Fast Pace (5)

60 11 0
                                    

Seungcheol kembali ke rumah menjelang pukul sebelas malam. Lampu ruang tamu telah dimatikan, pintu depan telah dikunci. Dengan hati-hati ia menutup kembali pintu depan dan menyalakan lampu ruang tamu. Kaki-kakinya yang panjang melangkah menuju dapur. Diatas meja makan terdapat satu piring kosong dan satu piring lainnya berisi nasi, beberapa potong daging, dan juga sayuran hijau. Hatinya mencelos.

Ia memindahkan makan malamnya dari piring ke kotak makan lalu menaruhnya ke dalam kulkas.

Masih dengan berhati-hati tidak membuat suara apapun, Seungcheol melangkah masuk ke dalam kamar tidur. Lampu kamar yang dimatikan menandakan Jeonghan sudah tidur lebih dulu.

Seungcheol melepaskan pakaian kotornya dan menaruhnya di keranjang baju kotor di depan pintu kamar mandi. Yang ia butuhkan hanya membilas diri, lalu pergi tidur secepatnya.

Begitu ia selesai, ia mengambil pakaian tidur dari dalam lemari dan bergabung dengan Jeonghan diatas ranjang.

Jeonghan tertidur cukup pulas malam itu menurutnya. Ia tertidur seperti bayi, deru napasnya terdengar teratur. Seungcheol menatapnya, melarikan jemari tangannya yang panjang di tulang pipi Jeonghan.

Kerutan muncul di kening Jeonghan. Perlahan ia membuka kelopak mata. Begitu tatapannya terpaku pada Seungcheol sepenuhnya, ia tersenyum. "Hai..." Ucapnya dengan suara serak.

Seungcheol balas tersenyum. "Hai..."

"Kau baru pulang?!"

Lagi dan lagi, rasa bersalah menyelinap ke dalam hati Seungcheol. Ia mengangguk, kembali membelai tulang pipi Jeonghan.

Dan Jeonghan kembali tersenyum. Meskipun untuk pertama kalinya, Seungcheol tidak melihat senyumnya mencapai mata kekasihnya itu.

Keduanya diam, yang terdengar hanya detak jarum jam. Belasan menit yang terasa hingga puluhan pun terlewati.

Jeonghan membenarkan posisi tubuhnya, tatapannya kali ini beralih pada langit-langit kamar. Kerutan kembali muncul di keningnya. Seungcheol ingin bertanya apa yang mengganggu pikirannya, apa yang ada di dalam pikiran kekasihnya, tapi lidahnya terlalu kelu.

"Seungcheol..."

Seungcheol memberi tanda bahwa ia mendengarkan. Tatapannya jatuh sepenuhnya pada Jeonghan yang masih menatap langit-langit kamar. Raut wajahnya tidak terbaca. Kemudian, dengan tiba-tiba, kalimat tersebut meluncur keluar dari bibir Jeonghan. "Ayo kita berpisah..."

Deru napas Seungcheol terdengar beradu dengan detak jarum jam. Napasnya berubah menjadi lebih cepat. Bibirnya terkatup rapat selama beberapa saat sebelum ia menjawab, "Baby... aku lelah..."  ucapnya dengan suara serak.

Jeonghan mengerang. Ia memiringkan tubuhnya sedikit agar bisa kembali menatap Seungcheol. "Ayo kita berpisah,"  ulangnya.

"Bisa kita bicarakan ini besok?! Dalam kondisi yang jauh lebih baik?!"

Jeonghan menggeleng cepat. Untuk pertama kalinya juga, Seungcheol kehilangan sorot hangat di kedua iris cokelat madu milik Jeonghan.

"Ayo kita berpisah..."  ulang Jeonghan untuk ketiga kalinya. "Ayo kita berkencan untuk terakhir kali di akhir pekan nanti. dan setelah itu... ayo kita berpisah..."  ucap Jeonghan lagi, lebih mantap dari sebelumnya.

KUMPULAN SHORT STORIES SEVENTEENWhere stories live. Discover now