Chapter 47 : Pertarungan di Kuil Giok

9 2 0
                                    

Bai Suzhen dan Xuxian berguling di tanah ketika mereka berdua saling merangkul dan menghindari serangan Hei Suzhen. Belum sempat Xuxian membaca keadaan, Bai Suzhen sudah lebih dulu bangkit dan dengan kedua tangan, ia memblokir serangan Hei Suzhen dengan tangan kosong. Xuxian meraih payung, langsung sadar.

"Guru..." di bibirnya, bayangan Lei Hexia bersama para pendeta yang lain mati di tangan Hei Suzhen. Itu juga mungkin yang membuat keadaan di sekitar kuil jadi lebih sepi. Tadi, sebelum Bai Suzhen datang, di depan halaman aula kuil, Bai Suzhen sudah tahu apa yang Hei Suzhen lakukan di sini.

Beberapa hari yang lalu, ketika Hei Suzhen terkena luka dalam oleh kekuatan Cahaya Roh, ia memulihkan tenaga dan mencari tempat paling jauh dan paling aman. Ia teringat Kuil Giok, tempat pendeta bodoh itu dibunuhnya. Semua orang di sekitar Kuil Giok juga sedang berduka, mereka tidak awas dalam penjagaan seperti biasa.

Dengan taktik licik, Hei Suzhen pun menghabisi para penjaga pendeta di sekitar gerbang kuil dengan menggunakan ilmu kesesatan dan meratakan semua orang hingga menjadi abu. Menyisakan kekosongan yang menyayat hati Xuxian. Tanpa sadar, bayangan Hei Suzhen membunuh seluruh pendeta di kuil membuat tangan Xuxian mengepal. Emosi menggulung dalam dadanya, bercampur dengan rasa bersalah yang kian menggunung.

Belum sempat aku berhasil menjadi anak yang baik untuk ayah, tapi kini para pendeta di kuil sudah lebih dulu kukecewakan karena aku diam saja. Ini semua salahku, gumam Xuxian dengan hati tercabik-cabik. Tanpa terasa, matanya panas, sesuatu terasa menusuk belakang matanya. Air mata menggenang, bersamaan suara Bai Suzhen berseru ketika tubuhnya melayang dan menubruk pilar besar di Taman Doa.

Xuxian bangkit dan tersadar. Hei Suzhen mengangkat satu tangannya, dengan mudah mendorong Bai Suzhen yang sedari tadi mengajak bertarung jarak dekat.

"Kakak, jangan bodoh. Kau tidak perlu menyia-nyiakan nyawa manusiamu untuk Cahaya Roh. Tidak ada yang bisa menghalangi aku dan Guru lagi. Setelah kami mendapat Pusaka Iblis dan Cahaya Roh, maka dunia mortal akan hancur, jasad manusia akan memenuhi energi kekosongan kami. Bersamaan dengan itu, bakal menjadi hari yang tepat untuk membunuh Shanqi." Tangan Hei Suzhen membentuk cakar. Dari jarak jauh, ia mengendalikan Bai Suzhen, menjerat lehernya hingga napasnya terputus-putus.

"Xiao Hei... ingatlah, kau hanya dimanfaatkan... oleh Guru... kau... kehilangan kebebasanmu... kau kehilangan... apa yang ingin kau lakukan... Xiao Hei, jangan terpengaruh..." Bai Suzhen berujar susah payah. Namun alis Hei Suzhen semakin tajam, ia mencengkeram makin erat. Mulut Bai Suzhen megap-megap, meminta pertolongan. Xuxian segera lompat ke depan, menghunuskan pedang ke muka. Hei Suzhen membeliak, ia memutuskan kendali dan bergerak mundur. Matanya menyala ungu lagi. Ia menyeringai.

"Walaupun Cahaya Roh melindungimu, tapi Pusaka Iblis ada dalam kendaliku."

Xuxian mengirim sinar samar ke arah Bai Suzhen, memindahkannya ke tempat yang aman di balik pilar besar.

"Darimana kau tahu kalau Pusaka Iblis ada di jantungku?" tanya Xuxian sambil mengangkat pedang, bersiap.

Hei Suzhen berdiri santai seolah ia memiliki kendali atas kemenangan. Xuxian tidak pernah turun langsung menghadapi pertarungan dengan iblis yang sebenarnya. Selama ini ia hanya bermain dan sibuk mengurus orang-orang di kota. Ketika berhadapan langsung dengan Hei Suzhen yang memiliki kekuatan besar dan pancaran mata berwarna ungu yang menyeramkan, ia sejujurnya gemetar. Ragu kalau dirinya bisa mencegah apapun yang hendak Hei Suzhen lakukan.

"Kau berharap aku memberitahumu seperti kau memberitahu kakakku soal dirimu yang menyedihkan itu?" Hei Suzhen mendecih remeh. Senyumnya menyungging penuh cemooh. Membuat hati Xuxian semakin tergores, menggunungkan amarah yang kian menjadi-jadi. Meski dirinya marah, ia tetap memasang wajah tenang. Mengendalikan pikiran dan emosi dalam kekuatannya.

Romance Between the White Snake and the PrinceWhere stories live. Discover now