8. Calon

73 3 0
                                    

"Maksudnya 'Amin' tadi apa ya? Kenapa nggak nyangkal kalau kita emang bukan suami istri sih, Om?" tanya Clarissa menentang jawaban Leo tadinya.

"Saya bukan Om mu, jadi stop panggil seperti itu."

Bukannya menjawab masalah tadi, Leo malah mempermasalahkan panggilan yang disematkan Clarissa untuknya itu.

"Emang itu penting sekarang? Maksudnya apaan sih-"

"Rumahmu yang mana?" lagi-lagi Leo sengaja memotong ucapan Clarissa karena memang tak ingin memperdebatkan hal itu lagi.

"Blok L-14," ujarnya malas.

Sebenarnya Clarissa tak ingin menedebatkan hal apapun yang tidak bersangkutan dengannya. Namun persoalan tadi benar-benar membuatnya tak bisa tinggal diam karena sudah melewati batas yang seharusnya. Ditambah lagi Leo yang tidak menyangkal sama sekali membuat gadis 24 tahun itu sebal terhadapnya.

Tepat di depan rumah elit milik orang tua Clarissa itu Leo menghentikan mobilnya. Ternyata dari kejauhan ia bisa melihat jika di dalam sana ada seorang pria juga wanita paruh baya sedang duduk berbincang di teras seakan tengah menunggu sesuatu.

Dan benar saja, mereka sontak bangkit dari duduknya saat tahu ada sebuah mobil yang berhenti tepat di depan gerbang rumah mereka.

"Ck, mama sama papa ngapain nunggu di luar sih?" gumam Clarissa sembari repot melepaskan seat beltnya.

"Biar saya bawakan," tawar Leo dengan mengambil kantong belanjaan milik Clarissa itu.

"Eh mau ngapain lagi? Nggak, nggak usah. Nggak perlu repot-repot. Makasih udah dianter dan dibelanjain hari ini. Next time bakal gue bales," Clarissa mentah-mentah sembari mengamankan kantong belanjanya dari Leo.

Ia benar-benar takut jika Leo akan turun dari mobil dan bertemu dengan kedua orang tuanya. Bisa-bisa mereka akan berpikiran jauh dan menduga jika Leo ada hubungan dengan dirinya. Itu tidak bisa terjadi.

Padahal Leo tidak bermaksud untuk demikian, ia hanya ingin menyapa dan memberikan salam pada mereka sebelum pergi meninggalkan rumah Clarissa. Karena rasanya tidak pantas jika ia tiba-tiba pergi begitu saja di saat tahu jika ada kedua orang tua yang menunggu kepulangan anaknya di depan rumah tanpa pamit meski ia hanya sekadar mengantarkannya pulang saja.

Namun karena sadar diri dan tak ingin memaksa apapun, Leo hanya menganggukkan kepala dan urung turun dari mobil untuk memberi salam kedua orang tua Clarissa tersebut. Lagipula mereka juga tak begitu akrab, jadi ia pikir tak ada salahnya jika dirinya harus bersikap cuek.

Setelah tugasnya mengantarkan Clarissa sampai ke rumah selesai, Leo pun langsung pergi meninggalkan pelataran kompleks perumahan itu secepatnya. Sedangkan Clarissa sendiri harus mendapatkan banyak pertanyaan dari orang tuanya lebih dulu sebelum ia bisa pergi menuju ke kamar.

"Kata Kenan tadi mobilmu bocor, barusan diantar sama siapa, Ca?" tanya Salman yang tak lain adalah ayah kandungnya Clarissa.

"Iya, kenapa baru pulang jam segini? Kamu dari mana aja?" imbuh Sania yang sudah cemas dengan kondisi putri tunggalnya itu sejak tadi.

"Tadi aku naik grab kok, Pa, Ma. Dan karena tadi macet panjang di jalan jadi baru sampe rumah sekarang," katanya yang beralibi akan kebenaran yang sesungguhnya.

"Ya ampun, lain kali kabari mama kalau kamu dalam masalah. Biar bisa kami jemput. Kamu ditelepon daritadi nggak ada jawaban sama sekali."

"Maaf, Ma. Aku lupa isi kuota, dan kebetulan batreku juga abis di jalan. Jadi nggak bisa kabarin mama sama papa," akunya.

"Ya udah kalau gitu kamu masuk sekarang. Kita makan malem bareng setelah ini."

"Iya, Ma."

Saat Clarissa sudah bernapas lega karena bisa terbebas dari banyak pertanyaan yang lainnya, tiba-tiba Salman berucap membuat langkah kakinya harus terhenti lagi. Ternyata ada sesuatu yang mengganjal dalam benak beliau yang belum terjawab.

Terpaksa NikahTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon