Bagian 3

5 4 3
                                    

*saran ezell baca dari awal yaa, soalnya ada yang ezel ubah walaupun sekecil biji toge

Selamat Membaca

Pagi di Jogja kini sangat bersahabat. Sejuknya pagi dan riuhnya perkotaan bagai harmoni menenangkan bagi Ghaisan. Kini dia sedang berjalan mengitari jalanan kota. Ia akan sarapan di salah satu warung sarapan pagi yang menyediakan sarapan lontong sayur khas Padang. Dulu dia selalu sarapan ini dengan Almarhumah Ibundanya.

Dipesannya sepiring lontong sayur dengan kerupuk merah diatasnya. Hanya melihatnya saja, beberapa memori terputar bagai kaset. Canda tawa yang sempat terukir kini hanya tinggal senyum kecut. Selalu berbisik, "Ghaisan ikhlas, Ghaisan udah ikhlas. Jangan gini." disetiap kedipan matanya.

Disantapnya sarapan itu dengan terpaksa. Ditelan dan semoga tercerna dengan baik.

"Yang ku rindu memori..."

Potongan lirik itu berhasil membuat Ghaisan tambah terenyuh. Cepat-cepat dia habiskan sarapan itu. Tanpa selera. Membayar lalu pergi.

Diperjalanan pulang, dia tidak sengaja bertemu dengan Zoya. "Perempuan ini lagi." gumamnya sembari menggerutu.

"Pagi, San!" sapa Zoya semangat dengan sebuah senyuman tulus.

Hanya dibalas senyuman lalu anggukan. Tanpa menampakkan wajahnya sedikit pun. Karena dia tau, jika dia mendongak, wajah merah akibat menahan tangisnya akan terlihat.

Ghaisan bukan anak cengeng. Dia tidak menangis kecuali semesta sudah menyuruhnya. Setelah dia rasa semesta begitu keterlaluan terhadapnya, dan tidak ada sedikitpun kebahagiaan lagi yang menyelimutinya, disitulah semua pertahanannya akan runtuh. Menangis sejadi-jadinya sendiri. Memeluk erat kedua lutut sebagai teman. Bantal sebagai pelampiasan. Dan akhirnya obat-obatan yang menenangkannya.

Di satu sisi, Zoya menggerutuki kebodohannya yang masih saja mencoba akrab dengan si kulkas. Tapi di sisi lain, Zoya merasa ada yang janggal dari Ghaisan. Karena, sekalipun Ghaisan menolak ucapannya, pastinya Ghaisan menegakkan kepalanya. Tapi kali ini, Ghaisan melakukan yang sebaliknya. Kamu belum tau saja Zoya...

&&&

Kini Zoya kembali ke rumah dengan dua bungkus bubur ayam yang di belinya di samping gerobak penjual lontong sayur tempat dimana Ghaisan sarapan tadi. Zoya kurang suka lontong sayur, katanya terlalu pedas.

Sepanjang jalan dipikirannya hanya Ghaisan. Cara menunduknya tadi terlalu banyak arti yang berbelit-belit.

Saat sudah sampai didepan gerbang, dia menatap ke rumah bekas ekspedisi nya beberapa hari yang lalu. "Demi apapun gue penasaran sama penghuni rumah ini. Kapan ya mereka tibanya?" gumamnya sendiri. Terbesit di benak Zoya untuk mengetuk pintu rumah itu. Namun digeleng kuat saat tau apa nanti akibatnya. Akhirnya Zoya masuk dengan berbagai rasa penasaran yang menghantui kepalanya.

"Assalamualaikum. Al, ni bubur lo ni." teriak Zoya dari ambang pintu.

"Iya, letak aja dimeja. Gue lagi nyuci sepatu." saut Alister dari belakang.

Zoya menghempas badannya ke sofa abu-abu yang sangat empuk itu. Menghembuskan kasar nafasnya udara.

"Adek." suara Bunda mengalihkan perhatian Zoya.

Aksara Ghaisan Where stories live. Discover now