salah satu adegan yang cukup penting, ketika acara kemenangan Duke Yanzy di misi pemberantasan di wilayah perbatasan kekaisaran Karmel. Di sana semua kalangan bangsawan dari tingkat Viscount, Earl, Count, Marquis, Pangeran dan Tuan Putri kerajaan, Archduke, Grandduke, Duke, serta Raja dan Ratu. Karena posisi Lady Dazzle yang sebagai putri Raja, tentu ia juga turut hadir.
Di tengah-tengah acara, akan ada adegan dimana Lady Dazzle yang hendak menari dan menjadi tontonan semua orang. Mereka akan memuji kecantikan dan tarian Lady Dazzle yang enak dipandang. Tapi bukan itu yang terpenting, tepat saat dirinya sedang menari, Lady Dazzle memiliki rencana untuk berpura-pura pingsan membuat semua perhatian langsung mengarah padanya. Banyak yang khawatir padanya, dan tujuan Lady Dazzle berbuat demikian untuk menarik rasa khawatir dari kaisar.
Dan acara kepulangan Duke Yanzy adalah dua bulan dari sekarang. Sebelum rencana pendekatan Lady Dazzle, Camellia harus sudah selangkah di depan. Ia akan meluluhkan hati dingin Aarazka agar tidak tertarik dengan Lady Dazzle. Maka dari itu, ia melakukannya dengan perlahan. Hanya mengantar teh atau camilan dan mengajaknya makan malam bersama, hanya kegiatan kecil itu saja tapi ia akan terus menerapkannya terus dan terus. Sampai Aarazka merasa nyaman dan merasa kehilangan saat salah satu kegiatan yang biasanya ada tiba-tiba tidak ada.
Terlalu lama berpikir membuat Camellia teringat akan sesuatu, bukankah ia akan membuatkan camilan untuk Aarazka nanti siang? Daripada melamun tidak jelas di kamarnya yang luas, lebih baik ia segera ke dapur dan mulai membuat adonan untuk membentuk kue.
"Tapi gimana mau buat kuenya, emang di zaman sekarang udah ada tepung?" Tiba-tiba Camellia termenung memikirkannya, tapi hanya sebentar kemudian ia mengangkat bahunya acuh.
"Liat aja dulu," gumamnya lalu melangkah keluar, saat ia membuka pintu kamarnya, pemandangan yang sudah biasa ia lihat langsung menyambutnya. Dimana Canute dan pelayan lainnya yang sedang berdiri berbaris di depan pintu kamarnya dengan kepala menunduk, Camellia menarik napas gusar. Apakah mereka tidak lelah dengan terus berdiri dan memantaunya? Kepalanya terus menunduk sampai-sampai Camellia tidak pernah melihat dan tahu bagaimana wajah pelayan-pelayan yang melayaninya, terkecuali Canute. Karena Canute pernah mengangkat kepalanya, itu saat di hari ia masuk ke dunia ini. Setelahnya tidak pernah lagi, baik dari pagi sampai malam. Semuanya akan terus berada berada di dekatnya.
"Kalian tidak perlu selalu mengikutiku, aku tidak akan tersesat atau apapun itu." Kata Camellia pada para pelayannya.
Canute menggeleng, "tidak Yang Mulia. Tugas kami adalah untuk selalu berada di dekat Anda dan memenuhi semua kebutuhan Anda." Jawab Canute dengan kepala menggeleng tidak setuju, ia menjawab dengan lancar dan tegas.
Camellia sudah menebak jawaban Canute, ia tidak terlalu terkejut. Tapi tetap saja, Camellia merasa tidak tega. Padahal ia tidak terlalu membutuhkan apapun, jikapun ada cukup satu atau dua pelayan saja. Tidak belasan seperti ini. Tapi jika Camellia keberatan lagi, maka tolakan tegas dari Canute 'lah yang akan ia dengar. Jadi, mau tidak mau ia harus membiasakan diri dengan semua pelayannya.
"Terserah kalian." Jawab Camellia akhirnya, ia memutuskan untuk kembali ke dapur.
***
Di dalam ruang kerja kaisar, dengan Aarazka yang duduk di kursi kerja dan tangan yang sibuk memberi stempel di beberapa lembar kertas yang ada di atas mejanya. Lalu ada Rezel yang sedang berdiri dua langkah dari meja kerja Aarazka, ia terlihat sedang melaporkan sesuatu pada kaisar.
"Permaisuri kembali ke dapur Yang Mulia, sepertinya ia akan membuatkan camilan siang untuk Anda seperti perkataan permaisuri pagi tadi." Ujar Rezel.
Aarazka mendengarnya, tapi kegiatan tangannya untuk memberi tanda tangan maupun stempel tidak berhenti.
"Kau bisa pergi, tetap awasi dia." Titah Aarazka dengan tegas dan langsung mendapat anggukan dari Rezel. Lalu tak lama pengawal pribadinya itu pergi dengan sekejap mata meninggalkan ruangan tersebut yang seketika menjadi sunyi. Menyisakan Aarazka dengan wajah datar yang sedang bekerja dengan kertas-kertas di depannya.
Entah kenapa, Aarazka sedikit menantikan kedatangan Camellia dengan nampan berisi camilan di tangannya. Tidak biasanya Aarazka memiliki perasaan aneh ini, tapi tiba-tiba saja ada ketika interaksinya dengan Camellia beberapa jam yang lalu.
Di pertemuan ketiga setelah menikah, istrinya datang dengan kesan yang akrab dan bahkan memanggil langsung namanya. Tidak ada raut wajah takut di kedua matanya seperti kebanyakan orang-orang yang pernah ia temui. Bahkan dengan berani berdiri dekat dengannya tanpa tubuh gemetar, padahal orang-orang menamai ia dengan julukan si Kaisar Tirani. Tetapi mengapa Camellia tidak terlihat takut padanya? Mungkin itulah alasan mengapa Aarazka sedikit merasa adanya ketertarikan pada gadis tersebut.
***
Matahari sudah tepat berada di atas kepala, itu artinya saat ini sudah memasuki waktu siang hari. Camellia yang juga telah selesai dengan kue buatannya, segera beranjak dari dapur menuju ruang kerja kaisar. Masih dengan para pelayannya yang mengikuti di belakang, Camellia melangkah dengan cepat agar segera tiba di tempat tujuan.
Dan tak butuh waktu lama saat ia telah berada di depan meja kerja Aarazka, dengan hati-hati Camellia meletakkan nampan yang berisi kue kering berbentuk ikan itu di meja.
"Cobalah kue buatanku, aku membuatnya dengan sungguh-sungguh. Kuharap itu sesuai dengan seleramu." Ujar Camellia dengan senyum menawannya, bibirnya melengkung ke atas hingga kedua matanya terlihat terbenam. Pipinya membentuk bulat dan itu terlihat manis.
Aarazka dengan ragu mengambil satu kue kering itu lalu memasukkannya ke dalam mulut, perlu dua kali gigitan agar satu kue kering itu habis. Camellia menatap Aarazka dengan pandangan berharap, menanti-nanti bagaimana komentar Aarazka terhadap kue buatannya.
Aarazka berdehem pelan, caranya yang menggigit kue itu terkesan anggun dan elegan. Ia menutup mata sejenak untuk mengalihkan tatapannya dari wajah binar harap Camellia. Setelah kue itu berhasil ia cicip, Aarazka kembali membuka mata dan menoleh pada Camellia.
"Bagaimana..apa kau suka?" Tanya Camellia dengan cepat, matanya terlihat berbinar dengan bintang-bintang berkilauan.
Aarazka lagi-lagi berdehem pelan lalu berkata, "tidak buruk." Katanya dengan acuh.
Perlu waktu dua detik bagi Camellia untuk mengerti maksud dari jawaban Aarazka, tidak buruk artinya 'bagus'. Bagus merujuk ke kata 'enak', bukan? Itu artinya Aarazka menyukai kue buatannya. Camellia segera melebarkan senyumnya lagi, lain kali ia akan membuatkan kue kering lain dengan bentuk yang lebih bervariasi.
"Syukurlah jika kau suka, aku akan membuatkanmu lagi lain kali." Kata Camellia dengan lembut, ia merasa tugasnya telah selesai. Maka dengan segera ia beranjak pergi meninggalkan Aarazka dengan wajah datarnya.
Sepeninggal Camellia, Aarazka masih diam tak melanjutkan pekerjaannya. Justru tatapannya jatuh pada nampan yang berisi beberapa kue kering lagi. Sejujurnya, rasa kue buatan Camellia sangatlah enak. Hanya saja ia masih malu untuk mengakuinya. Dan saat mendengar bahwa Camellia akan membawakannya kue lagi lain kali, Aarazka merasa senang dan tidak sabar untuk.. menantikannya.
***
Tbc
26 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
I Became A Empress [SEGERA TERBIT]
Teen FictionCamellia terjebak dalam dunia asing yang membingungkan, tepat saat membuka mata hal yang tak terduga menghampirinya. Katanya ia adalah seorang permaisuri? Hei, ia hanyalah seolah mahasiswi biasa dengan kehidupan datar tak bergairah. Bagaimana bisa...