39. Keseriusan Leo

40 2 1
                                    

Clarissa tak tahu apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Leo sampai ia bisa berpikiran seperti itu. Padahal tak ada sekalipun niatnya untuk berpikir sejauh yang pria itu duga. Apalagi dengan calon adik iparnya sendiri. Ia tak serendah dan semudah itu.

Bahkan sejak pertama kali pertemuan dan perkenalannya dengan William, Leo selalu over protect dan sinis setiap kali ia berbicara atau sekedar menyapanya saja waktu sang empu menjenguk Liam setelah mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu. Awalnya ia pikir Leo memang sifat yang mudah cemburu, namun semakin diperhatikan ternyata ada sesuatu yang sedang ditutupi olehnya, mungkin.

"Kamu pulang aja kalau ngantuk. Istirahat di rumah, biar besok interview nya maksimal."

Leo tahu jika Clarissa sudah sangat lelah karena sudah menemaninya di rumah sakit sejak tadi siang hingga menjelang malam seperti ini. Padahal pria itu sudah melarangnya untuk sering datang karena tak ingin membuatnya kerepotan dan kelelahan, namun Clarissa sendiri tetap bersikeras dengan keinginannya itu untuk datang ke sana.

"Tapi barusan tante Rani pulang nganterin Liam. Aku di sini aja dulu sampai tante balik."

"Saya tidak masalah di sini sendirian, Sa. Kondisi saya juga sudah jauh lebih baik sekarang, kamu istirahat saja di rumah."

"Iya nanti aku pasti pulang kok, nggak usah disuruh. Tapi sekarang aku masih mau di sini, jangan ngusir."

Kegigihan Clarissa tak bisa dipaksakan lagi oleh Leo. Alhasil ia pun membiarkannya tetap berada di sana menemaninya, meski hanya saling terdiam dan sesekali mengobrol saja.

"Om?"

"Hmm?"

"Aku mau tanya, tapi jawab yang jujur dan jelasin semuanya."

"Kamu mau tanya soal apa?"

"Janji dulu, jawab yang jujur."

"Saya usahakan."

"Ck, gak mau. Harus iya."

"Iya, Clarissa. Saya janji."

"Om yakin kan buat nerusin perjodohan ini?"

"Tentu saja. Memangnya usaha saya kemarin masih buat kamu ragu?"

"Tapi kenapa bisa secepet itu? Kita bahkan baru kenal. Beberapa minggu lalu, kita belum saling kenal jauh dan belum pernah pacaran juga. Tapi kenapa yakin banget buat nikah?"

"Saya tidak butuh pacar, Sa. Tapi yang saya butuhkan adalah seorang istri untuk bisa hidup dengan saya sampai akhir hayat. Dan semua yang saya lakukan untuk kamu akhir-akhir ini adalah bentuk keseriusan saya dalam melanjutkan hubungan kita."

"Dan kata siapa kita belum kenal? Saya sudah banyak mencari tahu semua hal tentang kamu dari orang tua dan juga kakak sepupumu itu, tanpa sepengetahuan kamu. Kamu juga sudah mengenal saya, buktinya kamu tahu siapa Hani dan bagaimana masa lalu kami waktu itu. Tidak ada lagi yang saya sembunyikan dari kamu-"

"Soal Liam? Kenapa bisa berpikir kalau aku bakal berkhianat sama dia?" potong Clarissa cepat.

"Saya tidak bermaksud untuk berpikir seperti itu tentang kamu. Hanya saja saya takut jika masa itu terulang lagi."

"Aku pusing. Aku selalu bingung sama sikap Om yang kadang berubah-ubah. Aku nggak bisa mahamin semua ini."

"Kamu tidak harus memahami semuanya. Cukup tahu jika saya serius dan ingin menjadikanmu prioritas saya itu sudah lebih dari cukup."

Lihat, di saat Clarissa berusaha untuk mengerti dengan situasi di antara mereka, Leo tidak ingin menjelaskan to the point. Semua ini terlalu rumit dan bertele-tele untuk dipahami olehnya.

"Dan saya juga tidak peduli dengan bagaimana kamu di masa lalu, yang terpenting di masa sekarang dan juga masa depan saya akan berusaha mengukir kisah dengan indah supaya bisa menjadi cerita terbaik dalam hidupmu."

Clarissa sempat tertegun beberapa saat sebelum kembali mengutarakan pertanyaannya sekali lagi. Ia mulai terbiasa dengan kata-kata manis yang kerap kali diucapkan oleh pria itu.

"Sekalipun aku nggak bisa cinta sama Om?"

Leo tersenyum miring dengan helaan napas panjangnya kemudian.

"Bukan tidak bisa, tapi belum. Karena jika kamu bersedia menerima saya sepenuh hati, maka saya akan berusaha sendiri untuk membuat kamu juga mencintai saya."

"Juga? Maksudnya-"

"Saya mencintai kamu, Clarissa."

***

Semenjak pernyataan Leo kemarin, Clarissa jadi kepikiran hingga detik ini juga. Bahkan ia sampai tak fokus untuk melakukan interview tadinya, jika saja tak ditegur karena banyaknya miskomunikasi. Bahkan rasa deg-degan karena takut gagalnya interview tak lagi dirasakan sejak bercampur aduk dengan pikirannya yang lain.

"Kamu kenapa malah ngelamun aja daritadi? Makan dulu itu, keburu dingin nantinya," ujar Sania karena Clarissa sama sekali belum menyentuh makanannya sejak tadi.

"Ma."

"Kenapa?"

"Tanpa sepengetahuanku selama ini, Leo udah banyak tanya soal apa aja sama mama?"

Perempuan paruh baya tersebut mengusap ujung bibirnya dengan lap bersih setelah suapan terakhirnya tandas.

"Tumben kamu tanya soal itu?"

"Aku pengen tau."

"Pengen tau atau udah penasaran sama Leo?"

"Jangan-jangan kamu udah punya rasa sama dia ya?" lanjut beliau kemudian.

"Maa, aku serius."

Sania terkekeh pelan melihat raut wajah putrinya itu sedikit malu dan salah tingkah.

"Banyak hal tentang kamu yang ingin dia ketahui, bahkan dari segi hal yang sepele aja dia tanyakan sama mama. Contohnya warna kesukaan kamu apa, dan juga makanan apa aja yang bikin kamu alergi."

"Kapan dia tanya-tanya soal itu sama mama?"

"Mama lupa kapannya, yang jelas dia sering datang ke rumah pas kamu nggak ada. Dia juga selalu tanya kabar soal kamu ke mama."

"Kok mama nggak pernah cerita apa-apa sama aku?"

"Ya kamunya nggak nanya."

Clarissa menghela dengan raut wajah sebal karena merasa dicurangi oleh ibunya sendiri. Padahal ia sering kali meminta pendapat ataupun saran kepada beliau setiap kali merasa pusing dengan urusan perjodohan dengan Leo.

"Minggu depan keluarga Leo bakal dateng ke sini buat nentuin tanggal dan semua persiapan pernikahan kalian. Jadi jangan alesan lagi buat ngehindar atau sibuk dan lain-lain, kamu udah setuju dan harus nepatin ucapan kamu sendiri."

"Minggu depan? Kenapa buru-buru banget Ma?"

"Buru-buru darimananya? Kalian berdua udah sepakat pertama kali sejak 2 bulan lalu, Ca. Dan terakhir kali kamu dilamar sama Leo juga udah clear kan? Jadi selama ini apa namanya?"

"Tapi Ma-"

"Jangan buat Leo menyesal karena udah nolongin kamu waktu itu, Ca. Dan dia udah banyak nerima kekecewaan yang kamu buat tapi gak ada nyerah sama sekali. Seharusnya kamu bisa lihat semua usahanya selama ini, dia baik dan selalu peduli sama kamu. Jangan tutup mata dengan sikap dan perasaan Leo yang terus berusaha buat kamu nerima dia," selat Sania karena sudah tak lagi ingin Clarissa menyia-nyiakan pria setulus Leo.

Meskipun suaminya dan Bagas sebagai orang tua terpaksa menjodohkan keduanya, Sania tetap bisa merasakan kesungguhan dan rasa tulus dari setiap usaha Leo untuk Clarissa selama ini.

"Mulai sekarang jangan lari lagi dari kenyataan. Lupakan semua bayang-bayang masa lalu kamu. Masih ada kehidupan di masa depan yang harus kamu jalani dengan baik. Dan mama sama papa sebagai orang tua kamu juga ingin kamu terus bahagia, meski nanti bukan karena kami."

Terpaksa NikahWhere stories live. Discover now