Bab 3

21.6K 405 8
                                    

Dimas yang memeluk pinggang Lily dan Lily yang menggandeng mesra tangan Dimas, keduanya berjalan beriringan pergi ke pelaminan. Langkah Lily terasa lebih ringan karena ada Dimas disisinya.

Yang pertama Lily hadapi adalah mantan ibu mertuanya. Tangan Lily sudah terulur, sekedar basa-basi bersalaman dengan mantan mertuanya. Tapi, wanita paruh baya itu hanya menatap uluran tangan Lily lalu melengos begitu saja.

"Beruntungnya anak saya bisa lepas dari wanita tidak tahu aturan seperti kamu" Rina berucap sambil menatap mantan menantunya sinis.

"Cih..." Terang-terangan Lily berdecis sinis, hal yang sejak dulu ingin ia lakukan pada wanita yang selalu menganggapnya musuh itu.

Sejak dulu semua hal yang Lily lakukan selalu salah di mata mantan mertuanya, terutama dua hal yang membuat wanita tua itu dulu sering memaksanya bercerai yakni masalah anak dan pekerjaan. Lily tidak bisa untuk berhenti bekerja, karena pekerjaanya saat ini sudah menjadi passion dirinya dan juga ia tahu bagaimana perhitungannya mantan suaminya dulu. Dan untuk masalah anak, padahal Lily sehat tapi dirinya yang selalu disalahkah.

Dua hal itu selalu dijadikan mantan Ibu mertuanya itu sebagai bahan untuk menyudutkannya, Lily sendiri tak mengerti, sebenarnya ada dendam apa wanita tua itu padanya.

"Kamu itu perempuan cacat Emily, bersyukur anak laki-laki saya bisa lepas dari perempuan seperti kamu!"

Lily mengepalkan tangannya, ia sudah hampir merengsek maju untuk membungkam mulut mantan mertuanya itu, sampai ia merasakan sebuah tangan melingkari pinggangnya, membawa tubuh mereka semakin merapat.

"Terimakasih sudah membebaskan Lily dari neraka yang diberikan putra Anda" ucap Dimas, ia tak bisa hanya diam mendengar Lily direndahkan.

Selanjutnya Dimas menggandeng Lily untuk sedikit bergeser, pada memperlai pengantin. Lily hanya menampilkan wajah penuh kemenangan saat melihat wajah masam mantan ibu mertuanya.

"Ternyata kamu masih punya muka untuk datang" Lily hanya mengangkat ujung bibirnya menampilkan senyuman sinis saat mendengar ucapan Shera.

"Lo sendiri yang maksa gue untuk datang" ucap Lily kepada Shera yang sudah mengklaim Lily sebagai mantan sahabat. Sebenarnya pertemanan mereka sejak dulu sudah tidak sehat, Lily masih bertahan berteman dengan Shera hanya karena ia kasihan dengan perempuan itu.

Memberikan Shera pekerjaan ternyata membawa malapetaka tersendiri untuknya. Ya, awalnya Lily anggap itu malapetaka tapi kini ia bersyukur karena sudah dijauhkan dari lelaki brengsek seperti Endra, mantan suaminya yang Lily sadari sejak tadi tak berhenti menatapnya.

"Lo bukan menang, tapi lo datang ke neraka lo sendiri" ucap Lily, sambil matanya melirik keluarga besar Endra yang menatap tak suka padanya. Sejak tadi Lily hanya melewati begitu saja para mantan ipar dan sepupu Endra meski tadi sempat berpapasan.

"Semoga kalian langgeng" ucap Lily lebih ke kalimat sindiran.

"Ya, pasti. Lo sendiri yang akan liat gimana Endra ubah neraka yang selama ini lo rasa, jadi surga untuk gue" Shera mengucapkannya sambil mencoba terus menampilkan senyuman manis, ia tak mau orang-orang melihat wajah kesalnya.

"Jangan mengacau dipernikahan saya!" Shera tersenyum penuh kemenangan saat sang suami membelanya. Lily sendiri hanya mendengus tak perduli.

"Kekasih saya datang dengan tujuan baik, bukan untuk mengacau" Dimas tentu tak tinggal diam untuk membela Lily. Tak terima Lily dikatai pengacau padahal Lily hanya akan diam jika ia tak dipancing.

Karena antrian mulai panjang, Dimas memilih mengajak Lily turun. Ia juga tak mau emosi Lily yang sedang tidak stabil terus-terusan terpancing yang ada nanti malah membuat Lily lepas kendali dan meluapkannya disini. Dimas tak mau nama Lily yang nantinya akan menjadi jelek.

Lily memilih menuruti Dimas, tapi baru beberapa langkah berjalan Shera malah menahan tangannya. Membisikan sesuatu yang seketika membuat emosi Lily naik.

"Dari dulu lo selalu kalah, Emily!" Shera sengaja berbisik di dekat telinga Lily. Lily yang tak suka langsung mendorong Shera menjauh, padahal dorongan Lily sangat pelan tapi Shera seolah sengaja melemparkan tubuhnya jatuh ke atas kursi. Semua orang yang melihat itu terlihat kaget, mulai terdengar juga bisik-bisik yang menyalahkan Lily.

Beberapa orang mulai mengerubungi Shera, menanyakan keadaan wanita itu yang kini terlihat meringis kesakitan sambil memegangi tangannya yang Lily yakin itu semua hanya akting.

"Aku enggak kenapa-napa, Ma. Dari dulu Lily memang kasar seperti itu"

Tubuh Lily sudah bergetar menahan emosi mendengarnya. Oke, akan ia buktikan seberapa kasar dirinya. Tapi, sebelum Lily merengsek maju, Dimas sudah menahan tubuhnya.

Melihat keadaan yang mulai tidak kondusif, Dimas segera menuntun Lily keluar dari ruangan ini.

****

Lily berteriak kencang sambil melemparkan tas miliknya ke jok belakang. Tak perduli tas seharga ratusan juta itu kini teronggok mengenaskan dengan isi yang berhamburan keluar.

Lily sudah merelakan semua takdinya tapi ia benci menjadi pihak yang harus dipandang kalah. Terkadang ia juga lelah jika harus selalu berpura-pura kuat dan harus selalu terlihat baik-baik saja di depan semua orang.

"Bajingan! Brengsek! Sialan! Arghh..." Lily terus berteriak sambil memukul kepalan tangannya pada dashborad mobil. Melampiaskan emosi yang selama ini ia pendam.

"Apa kita sudah bisa pulang?" Tanya Dimas sesaat setelah Lily cukup tenang.

Lily menoleh mendengar suara berat Dimas, ia menatap lelaki itu sayu.

Lily naik ke atas pangkuan Dimas, menatap dari dekat wajah tampan lelaki itu. Tubuh Dimas seketika menegang. Tapi, dengan cepat ia bisa kembali menguasai dirinya.

"Dimas..." Lily berbisik sensual, tangannya mengelus rahang tajam Dimas yang ditumbuhi bulu-bulu halus.

"Apa saya cantik?" Tanya Lily dengan suara rendah, matanya menatap Dimas dengan pandangan sayu.

"Sangat" balas Dimas jujur, siapapun akan menoleh dua kali jika bertemu Lily. Siapa yang tidak akan terpesona dengan kecantikan seorang Emily Harun. Tapi, tentunya Lily bukan hanya mengandalkan kecantikannya untuk memikat hati laki-laki. Kepintaran wanita itu menjadi daya tarik tersendiri untuknya.

"Lalu, kenapa dia buang saya?"

"Karena dia bodoh. Tidak ada lelaki waras yang akan melewatkan begitu saja untuk memiliki wanita sesempurna Ibu Lily" jelas Dimas.

"Termasuk kamu?" Tanya Lily, tangannya melingkari leher Dimas, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher lelaki itu.

"Lancang sekali jika saya berani menyukai bos saya sendiri" balas Dimas, suaranya berubah serak apalagi saat merasakan hembusan nafas hangat Lily menerpa kulit lehernya.

"Meski itu memang kenyataanya" tambahnya, membuat Lily tersenyum tipis mendengarnya.

"Cium saya Dimas"

Sebagai bawahan yang baik, tanpa bantahan Dimas menuruti perintah sang bos, meski perintah yang Lily berikan sangat jauh dari tugasnya.

Dimas hanya menempelkan bibirnya di atas permukaan bibir Lily, tapi Lily dengan tidak sabaran menyerang bibir Dimas dengan lumatan penuh gairah, yang Dimas balas dengan gairah yang sama.

Sampai tak lama suara decapan memenuhi mobil saat bibir mereka saling menghisap, lidah mereka mulai bertemu dan saling melilit. Saliva dengan mudahnya saling bertukar.

Lily mengerang pelan diantara ciuman mereka. Permainan bibir saja sudah berhasil membuat Lily panas dingin. Lily jadi mulai membandingkan kehebatan Dimas mengerjai bibirnya sekarang. Tentunya Dimas jelas jauh lebih mahir dari Endra.

Dan, Lily merasa sepertinya mereka tidak akan cukup hanya dengan sebuah ciuman.

"Pulang Dimas, saya mau kamu lanjutkan semuanya di kamar saya" ucap Lily, sesaat setelah ia menjauhkan wajah mereka.

"Baik, Bu" balas Dimas dengan suara rendah.

***

Crazy Over YouWhere stories live. Discover now