Chapter 5

6 1 0
                                    

Mata gadis itu sesekali mengerjap menatap tampilan dirinya di cermin. Jantungnya berdegub begitu kencang ia sesekali menarik napas panjang meyakinkan dirinya bahwa ia bisa ' nggak harus menang kok, cukup tampilkan yang terbaik yang kamu bisa' ucapnya membatin.

Hari ini ia sedikit didandani oleh tante Delia yang juga merupakan guru Bahasa Indonesia di sekolahnya. Hijab menutup dada ala Miss Delia,berpadu dengan baju batik berwarna biru langit dan rok putih begitu anggun ia kenakan.

"Makasih Miss," ucap Fadeelah.

"Pake Miss segala," jawab Delia terkekeh pelan.

Fadeelah hanya mengangguk dan tersenyum simpul.

"Yaudah kita berangkat yuk yang lain udah nunggu di sekolah," ajak Delia.

Fadeelah mengangguk lantas meraih cardigan dan tas pink pastelnya. Ia menutup pintu kamar miliknya kemudian menghampiri Papa dan Mamanya yang tengah duduk di teras ia mencium tangan kedua orang tuanya lantas menyusul Delia yang menunggunya di mobil.

Perjalanan kesekolah sekitar 10 menit. Sesampainya di sekolah semua segera berkumpul dan bersiap - siap menuju lokasi lomba mengingat lokasi lomba ada di ibukota kabupaten yang waktu jarak tempuhnya sekitar 45 menit sampai 1 jam. Mereka sempat melakukan briefing selama 15 menit.

Perjalanan mereka tempuh selama kurang lebih 1 jam, dan kini mereka telah sampai di lokasi lomba. Gedung dengan nuansa vintage ini memang menjadi salah satu auditorium yang cukup terkenal didaerahnya, bagaimana tidak lokasi ini sebelumnya pernah menjadi kantor dari pemerintahan belanda. Itulah mengapa gedung ini menjadi salah satu icon di daerah tersebut selama puluhan tahun bentuk gedung ini tak di ubah sama sekali hanya ada sedikit perbaikan di beberapa sisinya.

Acara telah dimulai 5 menit yang lalu, Fadeelah mendapat nomor urut 5 dalam antrean tampil. Ia duduk menunggu sembari terus memainkan memainkan jarinya.

Ini bukan yang pertama untuknya tapi tetap saja ia sedikit nerveous.

"Del," panggil Zakia

"Ehh ia kak," jawab Deela tergagak

"lagi mikirin apa,kok dari tadi diem aja," tanya Kia

" Emm enggak apa - apa kok kak," jawabnya seraya tersenyum tipis

"Ohh oke," ucap Kia seraya kembali menoleh ke depan

Setelah menunggu beberapa saat kini tiba gilirannya untuk tampil.

"Del ayok sekarang giliran kita," ucap Alif yang menoleh ke arah kawannya itu yang dibalas anggukan.

Mereka berdua kemudian berjalan beriringan menuju panggung.

'Bismillahirrahmanirrahim' ucap Fadeelah dalam hati sesaat sebelum ia menaiki tangga menuju panggung.

Suara genjrengan gitar dari Alif menarik atensi dari seluruh penonton ke arah mereka berdua. Semua terkesima dengan aksi panggung dari dua sejoli itu, apalagi saat penampilan lagu bebas mereka. Disini Kia dan Syam melihat perbedaan antara Dela yang di panggung dan yang di real life, gadis itu begitu pandai memainkan expresinya.

Fajar yang melihat penampilan putrinya itu tentu saja bangga sekaligus merasa sedikit bersalah dengan sikapnya terhadap anak sulungnya itu. Sebagai seorang ayah tentu saja ia ingin menjadi cinta pertama yang tak pernah dilupakan putrinya,namun mungkin itu tak akan pernah ia dapatkan dari deelah.

"Maafin Papa yah," ucapnya sembari membalikkan badan melangkah meninggalkan tempat tersebut.

Tepuk tangan penonton begitu riuh setelah kedua mengakhiri lagu wajib mereka.

Alunan petikan gitar kembali menghiasi panggung bernuansa merah putih itu. Suara lembut dari gadis mungil itu berhasil menarik atensi banyak orang di ruangan itu, tak terkecuali Alif yang sesekali menatap kagum kawan lombanya itu.

Fadeelah (Ongoing)Where stories live. Discover now