12.

3.1K 266 16
                                    

Suara ketukan dari sepatu pantofel miliknya memenuhi ruangan gelap ini, pria dengan jas biru dan rompi coklat yang terang. Pria dengan hobi yang aneh, penyuka warna-warna mencolok dan terang. Termasuk warna dari darah yang sangat kental.

Di sudut ruangannya ada seorang wanita tengah menunduk dengan tangan dan kaki yang terikat. Ia langsung menghampirinya dan kemudian pria tersebut berjongkok menyamakan diri dengan seringaian yang tak pernah lepas dari wajah tampannya.

"Sayang.. Kamu masih gak mau buka hati untukku, hm?" Tanya pria itu sambil membuka tali yang mengikat di kedua tangan wanita tersebut, ia kemudian mengelus pergelangan tangannya dengan lembut.

Pertanyaan yang tak pernah bosan ia lontarkan kepada seseorang yang sama. Orang yang selama bertahun-tahun ini tinggal bersamanya.. Ah, lebih tepatnya dipaksa tinggal bersama dengannya.

Karena tak kunjung mendapat jawaban, pria itu langsung menatap wanita tersebut dengan kesal. "Kamu punya mulut kan? ayo jawab." Garis rahang yang mulai mengetat mengisyaratkan bahwa ia sudah sangat kesal karena wanita itu tak juga membuka mulutnya untuk berbicara dengannya.

Satu tamparan pun melayang dengan kuat mengenai wajah cantik wanita itu, sampai menyebabkan kulitnya menjadi kemerahan dan sedikit tergores oleh kuku pria tersebut.

Menyadari apa yang sudah ia lakukan, pria itu langsung menatap nanar tangannya sendiri. Kemudian ia langsung menunduk dan menampilkan raut wajah bersalah pada wanita tersayang nya. Ia juga mengelus pipi wanitanya.

"Maaf.. Aku.. Aku gak sengaja.. Sayang, maafin aku.. Ya?" Ia terus memasang raut wajah paling bersalah pada wanita yang terus menundukkan kepalanya itu. Dia hanya diam dan tak menangis sama sekali

Merasa di abaikan, pria itu mengubah raut wajahnya kembali dengan cepat. Sudut bibirnya terangkat, lalu tangannya mulai menarik dagu wanita itu.

"Maaf ya, kamu gak mungkin marah sama aku cuma gara-gara ini kan? Alsea.."

Alsea hanya diam, menatap lantai dengan mata yang berkaca-kaca.

Kai... Aku sangat takut..

–·–·–

"Gak usah takut, lo mau apa?" Kesal Kaileen ketika melihat Darren yang terus melirik dirinya tanpa berbicara sama sekali. Itu membuatnya sangat risih.

"Gimana kabar anak-anak lo?"

Kaileen mengalihkan pandangannya dari layar sebentar, "baik-baik aja mereka, kenapa emang?"

"Gak apa-apa sih tanya aja," Darren terdiam sebentar lalu mulai menatap Kaileen yang sudah sibuk dengan game nya lagi. "Ekhem.. Sorry nih sorry, gue mau nanya.. Istri lo kemana emangnya Kai?"

Darren menelan ludahnya sendiri, "gue penasaran aja.. Soalnya gue liat-liat rumah lo cuma diisi sama kalian bertiga doang, gak pernah liat istri lo setelah gue tau lo udah nikah terus punya dua buntut." Ucapnya sambil menggaruk pipi nya yang tak gatal

Mendengar itu membuat Kaileen terdiam, ia bahkan sudah tak fokus pada game nya sekarang. Selama ini dirinya juga tak pernah tahu apa-apa tentang istrinya Kai bahkan Kaileen sendiri hanya di beri bayang-bayang samar tentang kehidupan seorang Kai,  itu pun tak jelas. Hanya bayangan tentang seorang wanita berambut pendek yang sedang menangis sambil terus menyebut nama Kai.

Darren tai tukang gosip, kepo banget sama istri gue. Jawab begitu Kaileen.

"Tolong jangan singgung soal istri gue." Nada Kaileen tiba-tiba berubah menjadi tak bersahabat membuat Darren menatap Kaileen dengan takut dan canggung, ia jadi merasa sangat bersalah menanyakan suatu hal yang bisa saja menjadi sangat sensitif untuk sahabatnya itu.

Dibandingkan mengikuti ucapan dia, Kaileen lebih memilih kata-kata yang pas untuk menjawab pertanyaan dari Darren yang mungkin memang sangat sensitif untuk pria menyebalkan itu.

Dibilangin Darren tai aja, sok banget lo pake jawab begitu.

Kaileen hanya menganggukkan kepalanya samar saat mendengar ucapan yang dipenuhi nada kekesalan dari Kai untuk dirinya dan juga Darren.

"Maaf Kai," Darren kembali mengarahkan pandangannya pada layar besar di depan, ia kemudian menyodorkan stik game yang sudah tergeletak di lantai pada Kaileen. "L-lanjut main aja kita, hehe.."

Kaileen hanya mengangguk saja dan kembali bermain game bersama Darren di rumahnya itu. Ia berani bermain game di rumahnya sendiri saat ini karena Arvel dan Arlen sedang berada di sekolah, untung saja kali ini Arvel maupun Arlen tak merengek padanya untuk di temani lagi sampai pulang.

"Belok goblok!"

"Kai anying, eh– maksud gue buset Kai jago betul lo." Darren menepuk mulutnya sendiri saat tak sengaja mengumpat pada Kaileen, sementara Kaileen sendiri hanya santai, toh yang diumpat oleh Darren itu Kai bukan dirinya, jadi santai saja.

Suara bel rumah berbunyi mengalihkan pandangan mereka berdua, "ada tamu tuh Kai." Ucap Darren sembari menunjuk ke arah pintu menggunakan dagu nya

Kaileen langsung menghampiri pintu dan membukanya, lalu munculah seorang pria seumuran dengannya yang sudah menenteng banyak makanan, pria itu melenggang masuk ke dalam tanpa meminta persetujuan dari Kaileen lebih dulu. Siapa lagi jika itu bukan Bintang.

Setelah sudah cukup mengenal Bintang lebih lama, ia jadi tahu apa kebiasaan pria itu jika sedang bersama Kai. Seperti masuk ke dalam rumahnya begitu saja, menginap setengah hari dan selalu bersikap santai padanya dibandingkan dua sahabat Kai yang lain. Pria yang paling ceria dan suka mencairkan suasana, lalu perubahan sikapnya pun seringkali berubah-ubah dengan waktu yang singkat. Entahlah, tapi Kaileen jadi sedikit waspada pada nya.

Tapi, meski begitu mungkin saja, Bintang adalah orang yang paling dekat dengan Kai.

"Yo wassap guys! Anggap rumah sendiri ya." Bintang langsung duduk begitu saja di samping Darren yang masih dengan game nya tanpa mengalihkan perhatiannya sekalipun.

Sementara Kaileen masih diam di tempatnya dengan bingung, sejak kapan dirinya mengundang Bintang datang ke rumahnya?

Sebelum Kaileen bertanya, Darren lebih dulu menjawabnya. "Gue yang suruh dia kesini, sekalian bawa makanan. Gue laper soalnya."

Kaileen mengangguk saja, "oh gitu, yaudah gue ambil minum dulu di dapur."

Kini hanya ada Bintang dan Darren saja, Darren segera meraih makanan yang ia titip pada Bintang dan langsung membukanya, namun matanya mulai teralihkan pada tangan Bintang yang terluka.

"Eh Bin, tangan lo kenapa?" Darren dengan spontan meraih tangan Bintang dan menelisik lukanya, "sini dah obatin dulu, kayaknya ini luka baru." Ia mulai meletakkan makanannya.

Bukannya menurut, Bintang justru menjauhkan tangannya dar Darren. Ia langsung menyembunyikannya di belakang tubuhnya, "gak apa-apa elah. Ini gue tadi gak sengaja ke gores." Jawabnya dengan senyum khas dirinya.

Darren menyipitkan matanya, Bintang bukan lah orang yang ceroboh apalagi sampai melukai dirinya sendiri sampai seperti ini.

"Tenang aja bin, gue nih mantan calon dokter jadi lo bakalan aman kalo gue obatin." Ucapnya lagi sembari menarik tangan bintang yang terluka, namun lagi-lagi Bintang menarik tangannya kembali bahkan sekarang ia juga menepis kasar tangan Darren.

"Gue bilang gak apa-apa!" Raut wajahnya jadi berubah marah, Darren langsung mengerutkan alisnya bingung, kenapa dia harus semarah ini? Jika tidak mau diobati yasudah, kenapa juga harus semarah ini.

Bintang terdiam beberapa saat, "Maaf ren, gue lagi pusing banyak kerjaan sekarang." Ucap Bintang tiba-tiba sembari menundukkan kepalanya

Darren mengerjapkan matanya berkali-kali, "eh? Ngapain minta maaf anjir? Santai aja kali bin, gue udah biasa." ia terkekeh pelan mencoba kembali mencairkan suasana yang tadinya kurang nyaman.

Saking udah biasanya, gue sampai takut sama lo sialan.




Tbc.

tandai jika ada typo, tertera pacar Sohee riize.

I Become A Antagonist PapaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt