Foolish Love • 024

81 10 1
                                    

Mika menarik napas panjang ketika Bu Prisia selaku guru Bahasa Inggris memberikan mereka tugas untuk membuat sebuah proyek dimana mereka harus menampilkan sebuah pertunjukan drama singkat mengenai materi yang telah diajarkan minggu lalu. Setiap kelompok mendapatkan waktu sekitar lima belas menit untuk mempertunjukkan penampilan mereka dan sekarang Bu Prisia memberikan mereka waktu selama jam pelajaran untuk mendiskusikan ingin menampilkan apa minggu depan.

Kelompok Mika ada lima orang dan gadis itu yakin kalau empat orang lainnya itu sudah punya ide atau pendapat mengenai apa yang akan didiskusikan untuk menjadi bahan pertimbangan penampilan mereka nantinya. Mika, seperti biasanya hanya akan diam sambil mengangguk-anggukkan kepalanya saja.

“Konsep kalian mau gimana?” tanya Surya yang memang satu kelompok dengan Mika dan Mahesa. Mika hanya mengangkat bahunya tanda tak tahu. Surya mengalihkan pandangannya ke tiga teman sekelompok lainnya. Dua di antaranya mulai mengungkapkan pendapat mereka sampai akhirnya Surya menatap Mahesa seolah meminta pendapat pemuda itu.

“Eh, lo diliatin Surya tuh,” ucap Mika yang memang duduk di samping Mahesa. Gadis itu menyenggol pelan lengan Mahesa yang sedang menulis di bukunya. Pemuda itu melirik Mika sejenak dan kemudian menatap Surya, “terserah.”

Surya menarik napas panjang ketika mendengar ucapan Mahesa. Entah apa yang telah ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai Tuhan membuatnya terjebak dengan teman sekelas seperti Mahesa yang sulit berkomunikasi dan Mika yang lambat terkoneksi. Ia bingung sekarang, Mahesa adalah Ketua kelompok belajar mereka dan seperti biasanya Mahesa tak pernah mau mengambil keputusan, tapi begitu mereka sudah hampir mengacaukan tugas maka pemuda itu akan mengerjakannya sendiri agar nilai kelompok mereka mendapatkan nilai sempurna.

“Kalau gitu, kita pake aja dua konsep yang udah dijelasin tadi trus kita poles biar dua-duanya kepake, gimana?” tanya Surya meminta persetujuan.

Dua temannya yang memang memberikan ide pun mengangguk diikuti Mika yang memang tak paham apapun. Surya tetap menatap Mahesa seolah menunggu persetujuannya. Merasakan tatapan tersebut, Mahesa membalas dengan suara gumaman pelan yang masih bisa didengar oleh keempat teman sekelompoknya.

“Oke, kalau gitu besok di perpustakaan kita kerjain naskahnya. Istirahat pertama, gimana?” tanya Surya. Mahesa mengangguk dan Surya menganggap itu sebagai perintah bahwa semuanya harus sepakat. Mika kemudian berucap, “istirahat kedua aja gimana? Gue jam istirahat pertama ada latihan basket. Bentar aja sih tapi abis latihan basket biasanya gue ngaso dulu ke Kantin. Kalo istirahat kedua bisa gue skip makan siang jadi istirahat yang ketiga. Lumayan lama, tiga puluh menitan.”

“Lo masih latihan basket? Bentar lagi ujian tengah semester lho,” ucap Surya pada Mika. Gadis itu membalas, “kapten basket putri mau daftarin tim ke event gitu. Mayan lho kalo menang.”

“Mungkin cuma nyaranin sih. Ada baiknya lo ngurangin latihan basket lo apalagi ini deket-deket sama ujian tengah semester. Bukannya apa sih, cuma lo sekarang bagian dari kelas kita. Nilai lo di ujian tengah semester nanti bakal berpengaruh ke nilai rata-rata kelas MIPA. Gue enggak tau kalo di kelas Bahasa sama IPS gimana, tapi di MIPA ada semacam sikap kompetitif gitu antar kelasnya dan itu dihitung dari nilai rata-rata. Bukan per-angkatan, tapi per-jurusan,” ucap salah satu teman sekelas Mika.

Surya mengangguk, “bener. Gue sih enggak bakal ngelarang lo mau latihan basket atau apa, cuma mungkin gue bakal minta lo lebih serius belajarnya. Buat murid-murid MIPA, nilai rata-rata kelas tiap ujian tuh kayak semacam tanda kalo kelas itu kelas yang unggul di jurusan. Kalo bisa mempertahankan reputasi di kelas dengan nilai rata-rata bagus gitu, pas kelas 12 nanti bakal banyak banget manfaatnya dan salah satunya itu biasanya jalur buat kuliah bakal lebih mudah. Kelas dengan nilai rata-rata bagus pastinya punya murid dengan nilai-nilai tinggi di sana, apalagi SMA Widyantara punya reputasi bagus. Pasti banyak kampus yang bakal ngirim undangan kuliah buat murid-murid berprestasi gitu,” ucapnya menambahkan.

Mika hanya diam, tapi Mahesa bisa tahu kalau gadis itu merasa buruk. Mika pasti merasa begitu terbebani apalagi dengan nilai Mika sekarang yang tidak terlalu bagus walau tak terlalu buruk. Mendapati ucapan seperti itu dari teman sekelasmu tentu saja tanpa sadar membuatnya tertekan apalagi jika ia sudah menandai dirinya sendiri sebagai murid yang bodoh.

“Besok abis pulang sekolah kerjain di rumah gue,” ucap Mahesa yang entah kenapa ingin agar topik mengenai nilai rata-rata kelas saat ujian itu segera berakhir. Ia tanpa sadar tak menyukai bagaimana Mika merasa begitu terbebani.

“Rumah lo? Serius?” tanya Surya. Tentu saja ia terkejut, Adiputra bungsu itu terkenal tertutup sejak kelas 10 dan tak ingin mempunyai teman. Bagaimana bisa pemuda seperti itu malah menawarkan rumahnya untuk dijadikan lokasi mengerjakan tugas sekolah yang sebenarnya bisa dikerjakan di perpustakaan saat jam istirahat.

Mahesa terdiam, ia sendiri juga terkejut bagaimana bisa ia langsung mengusulkan rumahnya begitu saja. Walaupun Ayah dan Bundanya tak ada di rumah besok. Mahardika juga biasanya ada di rumah saat malam dan Maharani biasanya hanya diam di kamar untuk belajar. Bagaimana bisa ia langsung begitu saja mengajak mereka mengerjakan tugas itu di rumahnya? Mengajak Arya ke rumah saja ia memerlukan begitu banyak pertimbangan dan kalau tak diyakinkan oleh Maharani, ia mungkin takkan pernah mengundang Arya ke rumah mereka.

“Enggak jadi,” ucap Mahesa lagi. Surya dan yang lain langsung menatapnya datar. Bisa-bisanya pemuda itu menarik kembali ucapannya.

“Yaudah, tempat gue aja. Besok pulang sekolah,” ucap Mika. Surya berucap, “perpustakaan aja. Gosah ke rumah, nanti enggak jadi lagi.”

“Gapapa, rumah gue aja. Bokap gue pulang agak malem kayaknya soalnya ada ikut seminar gitu di kampus dia ngajar. Kalo adek gue, paling dia kalo enggak diem di kamar ya main sama kucing di halaman belakang rumah,” ucap Mika.

Surya terkejut, “bokap lo dosen?” tanyanya. Mika mengangguk, “dosen Hukum.”

Surya dan kedua teman sekelompoknya terkejut bukan main, “keren banget!” ucap Surya memuji. Mahesa hanya diam karena ia memang tahu kalau Ayah Mika adalah dosen karena tak sengaja mendengar pertengkaran Mika dengan Azka waktu itu, hanya saja ia tak tahu kalau Ayahnya Mika adalah dosen Hukum.

“Trus adek lo sekolah?” tanya Surya. Mika mengangguk dan menjawab, “kelas 10 di sekolah negeri biasa. Dia enggak mau masuk ke sini pas didaftarin bokap gue. Katanya ngapain ke sekolah bergengsi kalo kurikulumnya juga sama aja.”

“Cowok?” tanya Mahesa tiba-tiba. Mika menatapnya bingung, “nanyain siapa? Gue?” tanyanya. Mahesa mendelik kecil, “Surya.”

Surya yang disebut pun menautkan alisnya heran, “gue?” ucapnya sambil menunjuk dirinya sendiri. Mahesa menatapnya dengan tatapan datar, “pastiin konsepnya udah bener. Jangan ada yang main-main, bentar lagi ujian tengah semester. Jangan bikin malu anak MIPA,” ucap Mahesa sambil berlalu kembali ke tempat duduknya.

Surya menatapnya kesal, “dia sejak temenan sama Arya kayaknya tambah ngeselin deh,” ucapnya bergumam yang masih bisa didengar oleh Mika.

Gadis itu mengangguk setuju, “bener banget. Gue juga kesel sama si Arya. Suka banget bikin masalah sama gue,” ucapnya menyetujui ucapan Surya.

Tiba-tiba terdengar suara deheman dari belakang. Mika berbalik dan mendapati Arya yang sedang berdiri di dekat meja Mahesa menatapnya dengan tatapan sinis. Sepertinya pemuda itu mendengar apa yang diucapkan oleh Mika.

Mika yang melihat itu langsung menatap Arya dengan tatapan menantang. Arya mengerang kesal dan langsung mencengkram erat buku yang ia pegang sampai Mahesa memukul pelan lengannya. Arya menatap Mahesa dan mendelik kesal, “apa?” tanyanya dengan nada yang tak santai kepada Mahesa.

Mahesa mendelik tak suka dengan nada bicara Arya padanya, tapi tak menegurnya. Pemuda itu membalas, “jangan bikin ribut, lo koordinator keamanan di kelas jangan lupa.” Arya berdecih kecil dan kemudian berlalu kembali ke tempat duduknya. Meninggalkan Mika yang tersenyum seolah mengatakan kalau ia menang dari Arya. Hal itu tentu membuat Arya sangat kesal.

°•° to be continued °•°

[END] Foolish Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang