17. Burned

1.1K 148 11
                                    

“Separuh pasukan bangsa avariel tidak ada, sepertinya itu bukan pertanda baik.”

Rowoon sadar akan hal itu lebih dari yang lain. Ia diam bukan karena tidak tahu, tapi ada terlalu banyak hal yang berputar di kepalanya saat ini. Adiknya yang memiliki gejala Dracorage, Seungwoo sakit dan kali ini bertambah lagi masalah yang membuatnya sakit kepala.

“Sulivan, tolong gantikan aku untuk menemui raja, laporkan masalah tersebut.” Jenderal perang itu berjalan melewati gerbang Istana Api sendiri, anak buahnya langsung bergegas pergi. Langkahnya terhenti saat melihat Mingyu terlihat akan menunggangi seekor naga—bukan Lorcan. “Kamu mau ke mana Lucian?”

“Ow, di mana Azura?” Dahi Mingyu mengernyit karena tidak melihat Seungwoo. “Aku ingin ke istananya.”

“Kalau begitu aku ikut menumpang anak buahmu. Azura sedang sakit.” Tanpa menunggu persetujuan, Rowoon ikut naik ke naga itu.

Mau tidak mau, keduanya akhirnya berangkat bersama. Tidak ada satu pun yang berbicara hingga mereka tiba di Istana Angin. Keduanya terkejut ketika pemandangan istana Angin yang biasanya tenang dan damai kini tidak terlihat. Para pelayan dan penjaga terkejut dan menunduk begitu melihat mereka datang—terlihat sangat tidak nyaman.

“Duke Lucian, Jenderal Elio.” Kepala pelayan istana Angin menyapa, suaranya sedikit bergetar.

Mingyu mengabaikan si pelayan dan berjalan masuk dengan santai memasuki istana—mencari Wonwoo. Dahinya berkerut tajam, alih-alih menemukan avarielnya ia justru samar-samar menghirup aroma feromon omega yang sedang heat. Buru-buru ia menutup hidungnya, karena aroma itu justru membuatnya sakit kepala bukan terangsang.

“Di mana Alurra?” tanya Mingyu.

Pelayan yang sedari tadi mengikutinya tersentak kaget dan tergagap. “Itu ... Tuan ... d-dia ... tad-di ... Yang Mulia ...”

“Bicara dengan jelas!” bentak Mingyu kesal.

Karena terkejut dan takut, pelayan itu spontan berkata, “Duchess Arcelia membawanya!”

“Apa?” Mingyu bergeming mendengar jawaban tersebut. Ia berkedip dan salah satu matanya berubah menjadi merah.

Si pelayan yang melihat itu langsung bersujud dan memohon ampun. Tubuhnya bergetar hebat dan terdengar isakan pelan.

“Maafkan kami, Duke Lucian.” Kepala pelayan muncul bersama dengan Rowoon. Menundukkan kepalanya dalam. “Duke Azura sedang dalam keadaan tidak sehat dan Yang Mulia Asena sedang mengurusnya. Tuan Avariel seperti biasa senang menghabiskan waktu di halaman istana. Kami benar-benar tidak menyangka kalau Duchess Arcelia akan datang. Sudah bertahun-tahun sejak pelantikan Duke Azura beliau tidak pernah menginjakkan kaki di istana utama. Sekali lagi kami mohon maaf, sebisa mungkin kami akan mencari cara untuk membawa kembali Tuan Avariel.”

Rowoon memegang tangan Mingyu dengan erat, sadar kalau adiknya bisa lepas kendali kapan saja. “Di mana Tuan Asena sekarang?”

“Beliau belum keluar dari kamar Duke Azura sejak pagi,” jawab kepala pelayan.

“Aku akan ke istana Altair.” Kalimat Mingyu berbuah cengkraman yang lebih kuat. Berusaha memakunya agar tetap diam di tempat. Ia spontan berbalik dan melemparkan pandangan tajam pada sang kakak. Mendenguskan udara yang terasa panas. “Lepas!”

“Tenanglah, Lucian!” tegas Rowoon. “Jangan gegabah, aku akan membantumu mendapatkan Alurra.”

“Urusi saja kekasihmu itu dan aku akan menemukan milikku,” sahut Mingyu sambil berusaha melepaskan tangan Rowoon dari dirinya.

Namun, Rowoon menjadi jenderal perang bukan hanya karena dia anak kedua kaisar. Ia dididik untuk menjadi tameng Orgon yang kuat nan keras sejak darahnya menunjukkan di mana ia berpihak. Pemberontakan Mingyu yang dalam keadaan tidak stabil, tidak membuatnya goyah.

[N#2] NOT PURE || Meanie Donde viven las historias. Descúbrelo ahora