16. Bad Liar

2K 336 154
                                    

Semula, Jervis berencana membawa Leah ke rumah di ujung Kota, rumah yang Jervis beli dengan Nathan tanpa sepengetahuan Dominic. Namun, di tengah perjalanan, Leah menawarkan rumahnya untuk jadi tempat mereka menetap sementara. Karena Cordelia sulung tampak antusias dan sangat gamblang tunjukkan tatapan penuh harap kala ajukan inisiatif tersebut, Jervis tak pikir panjang mengiyakan.

Pada pertengahan hari, kendaraan yang dikemudikan Jervis memasuki garasi milik keluarga Leah. Bangunan yang terletak di tengah Kota. Rumah dua tingkat dengan desain eksterior klasik, mengingatkan Jervis dengan bangunan-bangunan yang ada di distrik tiga Belleza. Jervis sedikit terkejut mendapati desain semacam itu masih bertahan di tengah-tengah gempuran model bangunan modern.

Begitu memasuki rumah, Leah yang di sepanjang jalan terus berceloteh langsung naik ke lantai dua, menuju kamarnya. Dan Jervis dipersilakan oleh Leah untuk melakukan apa pun, sesuka lelaki itu. Anggap saja rumah sendiri. Maka ketika Leah beristirahat, Jervis berusaha menghubungi sang adik. Akan tetapi nomor Nathan mendadak tidak aktif, jadi ia pergi membersihkan diri dan kemudian menyelami alam mimpi. Kamar yang Jervis tempati adalah kepunyaan Lily, tetapi di dalamnya tak mencerminkan kamar milik seorang perempuan. Warna hitam dan abu mendominasi, sangat akur dengan kepribadian Lily. Jervis jadi menebak-nebak, apa kamar Leah dipenuhi banyak boneka dan dindingnya bercatkan merah muda?

Mengingat tingkah Leah yang cukup girly—dan ceroboh sekali—Jervis kira perkiraannya akurat. Jervis tak perlu menebak-nebak, sebab nanti malam Jervis akan melihat ruangan tersebut.

Jam demi jam berlalu, Jervis tiba-tiba terjaga. Ia terkejut bisa tidur nyenyak di situasi seperti ini. Namun, sungguh, tidurnya kali ini lelap sekali hingga ia bermimpi. Mungkin faktor kelelahan, atau bisa juga karena ruangannya terasa nyaman, samar-samar Jervis membaui wangi khas Leah di sini.

Lelaki yang termenung di tepian ranjang itu, yang sedang menata kesadarannya pasca tertidur, lantas menengok jam di pergelangan tangan dan menemukan waktu sudah nyaris malam. Jervis pun beranjak keluar, niatnya mau ke dapur untuk minum, tetapi di ruang tengah ia mendapati Leah berbaring terlentang di sofa. Jervis mengurungkan niat dan ganti haluan kaki jadi menghampiri Leah.

Dua botol minuman keras di meja, yang mana satu dari botol tersebut sudah nyaris tandas isinya, sontak membuat Jervis mengernyit. Lelaki itu berjongkok di depan sofa hanya untuk mencermati wajah Leah lebih dekat. Jervis menghela napas samar sambil geleng-geleng kepala tatkala menyadari perempuan ini mabuk.

"Dia benar-benar sesuatu," komentar Jervis. "Tidak apa-apa, Leah. Aku di sini, jadi tidurlah dengan nyaman." Jemarinya mengelus rona merah di pipi Leah, berusaha menenangkan perempuan yang merengek dalam pejaman matanya itu. Namun, Leah malah meracau keras dan dibarengi kepala menggeleng samar. Jervis pun lekas menepuk-nepuk puncak kepala Leah, terus membisikinya bahwa ia akan berjaga sehingga Leah tidak perlu mencemaskan apa pun. Akan tetapi usaha Jervis justru bikin Leah terbangun. Jervis langsung siaga, tahu betul Leah akan berubah jadi gila saat kesadarannya dipengaruhi alkohol.

Dengan mata setengah terbuka, Leah bergerak sempoyongan mendudukkan diri, lalu memicing demi memperjelas pandangan. Begitu mengenali wajah Jervis, Leah seketika terkekeh. "Kau kenapa tampan sekali?" tanyanya sambil meraba-raba rahang Jervis.

Jervis diam, memperhatikan dengan sedikit senyum menggantung di sudut bibir. Demi Tuhan, Leah yang tengah tak waras seperti sekarang dua kali lipat lebih menggemaskan. Akan ia pastikan pemandangan ini hanya ia saja yang bisa melihatnya. Ya, akan.

"Mau tau tidak?" Leah tiba-tiba saja menekuk kedua kaki, lalu memeluk lutut dan menyandarkan dagunya di sana. Mata Leah yang sayu menyorot wajah Jervis dengan kedipan lambat. "Sebenarnya ... aku dan kau tidak benar-benar tidur bersama, Jervis."

[✓] E N I G M A Where stories live. Discover now