7. Simbok Yatri

199 28 3
                                    

Dari banyak bangunan yang mengelilingi luasnya tanah lapang, ada salah satu bangunan yang akan menjadi tempat tinggalku selama beberapa waktu ke depan. Sedang Bima? Bersama Triasa dia dibawa ke bangunan lainnya yang memang khusus untuk laki-laki. Jadi, sekali pun kami kakak-beradik, Triasa menegaskan harus ada jarak antara lelaki dan perempuan.

Mengetahui itu, tentu saja Aku menghela napas lega. Kapan lagi diri ini terlepas dari sosok Bima seakan menjerat? Ocehan dan ketakutannya akan sesuatu cukup membuatku risih.

Aku diharuskan berjalan pada sebuah bangunan sederhana yang memang sudah disediakan untukku. Kata Triasa, bangunan yang akan ku tempati lebih luas dari kamar Bima. Letaknya tidak jauh dari siti hinggil yang biasanya digunakan untuk mengadakan pertemuan. Demikian diriku mengiyakan meski timbul satu pertanyaan membuatku merasa heran.

Sungguhkah kediaman kini Aku masuki pada dasarnya memiliki sebidang tanah seluas ini?

Seperti saat ini, langkahku terhenti pada sebuah bangunan sederhana. Sama sekali tak terlihat orang muncul dari dalam yang akan di tempati. Memijaki teras terus diriku berjalan hingga terhenti pada sebuah ruang yang dapat dikatakan seperti ruang tamu, dengan secangkir teh tersaji di atas meja kecil tepat di hadapan. Lantainya terbuat dari rotan bambu yang diperhalus, tampak mengkilap seakan baru dibersihkan. Kemudian pada bagian sisi belakang ruang tamu ada sebuah jendela terbuka lebar, pemandangan yang terlihat adalah sebuah sungai dengan ketinggian kurang lebih besar lima meter dan jarak tidak lebih dari sepuluh meter dengan tempat ini.

Mengagumkan.

Sepasang netra tak lepas memandang tingginya langit rumah dengan ukiran cukup indah. Entah bagaimana, semua yang dialami seperti bayanganku di setiap mimpi. Kalau Aku di sini dalam jangka waktu terbilang sebentar, bolehkah? Enam bulan atau setahun, misalnya.

Pemandangan langit begitu biru sangat mendukung dalam ketentraman tatkala kicaunya burung hilir-semilir meramaikan. Sekilas sepoi angin begitu sejuk dirasakan, adalah sesuatu ditunggu-tunggu. Apakah ini salah satu wujud sesungguhnya dari pesona alam tiada tanding?

Langit mulai pudar warnanya menjadi jingga mengingatkanku bahwa aku belum juga membersihkan diri. Sembari kedua kaki menjelajah bangunan sedang di pijaki, ku cari letak kamar mandi urung ditemukan. Di mana tempatnya?

Kemudian kedua bola mataku tanpa sengaja menatap benda yang terbungkus kain kini dalam genggaman. Rasa penasaran sekejap mengambang ke permukaan, entah apa isinya dan siapa gerangan lelaki tadi berniat memberiku sebuah barang. Kali pertama kedua kaki menginjakkan kaki ke tempat ini, detik itu juga diriku disambut oleh hadiah kecil macam ini?

Penuh rasa tak sabar bungkusan tersebut dibuka melalui ikatan demi ikatan yang dilepaskan satu demi satu. Aku mengamati dalam diam, benda panjang terbuat dari kayu dengan bentuk sederhana. Tusuk rambut, benarkah ini tusuk rambut?

"Mohon izin kami datang kemari, nimas."

Terlonjak tubuhku dari posisi bungkuk, segera kepala menoleh mendapati tiga wanita paruh baya datang dan berdiam diri di ambang pintu. Pakaian yang dikenakan ketiganya seragam berupa kain jarik terlilit rapi. Menunduk kepala mereka sebelum berjalan mendekatiku.

Siapa mereka?

Langkah kaki dari kehadiran tiga orang kini berdiam diri sama sekali tak terdengar, terlonjak diriku bangkit dari posisi bungkuk. Sedikit rasa sungkan Aku maju selangkah, memandang ketiga wanita paruh baya tersebut secara bergantian. Cahaya matahari dari luar masihlah terang, dapat terlihat jelas bagaimana perawakan masing-masing dari mereka tampak mirip meski sebenarnya berbeda.

"A, Anu...Si-silakan saja. Apa ada yang bisa dibantu?"

Sedikit kikuk diriku bertanya, entah ada keperluan apa sehingga mereka kemari. Namun respon salah satu dari mereka menggeleng senyum sebelum meletakkan nampan yang dipegangnya pada sebuah meja yang memiliki kesajajaran rapi dengan kursi kayu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Betakhta 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang