EPISODE 4

2 1 0
                                    

Tiga hari kemudian, revisi naskah serial dikirim. Lola cepat-cepat membacanya, ingin tahu bagaimana hasil ceritanya setelah campur tangan Dewa. Semoga saja ceritanya tidak berubah jadi annoying dan terlalu hard selling. Mengingat usulan Dewa cukup banyak waktu meeting sebelumnya, sementara Lola yang sudah nggak mood hanya ikut saja dan menanggapi seperlunya.

Wajah Lola serius dan mulutnya sibuk berkomat-kamit membaca naskah. Usulan sisipan promosi Dewa memang ditambahkan ke beberapa bagian cerita, namun hanya sebagian saja. Alur ceritanya masih terasa natural. Lola tersenyum puas. Dan tampaknya Dewa juga puas karena setengah jam kemudian ia membalas pesan di grup tersebut dan berkata proses produksi harus dimulai secepatnya. Ternyata Gio tidak bohong waktu bilang 'semua bisa diatur'. Dia dan timnya benar-benar melakukannya.

***

"Mau kemana lo?" tanya Ihsan saat melirik meja Lola dan melihat cewek itu sedang menulis surat cuti.

Dengan wajah belagu, Lola menjawab. "Gue mau syuting. Jadi, jangan ganggu cuti gue karena gue sibuk, oke?"

Ihsan berdecak dan geleng-geleng. "Gilee bukan main."

Begitu Gio membagikan rundown produksi, saat itu juga Lola langsung membuat surat cuti. Ia tak ingin melewatkan hari pertama syuting serial 'Memories Coffe and Eatery', walau nantinya ia tak bisa sepenuhnya ikut proses produksi. Terutama di jam kantor.

Bu Jenny yang mendengar cerita kesuksesan Lola langsung menyetujui ijin cuti Lola tanpa banyak bertanya. Bahkan akhir-akhir ini sikapnya melunak pada Lola.

Lola melanjutkan lagi kerjanya dengan tangan terkepal beberapa kali. Perasaannya penuh dengan ledakan kebahagiaan, dan entah bagaimana ia mendapat firasat bahwa setelah ini hidupnya akan penuh keseruan. Semoga ini bukan hanya perasaannya saja.

***

Tepat pukul enam pagi, pintu kamar kos Lola diketuk ibu kos yang memberitahukan bahwa ada orang menjemput Lola. Lola yang baru selesai mandi langsung kelabakan dibuatnya. Memang sih sebelumnya Lola sudah diberitahu bahwa syuting akan dimulai pukul delapan pagi dan ia akan dijemput salah satu tim driver pukul enam pagi. Lola tak menyangka ternyata mereka sangat tepat waktu.

Tak ada waktu untuk berdandan, Lola memilih menutupi wajahnya dengan masker. Ia buru-buru menyiapkan tas dan meninggalkan kamar kosnya.

Di dalam mobil, Lola membuka kembali tasnya, berniat melanjutkan dandan di dalam mobil.

"Aish, shit!" gumam Lola kesal.

Driver yang peka langsung menoleh. "Ada apa, Bu?"

"Tas make up saya ketinggalan, Pak."

"Yah, tadi buru-buru ya, Bu? Apa mau ambil dulu?" tawar driver itu.

"Nggak usah deh, Pak," tolak Lola nggak enak. Lagipula perjalanan mereka sudah cukup jauh. "Lanjut aja."

"Baik, Bu," kata Driver itu patuh.

Itu berarti seharian nanti Lola harus betah mengenakan masker karena tak mungkin ia menampakkan wajah gembelnya di muka umum.

"Kalau nggak nanti minta make up di ruang make up aja, Bu. Nggak apa-apa lah kalau buat make up darurat," usul Driver.

"Emang boleh, Pak?" Lola sangsi.

"Boleh aja, Bu."

Syukurlah kalau begitu. Lola hanya butuh make up secukupnya, sekadar membuatnya segar dan nggak pucat.

***

Mentari masih bersinar hangat, namun kesibukan di lokasi syuting sudah terasa. Memories Coffee and Eatery sudah ramai oleh kru syuting. Beberapa orang tampak mondar-mandir dengan membawa kamera, lampu, dan properti syuting. Kafe juga sudah ditata sedemikian rupa. Khusus hari ini, kafe hanya melayani take away.

Memories Cofee and EateryWhere stories live. Discover now