Foolish Love • 045

79 8 0
                                    

Mika menarik napas panjang dan kemudian mengedarkan pandangannya ke tribun penonton. Beberapa menit lagi pertandingannya akan dimulai dan ia entah mengapa merasa gugup padahal sebelumnya ia tak pernah merasakan gugup. Mika mendapati sosok kedua temannya duduk di dekat Aksa dan Ayahnya sambil menyemangati Mika dan timnya. Harusnya ia tak merasa gugup sekarang, ya sampai ia tak sengaja mendapati sosok Mahesa duduk di tribun paling ujung. Mahesa benar-benar datang menonton.

Arumi menepuk pundak Mika dan membuat gadis itu menoleh. Arumi tersenyum tipis, “semangat dong. Kita butuh power forward kita dalam keadaan bagus buat pertandingan ini.”

Mika mengangguk paham, “gue bakal berusaha yang terbaik buat pertandingan ini, Rum. Lo tenang aja,” ucapnya.

Arumi terlihat tak setuju dengan apa yang diucapkan oleh Mika, tapi ia tak membantah apapun. Kapten tim mulai memanggil anggotanya untuk berkumpul agar menyusun strategi. Arumi pun mengajak Mika mendekati teman-teman setim dan mendengarkan arahan dari Kapten tim mereka. Usai menjelaskan strategi penyerangan, Kapten tim pun mengajak para anggotanya untuk mengepalkan tangan mereka.

“Apapun yang terjadi, kita bakal berusaha sebaik yang kita bisa. Menang atau kalah, itu urusan belakangan. Inget, kita main basket karna kita suka main basket, menang itu cuma hadiah dan kalah juga cuma sebatas pengalaman. Setelah ini, gue harap kalian semua bakal nunjukin versi terbaik kalian karna kalian lagi main sama olahraga kesukaan kalian, paham?” Para anggota menganggukkan kepala mereka dan kemudian berteriak untuk saling menyemangati.

Panitia mulai meminta agar masing-masing tim untuk bersiap-siap. Mika langsung masuk ke lapangan dan mulai bersiap dalam posisinya. Sesekali ia melirik ke arah teman-teman dan keluarganya sebelum pertandingan dimulai. Mika tersenyum saat melihat Ayahnya memberikan jempol ke arahnya dan bagaimana adiknya menutup telinganya karena Nadira yang duduk di sampingnya heboh sendiri mungkin karena baru pertama kali menonton pertandingan basket. Aulia yang di samping Nadira hanya memutar bola matanya jengah dan kemudian mengangguk ke arah Mika seolah menyemangati gadis itu. Mika terkekeh kecil dan mengedarkan pandangannya ke arah Mahesa. Pemuda itu hanya duduk sambil tersenyum tipis dan mengangguk kecil ke arah Mika. Wajah gadis itu tanpa sadar merona dan segera disadarkan oleh suara bola yang dipantulkan.

Sekarang waktunya serius, Mik! Lo pasti bisa! Batin Mika bersemangat.

Mahesa di tempat duduknya hanya diam menyaksikan bagaimana pertandingan berjalan. Ia berangkat ke sini bersama Mahardika karena Maharani tak datang sebab Arya menolak datang. Akhirnya Maharani memilih belajar di rumah dan Mahesa saja yang berangkat. Awalnya Mahardika bingung kenapa adik bungsunya ini ingin datang ke tempat ramai seperti itu, bahkan orangtua mereka juga kebingungan, tapi Ayah mereka hanya berkata pada Mahardika untuk berangkat bersama Mahesa saja karena tujuannya sama. Mahardika akhirnya berangkat bersama adiknya ke sana dan langsung berpisah karena Mahardika harus berada di tempat panitia.

Mahesa tersenyum setiap kali Mika berhasil mencetak poin atau berhasil melewati lawan. Gadis itu sangat cepat dan lincah, itu menjadi salah satu keuntungan untuknya dalam bermain basket. Mika terlihat sangat berbeda dari yang biasanya dilihat oleh Mahesa. Mika di lapangan itu terlihat seperti Mika yang sangat serius dan bahagia, mungkinkah karena ia sedang berada di lingkungan nyamannya? Mika menyukai olahraga terutama basket. Mika yang sering Mahesa lihat di kelas adalah Mika yang kebingungan dan pasrah karena tak pernah cukup bagus dalam pelajaran, padahal Mahesa tahu kalau gadis itu sebenarnya pintar, hanya saja ia malas dan enggan serius.

Selama Mahesa bekerja di kelompok belajar Bahasa Inggris dengan Mika, Mahesa tahu kalau Mika akan cepat paham kalau dia memang menumpukkan perhatiannya dan menyukai apa yang sedang ia pelajari, hanya saja gadis itu memang tidak menyukai belajar apalagi hanya diam duduk membaca. Mika lebih suka berlari dan melakukan sesuatu yang membuatnya berkeringat. Mika menyukai saat pelajaran olahraga ketika Pak Danu menyuruh mereka lari mengelilingi lapangan sepak bola. Mika menyukai ketika mereka sedang melakukan praktek olahraga apapun, bahkan Mika suka ketika Pak Danu menawarkan untuk melakukan praktek renang walaupun akhirnya dibatalkan karena banyak siswa yang tidak bisa berenang.

Mahesa yang sedang melamunkan tentang Mika pun tiba-tiba tersadarkan karena seruan para penonton. Pemuda itu kembali memfokuskan perhatiannya kepada pertandingan dan mendapati tim basket Mika unggul beberapa poin daripada tim lawan. Mahesa bisa melihat bagaimana Mika mengusap keringat di wajahnya dan kemudian melakukan TOS bersama teman-teman setimnya. Satu hal yang baru disadari oleh Mahesa. Setiap kali Mika berhasil mencetak poin, ia akan tersenyum lebar dan mengepalkan tangannya ke arah teman-temannya seolah-olah mengatakan bahwa ia berhasil. Mahesa tanpa sadar menyukai bagaimana bebasnya gadis itu berekspresi. Mika bahkan akan menurunkan bahunya lesu ketika tim lawan berhasil mencetak poin dan kemudian langsung menyemangati teman-temannya.

“Ekhem.”

Mahesa menoleh dan mendapati Abian berjalan untuk duduk di sampingnya. Mahesa hanya menatapnya sejenak sebelum akhirnya kembali fokus ke pertandingan. Abian yang melihat itu hanya tersenyum geli.

“Gue ketemu lo di sini, apa itu pertanda bagus?” ucap Abian. Mahesa menoleh dan menatap pemuda itu dengan tatapan jengkel.

“Sendirian? Enggak bareng Arya atau kakak lo?” tanya Abian lagi. Mahesa menjawab, “bareng abang gue.”

Abian menautkan alisnya heran, “oh? Abang lo ngapain ke sini?” tanyanya. Mahesa menunjuk sosok Mahardika yang sedang duduk dekat para panitia lainnnya. Abian mengikuti arah pandangan Mahesa dan mendapati sosok yang sangat tampan dengan mata seperti Mahesa. “Abang lo panitia? Gue enggak nyangka,” ucapnya. Mahesa menatapnya dengan tatapan bertanya.

“Lo sama kakak cewek lo di sekolah keliatan agak pemilih dalam urusan bergaul, trus juga kayak ngehindarin tempat rame. Gue kira kakak cowok lo juga sama. Stereotip keluarga Adiputra, mungkin? Pinter dan enggak mau peduli sama sekitar. Ternyata kakak cowok lo malah lebih terlihat kayak social butterfly. Keliatan kayak ramah ke semua orang,” ucap Abian.

“Enggak semua,” ucap Mahesa. Abian mengangguk paham. Ia menawarkan makanan yang ia beli kepada Mahesa dan ditolak tanpa kata oleh Mahesa. Abian mengerutkan keningnya, “kenapa?” tanyanya.

“Alergi sukrosa,” jawab Mahesa.

Abian mengangguk paham, “gue baru tau ada alergi begituan. Jadi, lo anti gula pasir?” Mahesa mengangguk mengiyakan.

“Makan micin juga enggak?” tanya Abian lagi. Mahesa menatap Abian dengan tatapan risih. Ia kira Abian adalah salah satu orang yang cukup pendiam di kelas, ternyata Abian cukup berisik. Abian yang paham bahwa Mahesa merasa risih pun mengangguk dan mulai memakan makanannya sendiri. Keduanya kembali fokus ke pertandingan dan Abian tiba-tiba mengatakan sesuatu.

“Banyak orang yang mau temenan sama lo. Mungkin lo mikirnya mereka cuma mau nyari keuntungan doang temenan sama lo, tapi enggak semuanya gitu. Cara lo nerima Arya sebagai temen, bikin orang-orang yang pengen nyoba jadi temen lo kayak punya dorongan lagi buat nyoba deket sama lo, cuma ya mereka masih mikir kalo lo enggak suka karna lo suka natap orang-orang risih begitu.”

Mahesa tak menoleh, ia hanya menfokuskan pandangannya ke pertandingan, tapi ia masih mendengarkan Abian. Tak mendapati respon, Abian pun bangkit dan pergi meninggalkan Mahesa. Setelah memastikan Abian pergi, Mahesa menolehkan kepalanya dan menatap punggung Abian yang berlalu pergi. Pemuda itu kembali mengalihkan pandangannya dan menatap Mika yang terlihat begitu bahagia setelah bisa mencetak poin lagi. Gadis itu tersenyum senang dan memeluk teman setimnya yang berada paling dekat dengannya.

Mika mengedarkan pandangannya ke tribun penonton dan tak sengaja bertemu pandang dengan Mahesa. Gadis itu tersenyum manis dan kemudian kembali fokus pada pertandingan. Mahesa menarik sudut bibirnya untuk membentuk senyuman kecil.

Dia sebahagia itu punya banyak teman. Batin Mahesa.

Mahesa mengambil ponselnya dari saku celananya dan kemudian mengirimkan pesan kepada Arya. Butuh waktu sekitar semenit sebelum akhirnya Arya membalas pesannya. Mahesa menanyakan apa yang sedang Arya lakukan dan Arya membalas apakah Mahesa sudah gila? Arya jelas bingung karena tak biasanya Mahesa basa-basi seperti itu.

Mahesa menyimpan kembali ponselnya dan menatap Mika lagi. Gadis itu kembali mendribble bola dan mencoba melewati lawan ...

Dia cantik. Batin Mahesa memuji paras Mika.

... hingga akhirnya Mika berhasil kembali mencetak poin dan gadis itu tersenyum senang. Timnya menang dan maju ke babak selanjutnya. Mika langsung berlari menerjang teman-teman setimnya dan mereka bersorak gembira. Mahesa yang melihat itu tanpa sadar tersenyum, kali ini benar-benar tersenyum, bukan hanya senyum tipis seperti yang biasa ia tunjukkan. Ia benar-benar tersenyum.

°•° to be continued °•°

[END] Foolish Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang