EPISODE 1

30 2 0
                                    

Pundak Lola merosot saat melihat perkembangan novel yang ia unggah di platform. Tak ada perubahan signifikan pada jumlah dibaca, apalagi jumlah vote. Apa yang salah dengan cerita yang ditulisnya? Padahal beberapa waktu lalu novel yang ditulisnya mendapat antusiasme tinggi dengan jumlah dibaca mencapai dua juta dan sekitar satu juta dua ratus vote. Beberapa karyanya bahkan berhasil terbit di penerbit mayor dan terpampang di toko-toko buku seluruh Indonesia. Lola juga sering mendapat pesan pujian di media sosial dari para penggemar novelnya.

Lola kembali membaca novelnya sekilas. Novel itu sudah selesai ditulis dan terpampang di platform langganannya, Lovestory.com, selama hampir setahun. Tapi ia hanya mendapat 4632 pembaca dan 1253 vote. Jauh kegemilangan yang pernah diraihnya selama sembilan tahun menjadi penulis. Apakah memang benar semua ada masanya? Apakah masa-masa emas itu sudah berakhir buat Lola? Tapi Lola tidak rela. Baginya, menulis bukan cuma hobi atau sampingan, melainkan juga identitas dan jati dirinya.

Potensi Lola sudah nampak sejak ia kecil. Lola adalah anak yang cenderung suka menyendiri dan malas berkawan dengan banyak orang atau main sana-sini. Sejak SD kelas 5 ia suka menghabiskan waktu di perpustakaan untuk membaca berbagai macam buku cerita. Saat SMP, Lola mulai menyukai cerita bergenre romansa, yang kemudian menjadi genre yang ia pilih untuk memulai tulisannya.

Cerita pertama yang ditulis Lola tidaklah bagus. Bahkan Lola malu sendiri membaca karya pertamanya. Alur ceritanya berantakan, gaya penulisannya agak alay dan tak ada sentuhan puitis, tidak bertema dan norak. Namun itu bukan alasan bagi Lola untuk berhenti menulis.

Sebuah ide muncul di kepalanya dan dituangkannya dalam sebuah cerita yang menjadi novel keduanya. Masih tanpa sentuhan puitis, tapi dengan gaya penulisan yang lebih baik dan alur cerita yang lebih matang. Lola yang percaya diri dengan cerita keduanya mencoba mengunggahnya di platform Lovestory.com.

Novel itu sempat menganggur dan membuat Lola pesimis akan bakatnya. Namun lama-kelamaan pembaca mulai bermunculan dan ia mendapat banyak vote. Mereka menyukai cerita komedi romantis Lola yang sederhana. Lola kembali bersemangat dan memulai cerita ketiganya yang bergenre drama romantis.
Novel ketiga Lola mendapat antusiasme yang cukup tinggi, walau tak setinggi novel keduanya. Akhirnya Lola mengerti bahwa kekuatannya adalah di genre komedi romantis. Ia pun lantas menulis novel keempatnya dengan genre komedi romantis. Cerita itu meledak dalam waktu singkat. Mendapat antusiasme tinggi hingga mendapat peringkat dan bertahan selama dua bulan. Melihat peluang itu, Lola pun segera mengirim karyanya ke penerbit dan ketika itulah debutnya sebagai penulis romansa dimulai.

Lola terus aktif menulis hingga ia kuliah. Terlebih kuliahnya bisa dibilang santai karena ia mengambil jurusan sesuai kehendaknya dan yang jelas tanpa hitung-hitungan. Jurusan Sastra Indonesia. Dengan kemampuannya merangkai dan mengurai kata-kata, semua mata kuliah dapat ia ikuti tanpa kesulitan yang berarti. Bahkan kemampuan menulisnya semakin terasah. Sementara itu, buku-buku karya Lola terus terpajang di toko-toko buku di seluruh penjuru negeri dan platform-platform penerbit buku digital.

Lola diterima bekerja di Starlight, salah satu perusahaan provider besar di Indonesia. Gaji dan benefit yang ditawarkan perusahaan itu menggiurkan, dan persaingan masuknya begitu ketat. Sebenarnya Lola melamar di divisi Marcomm, tapi ia justru diterima di divisi keuangan. Sangat tidak ada kaitannya dengan jurusannya saat kuliah, apalagi hobinya. Tapi apa boleh buat? Lola butuh uang untuk menyambung hidup dan mencari pekerjaan di ibukota bukan perkara mudah. Karir Lola bisa dibilang lancar, begitupun dengan aktivitas menulisnya. Jam kerja yang disiplin membuatnya lebih mudah membagi waktu antara bekerja dan menulis.

Hidup Lola begitu mulus, sampai akhirnya ia jatuh cinta. Lelaki itu bernama Bara, bekerja di perusahaan yang sama dengannya, hanya beda divisi saja. Mereka bertemu di kafe langganan Lola yang letaknya tak jauh dari kantor. Bara yang tampan, kalem dan cool begitu menarik perhatian Lola. Sama seperti dirinya, Bara juga langganan kafe itu. Kadang ia datang sendiri, kadang bersama teman-temannya.

Singkat cerita, mereka pun berkenalan dan mulai pacaran. Hidup Lola terasa begitu indah. Bara begitu baik dan penuh perhatian kepadanya. Lola begitu terbuai dalam kebahagiaannya hingga ia mulai malas menulis. Cinta di kenyataan terasa lebih indah dan membahagiakan dibanding hanya berkhayal dan menuangkannya dalam novel saja. Toh ia sudah punya pemasukan tetap dari pekerjaannya.

Sayangnya, Lola lupa bahwa cinta di kenyataan pun sakitnya lebih terasa apabila berjalan tidak sesuai keinginan. Bara yang dicintainya dengan tulus dan dipercayanya, bahkan Lola menggantungkan harapan akan masa depannya kepada Bara, mencampakannya begitu saja. Belakangan Lola baru tahu bahwa dirinya hanya pelarian saja. Bara sedang break dengan pacarnya dan menjadikan Lola pacarnya hanya supaya ia tidak kesepian. Ia kembali pada pacarnya setelah mencampakkan Lola.

Butuh waktu berbulan-bulan bagi Lola untuk menyembuhkan dirinya dari patah hati. Sibuknya pekerjaan, bahkan beberapa hari liburan keluar kota pun belum cukup untuk menyembuhkannya. Bara memang brengsek.

Frustasi, Lola pun pergi ke toko buku dan berniat menghamburkan uang di sana. Tempat favorit yang sudah lama tidak dikunjungi Lola gara-gara keasyikan pacaran dengan Bara. Ia membeli beberapa novel horor, romansa dan lanjutan serial petualangan kesukaannya. Lola merasa lebih baik setelah menghamburkan uang untuk membeli buku dan menenggelamkan lagi dirinya ke dalam cerita-cerita favoritnya.

Semangat menulis Lola pun kembali. Ceritanya bersama Bara memang berakhir menyakitkan, tapi ia pernah mengalami saat-saat manis dan menggemaskan. Boleh saja Lola rugi waktu dan tidak berakhir bersama Bara, tapi sebagai penulis ia bisa melihat peluang lain, Lola menemukan inspirasi. Bara adalah pacar pertamanya. Sebelum ini, Lola tak pernah menulis cerita tentang sebuag hubungan karena ia tidak tahu bagaimana rasanya punya hubungan sungguhan. Bahkan dalam kepahitan paling menyebalkan pun, Lola bisa menemukan hal baik untuk disyukuri.

Dengan bersemangat dan mengerahkan seluruh perasaannya, Lola mulai menulis lagi untuk pertama kalinya setelah hampir dua tahun. Namun sayangnya, entah karena Lola terlalu lama hiatus atau kurang mengetahui perubahan minat pembaca, novel Lola tidak lagi meledak seperti sebelum-sebelumnya. Rasanya hampir seperti Lola kembali mulai dari awal. Hanya sisa pembaca setia Lola, yang jumlahnya tidak terlalu banyak, yang mau mampir membaca karyanya.

"Apa gue pensiun aja ya? Apa udahan aja gue nggak usah nulis lagi? Buat apa nulis kalau nggak ada yang baca?" gumam Lola sedih sambil menatap layar laptopnya.

Kata orang kehidupan itu seperti roda yang berputar. Ada saatnya berada di atas, ada saatnya berada di bawah. Sepertinya pepatah itu benar dan mungkin roda kehidupan Lola saat ini sedang berada di bawah. Tapi bukankah sebelum ini roda kehidupan Lola memang sudah dibawah? Lalu mau sampai kapan roda kehidupannya betah ada di bawah?

***

Memories Cofee and EateryWhere stories live. Discover now