3| Setelahnya, Apa?

211 30 12
                                    

Aku akan mendengarkanmu.
Entah itu keluh kesahmu, entah itu kemarahanmu. Bahkan, tangisanmu.

***

PERNIKAHAN penuh haru itu selesai dalam waktu setengah jam saja. Humaira masih tidak menyangka ia benar-benar menikah dengan orang asing. Setelah melakukan sesi foto seadanya bersama dua keluarga, Adnan dan Humaira segera mengganti baju pernikahan mereka dengan pakaian kasual. Sebagai rasa syukur atas pernikahan ini, kedua keluarga akan mengadakan acara makan-makan.

Ibunya terlihat bahagia di hari pernikahan Humaira. Wajar saja, Humaira adalah putri satu-satunya. Syahira banyak bertanya pada ayah Adnan yang mana adalah tokoh agama di Negeri ini. Sosoknya sering muncul di program TV. Sejak awal melihat menantunya, ia memang berpikir Adnan dari keluarga yang baik-baik.

Mereka memilih restoran keluarga untuk tempat ramah tamah. Ayah Adnan—Ammar Thariq Lazuardi kemudian berpamitan saat acara makan-makan selesai karena ada panggilan ceramah.

Keluarga Humaira pun tidak menginap karena sebelumnya mereka sudah lama menginap di apartemen Humaira. Takut mengganggu pengantin baru, katanya.

Saat sore, Adnan meminta temannya untuk mengantarkan mobil karena mobilnya berada di rumah. Sementara, tadi pagi ia berangkat memakai mobil ayahnya. Apartemen Humaira begitu dekat dengan rumah sakit tempatnya bekerja. Terbilang bersih. Namun, Adnan tidak nyaman dengan foto-foto Humaira disana. Dia terlalu... sexy?

“Ibu beneran mau pulang sekarang? Besok aja, ya.”

Ibunya terkekeh melihat Humaira yang merengek. Ia mengusap kepala Humaira, “emang ngga mau manja-manjaan sama suamimu? Nanti Ibu ganggu.”

Paman Hanif dan Bibi Zul tertawa. Mereka banyak membantu Humaira selama pernikahan. Humaira selalu berdoa agar mereka berdua diberi keturunan setelah 30 tahun sama sekali belum dikaruniai buah hati.

Dulu, Bibi Zulaikha pernah mengandung namun karena kecelakaan ia keguguran. Sampai sekarang, mereka belum punya anak. Paman Hanif juga tidak mau disuruh menikah lagi. Tidak mau mengadopsi anak. Paman Hanif bilang kehadiran Bibi Zul sudah cukup baginya. Meski mereka hanya berdua sampai ajal menjemput.

“Baik-baik sama suamimu. Layani dia dengan cinta dan kasih sayang, ya nduk.” Paman Hanif memberi wejangan.

Bibi Zul memeluk Humaira. Beliau sudah menganggap Humaira seperti anak kandungnya sendiri. “Harus nurut sama suami ya, sayang. Jadi seorang istri emang nggak mudah, tapi harus tetap kuat ya.”

Kemudian, Bibi Zul menatap Adnan yang tersenyum padanya. “Titip Huma ya, Mas Adnan. Humaira itu mandiri banget anaknya. Tapi, aslinya dia cengeng banget lho. Kamu jangan kaget ya.”

Adnan tertawa kecil, “iya.. Bibi.”

Adnan dan Humaira mengantarkan keluarga Humaira ke stasiun. Mereka berpisah dalam beberapa menit. Suasana ramai menjadi sepi. Hati yang mulai damai kembali berapi.

Humaira masih terdiam kala Adnan menatapnya. Mereka berjalan keluar stasiun menuju parkiran mobil.

“Mau makan dulu nggak?” tanya Adnan, mengingat terakhir mereka makan tadi pagi.

Langit mulai gelap, Humaira menggeleng.

“Bukankah seharusnya ada yang mau dijelaskan?” Humaira menatap Adnan dingin.

Suami PenggantiWhere stories live. Discover now