Bab 29

7 0 0
                                    

Satu Minggu berlalu Inez yang merasa bosan berada di rumah terus memutuskan untuk berkunjung ke toko. Namun, saat hendak melangkah tiba-tiba dia merasakan perutnya sakit.


“Aduh,” ucap Inez sambil memegangi perutnya.


Inez langsung menyandarkan diri sambil menarik napas supaya rasa sakit di perutnya mereda, setelah merasa lebih baik dia segera mengambil tas dan bergegas pergi.


Selama perjalanan menuju toko sesekali dia merasakan kontraksi yang tidak terlalu sering. Namun, masih bisa di tahan. Dia langsung menarik napas lega setelah sampai di depan toko setelah perjuangan berjalan ke sana sambil merasakan perutnya yang sesekali terasa sakit.


Dia menunggu sebentar setelah melihat masih banyak pembeli di sana, sambil sesekali mengelus perutnya yang terasa kencang.



“Nez. Kenapa kamu di sini?” tanya Nia. Tanpa sengaja dia melihatnya berada di dekat toko.


“Aku mau main Mbak, Cuma tadi lagi rame jadi menunggu di sini,” jawab Inez sambil berjalan menghampiri Nia.


Wajah Nia begitu sangat bahagia saat melihat Inez datang, maklum saja sudah hampir satu minggu semenjak Inez mengambil cuti keduanya belum pernah berjumpa lagi, Nia ingin sekali datang mengunjungi Inez tetapi karena kesibukannya mengurus toko seorang diri membuat dia belum sempat.


“Apa aku tidak mengganggu?” tanya Inez.


“Tentu saja tidak, ayo masuk,” ajak Nia.


Dia langsung mengikuti langkah kaki Nia masuk ke dalam toko, seperti biasa bosnya itu selalu memerhatikan dirinya hingga membuat Inez kembali sungkan atas perlakuan yang di berikannya.


“Mbak. Tidak usah repot-repot,” ucap Inez.


“Siapa yang repot? Ini hanya makan kecil saja,” jawab Nia. Seraya menyiapkan makanan kecil serta minuman kepada Inez.



Nia duduk tepat di hadapan Inez, karena toko sudah mulai sepi tentu ada waktu untuk menemaninya. Tetapi dia merasa khawatir saat melihat wajah Inez sedikit tampak pucat.



“Kamu sakit?” tanya Nia sambil memerhatikan wajah Inez.



“Gak Mbak, aku baik-baik saja,” jawab Inez.


Walau sebelumnya dia merasakan kontraksi. Namun, sekarang dia sudah merasa lebih baik.


“Tapi wajah kamu pucat,” ucap Nia.


“Mungkin karena tadi aku merasakan kontraksi,” jawab Inez.


Mendengar hal itu membuat Nia semakin khawatir dan dia sangat yakin kalau sebentar lagi Inez akan melahirkan, tidak ingin membuat Nia cemas. Inez langsung menjelaskan kalau dirinya belum mendapatkan tanda-tanda akan melahirkan.



“Tetap saja, kamu harus siap-siap. Karena yang aku tau kalau sudah terjadi kontraksi maka itu tanda akan melahirkan,” tutur Nia.



“Iya Mbak, aku sudah siap. Bahkan sudah gak sabar ingin melihat anakku,” jawab Inez.



Nia mulai mengubah topik obrolan mereka, tentunya agar membuat Inez sedikit merasa rileks menjelang persalinannya. Tiba-tiba di tengah obrolan Inez merasakan perutnya kembali sakit bahkan dia merasa bagian bawah yang terasa sudah basah.



Mengetahui hal itu dengan cepat Nia bergegas menutup toko dan mengajak Inez pergi ke bidan terdekat, selama perjalanan ke sana tidak henti Inez meringis menahan sakit dan Nia mencoba menenangkannya.



Bidan segera menangani Inez karena ternyata ketubannya sudah pecah, dia segera di bawa ke ruang  bersalin. Nia menunggu di luar dengan cemas dan tidak begitu lama suara tangisan bayi terdengar.


Rasa bahagia, sedih, semua bercampur jadi satu. Itu yang di rasakan oleh Inez saat melihat bayi kecil berada di gendongan bidan, karena merasa tidak sabar Nia bergegas masuk ke dalam untuk melihat kondisi Inez serta bayinya.


“Selamat Nez,” ucap Nia.


“Makasih Mbak,” jawab Inez dengan suara yang masih lemah.



“Bu Bidan, bayinya laki-laki atau perempuan,” tanya Nia.


“Alhamdulillah, bayinya laki-laki,” jawab Bu Bidan.


Keduanya tersenyum saat mendengarnya, akhirnya setelah perjuangan dia selama ini semua terbalas setelah lahir malaikat kecil dalam hidupnya.



Di rumah keluarga Atmaja. Semua orang tampak sedang sibuk mempersiapkan pertunangan antara Adit dan Keyla, setelah menjalani masa perkenalan yang singkat Adit merasa cocok dengan Keyla. Hingga memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius.



“Bagaimana kalau yang ini?” tanya Keyla sambil memperlihatkan baju yang akan di gunakan di acara pertunangan mereka.



“Apa pun pilihan kamu, aku setuju,” jawab Adit.


“Aku minta pendapat kamu, tetapi selalu saja jawabannya seperti itu,” sahut Keyla. Dia merasa sedikit kesal karena merasa Adit tidak peduli dengan acara mereka.


Adit tentu saja tau bahwa Keyla mungkin merasa kesal karena jawaban yang dia berikan, tetapi menurut dirinya apa pun Keyla pasti dia akan suka.


“Jangan kesal begitu, aku berkata seperti itu. Karena aku percaya apa pun pilihan calon istriku pasti yang terbaik,” tutur Adit seraya meraih tangan Keyla.


Tentu saja perkataan Adit mampu membuat Keyla tidak dapat berkata-kata, hingga membuat dirinya tersipu malu.


Saat tengah asyik membahas acara pertunangan mereka tiba-tiba Leli datang menghampiri mereka, dan membuat keduanya salah tingkah karena merasa malu ketahuan sedang berpegangan tangan.



“Mami. Bikin kaget aja,” ucap Adit sambil memasang wajah kaget.


“Makanya jangan bermesraan terus,” goda Leli.


“Apaan sih, Mi,” sahut Adit sambil beranjak dari duduknya.


Sedangkan Keyla masih tertunduk malu, bahkan dia tidak berani melihat ke arah Leli yang sudah berdiri di hadapannya. Sebagai seorang ibu Leli tentu memaklumi keduanya bahkan dia masih tidak menyangka bahwa perjodohan itu berhasil dan sebentar lagi dirinya akan mempunyai menantu idaman seperti Keyla.





Cinta Terhalang RestuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang