[mula-mula]

17 2 0
                                    

[mula-mula]

Perempuan dengan rambut yang diikat ekor kuda itu langsung berlari ke luar rumah dan berjongkok di depan pagar. Tangan kecilnya ia gunakan untuk menutup kedua telinganya, berusaha menulikan telinga atas apa yang lagi-lagi terjadi di rumahnya. Teriakan orang dewasa, bunyi pecahan kaca, dan barang yang dibanting seolah-olah menjadi makanan yang rutin ia konsumsi setiap hari.

Ia makin menekan kedua telinga ketika teriakan orang tuanya terdengar. Matanya pun terpejam. Memikirkan sekacau apa keadaan di dalam rumah sampai-sampai tiap kata yang dilontarkan kedua orang tuanya terdengar sampai ke luar.

Segala hal yang sering ia saksikan di rumah membuat kepala kecilnya berpikir bahwa orang-orang dewasa pasti selalu mengeraskan suara ketika berbicara. Jika sedang emosi, membanting barang atau melempar vas bunga adalah hal yang wajar saja dilakukan. Dan ia menyimpulkan, setiap rumah pasti selalu ribut seperti rumahnya.

"Resti? Kenapa di sini?"

Mendengar namanya disebut, perempuan itu mendongak. Mendapati seorang laki-laki yang lebih tinggi darinya sedang menatapnya dengan tatapan bingung. Bagaimana tidak, ini adalah siang hari yang cukup terik dan Resti malah berjongkok di depan pagar tanpa alas kaki.

Melihat laki-laki itu masih mengenakan seragam putih biru lengkap dengan sepatunya, Resti malah bertanya, "Mas Dana baru pulang sekolah, ya?"

Dana mengangguk. "Kamu kenapa jongkok-jongkok di depan rumah begini? Sana, masuk! Nanti diculik orang jahat."

"Diculik?" Mata Resti mengerjap. Kepalanya memikirkan sesuatu. "Aku mau diculik aja. Nggak apa-apa."

"Hush," ucap Dana cepat. "Jangan ngawur ngomongnya, nanti kejadian!"

"Mas Dana," panggil Resti. "Rumah Mas Dana ... berisik nggak? Di rumah Mas Dana, orang-orang semuanya teriak nggak?"

Pertanyaan Resti membuat Dana terdiam. Dana memperhatikan perempuan yang masih berjongkok itu, lalu teringat pada berita yang ia dengar dari tetangga-tetangga yang lain. Berita yang sudah bisa ia pahami. Berita tentang keluarga Resti. Berita yang perlahan membuat kepalanya menemukan alasan perempuan kecil itu berjongkok di depan rumah.

Dana menghela napas. "Kamu mau main ke rumahku?" tawar Dana pada akhirnya.

"Boleh?" tanya Resti memastikan.

Dana mengangguk. "Ayo! Kebetulan sepupu perempuanku dateng dari Jakarta. Nanti kamu bisa main sama dia." Setelah mengatakan itu, Dana mengulurkan tangan. Ia bermaksud membantu perempuan itu bangkit berdiri.

Resti, tanpa berpikir dua kali, menyambut uluran tangan Dana.

Jangan Rusak LagiWhere stories live. Discover now