O4.

5.5K 453 4
                                    

Hujan terus mengguyur jalanan kota, membuat pria tampan itu memejamkan matanya sejenak sembari menyeduh kopi instan.

Pria itu adalah Kaileen. Setelah selesai dengan urusannya selama beberapa hari ini, Kaileen memutuskan untuk terus di rumah saja. Bermain dengan anak-anak nya atau bahkan mengurus beberapa kegiatan yang ia biasa lakukan di dunia nya dulu.

Kaileen memandang lurus kedepan, ia juga sesekali menyeruput kopi hitamnya itu dengan pelan. Sungguh saat ini Kaileen sudah seperti ayahnya dahulu, suka minum kopi saat hujan sedang turun.

"Bruuup!" Kaileen menyemburkan kopi panas itu, ia juga mengusap bibirnya yang perih akibat kopi panas yang ia seduh tersebut. Ternyata menjadi keren seperti ayahnya akan susah untuk Kaileen lakukan.

Saking terlalu fokusnya bernostalgia, Kaileen bahkan sampai lupa untuk meniup lebih dulu kopinya itu. Ia juga lupa, jika Kaileen tak pernah menyukai yang namanya kopi. Bukan tanpa alasan, lambung Kaileen tak pernah bisa menerima kopi idamannya itu.

"Hah.." Kaileen menghela napas nya dengan pelan, ia kemudian kembali ke wastafel untuk membuang kopi itu. Ia juga tak lupa mencuci kembali gelasnya.

Rumahnya sekarang terasa sepi, ah dipikir-pikir memang sudah sepi sejak sejam yang lalu. Arvel dan Arlen pergi menginap di rumah ibu orang ini yang sekarang mungkin menjadi ibunya juga?

Mereka berdua menginap karena supir dari ibunya datang dan menjemput mereka berdua, sebenarnya Kaileen juga diajak. Tapi karena belum siap bertemu dengan ibu orang ini, ia jadi tak ikut dan menolaknya.

"Nanti gue dikira bukan anaknya lagi gara-gara sifatnya beda 180 derajat lebih." Kaileen menundukkan kepalanya lesu, ia kemudian mendongak kembali. "Omong-omong gue emang bukan anaknya sih."

Kaileen mengambil langkah menuju kamarnya, hari ini akan tidur saja. Ia sebenarnya jadi bingung, setelah berhenti dari pekerjaan yang tak bisa ia lakukan, Kaileen jadi seperti pengangguran kaya raya.

Tangannya kemudian meraih ponsel Kaileen yang tak pernah ia sentuh lagi sejak minggu kemarin, entahlah.. Ponselnya yang sekarang terlihat licin di tangannya, ia takut akan merusak ponsel yang seperti nya sangat mahal ini.

"Dipikir-pikir, dia punya temen kagak sih? hidup gue monoton banget selama seminggu ini." ucap Kaileen heran

Memang jika dipikirkan kembali, hidupnya yang sekarang seperti begini-begini saja. Hanya untuk makan, tidur, olahraga, mengurus dua bocah laki-laki, mengantarkan mereka sekolah, pulang, dan tidur lagi.. Sungguh membosankan bukan?

Kaileen jadi bingung bagaimana alur asli dari cerita ini, jika saja ada petunjuk seperti sistem atau apalah itu mungkin saja kehidupannya sebagai duda tampan ini akan terasa menyenangkan dan menantang.

Akhirnya lo ngarepin gue jugaaa!

Mendengar suara yang berat membuat Kaileen merinding bukan main, ia bahkan langsung terlonjak dan mengambil guling sebagai senjata jika ada bahaya yang akan terjadi menimpa dirinya.

"Setan?"

Ngadi-ngadi lo! Gue Kai! Orang yang lo pake raga nya itu. Makasih banget lo udah ngarepin gue dateng, awalnya gue udah was-was banget takutnya lo menikmati hidup enak yang gue punya ini.

Suara itu terus terdengar di telinganya, sementara Kaileen hanya bisa diam sembari mencerna semuanya. Apakah ini yang dinamakan sistem? Apakah sistem itu yang akan membantu dirinya untuk bisa bertahan hidup di dunia khayalan milik Raizel ini? Apakah–

Gak usah banyak mikir deh, udah dibilangin gue kai. Sorry banget kalo lo gak bisa liat gue, karena nyatanya gue emang gak bisa dilihat sama lo langsung.

"Lah kok gak bisa? Ini kan yang gue pake raga nya sekarang itu punya lo." Heran Kaileen, benarkan apa yang ia katakan? Otomatis dia juga pasti bisa melihat Kai yang asli.

Ck beda lah, gue kan aslinya cuma tulisan.

Perkataannya memang tak salah, Kai hanya sebuah tulisan tanpa gambar sama sekali. Lalu yang jadi pertanyaannya sekarang adalah raga siapa yang saat ini Kaileen pakai?

Gak usah repot mikirin itu deh, bikin pusing yang lain. Mending sekarang lo ikutin alur ceritanya sebelum lo hilang.

"Kok hilang? Emang gue mau diapain anjir sampai hilang segala?" Tanya Kaileen lagi-lagi dengan heran

Iya, karena tulisan ini sama orangnya bakal dihapus. Yah intinya di lenyapin lah sama si penulis.

"Lah–"

Banyak tanya lo ah, udah lah gue nyesel muncul sekarang kalo tau lo bakal sekepo ini.

Mendengar itu membuat Kaileen memutar matanya dengan malas, "Tolol, ya iyalah gue kepo." Kesal Kaileen tak Terima ketika dibilang kepo

Eitss, gak sopan banget lo sama yang lebih tua bilang tolol. Dah ah males ngarahin alur kalo orangnya kayak lo, bye deh.

"Tua aja bangga lo." Gumam Kaileen sambil berharap suara itu benar-benar pergi, "gue bahkan gak nyangka kalo orang ini aslinya kayak gini, lebih nyebelin dari anak-anak nya ternyata."

Kaileen bahkan sudah sangat waspada jika saja karakternya ini berbanding terbalik dengan karakter asli yang sepertinya punya aura dominan. Tapi nyatanya salah, dia justru sangat menyebalkan bahkan lebih menyebalkan dari kedua anak-anak nya.

Emang lo berharap gue apa? Ketua geng motor? CEO muda? Bukan lah, gue cuma juru masak di restoran babeh mertua.

Kaileen terlonjak kaget saat suara itu kembali muncul, ia kira dia benar-benar pergi dan tak akan muncul lagi. Kaileen mengabaikan suara itu kali ini, ia akan mencerna semuanya lebih dulu sembari tidur.

"Nanti kita bahas lagi, gue ngantuk soalnya." Kaileen pun dengan cepat langsung tertidur lelap, selain mengantuk dan lelah, tempat tidurnya yang sekarang pun terasa sangat nyaman sampai bisa membuatnya langsung tertidur seperti ini.

Hadeh pelor lo.




Tbc.

I Become A Antagonist PapaWhere stories live. Discover now