Bagian 12: The War

623 92 4
                                    

-⚖-

"ANJING! lo sengaja kan?!"

Suara makian menggema di kelas yang sunyi.

Seorang cewek dengan rambut kucir kuda tampak ketakutan sementara cewek lain dengan rambut tergerai lurus menatap tajam.

"Gimana bisa gue dapet peringkat sebelas? Bahkan gue gak masuk sepuluh besar?"

"Ver ... ujian kali ini tubuh g-gue emang g-gak terlalu fit, g-gue---"

Vertha menyibak poninya. Wajahnya semakin dipenuhi amarah.

"Masalah gue emang kalo lo lagi gak sehat? Meskipun lo sekarat pun tugas lo tetep harus masuk lima besar!" tekan Vertha.

Fatma mengangguk patah-patah. "I-iya maaf, gue janji akhir semester nanti gue bakal masuk lima besar."

"Bagus ...," sahut Vertha sambil menyeringai. Cewek itu menyikap lengannya. Ada perban di sana. "Ini hukuman dari bokap gue karena gue gak masuk lima besar, artinya lo juga harus dapetin hukuman itu juga."

"Ampun, Ver ..."

"Ekspresi itu ... sama persis dengan ekspresi gue semalem," jeda, Vertha mengeluarkan pisau kecil dari tasnya. "... tapi bokap gue gak ngampuni gue sama sekali. Artinya gue juga gak bakal ngampuni lo."

Vertha menendang Fatma hingga cewek itu tersungkur ke lantai. Cewek itu mengacungkan pisaunya, lalu menggoreskannya ke lengan Fatma.

Suara pekikkan menggema memenuhi ruangan.

"Del, lo baik-baik aja kan?"

Ranu menjauhkan ponsel dari telingannya. Tidak ada sahutan dari ujung, padahal jelas sambungan telpon masih terhubung.

Saat Ranu hendak mengeluarkan suaranya lagi, bunyi tut panjang terdengar.

Sudah jelas Adeline tidak baik-baik saja. Sekarang sepupunya itu pasti sudah sampai di rumah dan diadili oleh Om Arsakti karena turun peringkat.

Ranu memasukkan kembali ponselnya ke saku.

Meskipun Om Sakti menghukum Adeline, pasti dia tidaak sampai membunuh putrinya sendiri.

Benar. Sekarang Adeline cuma butuh sendiri.

Ranu kembali masuk ke dalam ruang Giustizia. Di dalam Desna dan Arga sedang sibuk dengan ponsel masing-masing. Sementara Amel sedang ada ekskul jurnalistik dan Jena sudah pulang.

"Muka lo gelisah banget, Ran?" tanya Arga begitu Ranu mengambil duduk di sebelahnya.

Desna menyahut, "udah jelas ini masalah peringkat. Lo pasti ngerasa dejavu kan?"

Ranu melirik singkat tapi cowok itu sama sekali tidak merespon karena perkataan Desna seratus persen akurat.

"Bener, dari tadi gue gak sengaja denger anak-anak pada ngegosipin Jena," sahut Arga setuju. "Menurut lo gimana, Ran?"

"Gimana apanya?" Akhirnya Ranu membuka suaranya.

Desna berdehem sebentar. Takut jika salah bicara maka lehernya yang akan menjadi taruhan. Ranu memang akan sangat sensitif jika membahas masalah yang terjadi delapan bulan lalu.

"Posisinya sama persis, Jena sebagai Diandra dan---" Desna melirik Arga yang terlihat kaku. "Lo sebagai Reno."

Perumpaan Ranu sebagai Reno karena keduanya sama-sama tertarik dengan Jena dan Diandra si anak baru yang mendadak nilainya tertinggi di angkatan.

GIUSTIZIAWhere stories live. Discover now