EPISODE 6

2 0 0
                                    

Akun Lovestory.co.id Lola tak pernah sepi dari pemberitahuan. Vote dan comments terus berdatangan dari para pembaca. Persis seperti saat Lola ada di puncak kejayaannya sebagai seorang penulis.

@malika356 : "Cerita yang sederhana, tapi bikin kesengsem!"

@ichaaaa : "Akhirnya nemu juga cerita comrom kayak gini huhuhu.... bikin lagi dong kak cerita kayak gini. Duuh gak sabar nunggu serialnya tayang"

@elvira222 : "Astaga Dewaaa huhuhu ada nggak ya tokoh Dewa di dunia nyata. Jadi penasaran siapa yang bakal peranin tokoh Dewa di serial nanti."

@anonymus : "What a nice story! Kasian banget Nessa :') untung ada pahlawan Dewa."

Dan masih banyak lagi komentar-komentar dari para pembaca 'Magical Coffee and Eatery'. Bahkan kepopuleran itu menular ke novel-novel Lola yang lain yang masih nampang di platform Lovestory.com. Comeback Lola kali ini berhasil. Apalagi setelah tim media sosial Gio mulai promosi, dan Lola juga Dewa diberi kebebasan untuk memposting ulang.
Wajah Lola yang biasanya datar dan serius, kini jadi lebih cerah dan berseri-seri layaknya orang jatuh cinta. Padahal hati Lola sedang kosong.

Tak bisa Lola pungkiri bahwa kesuksesannya kali ini tak lepas dari peran Dewa. Kalau bukan karena Dewa 'meminang' novelnya, mana bakal comeback Lola berhasil secepat ini? Lola merasakan betul betapa sulitnya membangun ulang popularitas setelah lama hiatus. Untuk itu Lola harus berterimakasih pada Dewa, walaupun Dewa ngeselin dan banyak mau.

***

Ini adalah kali ketiga ponsel Dewa berdering. Dua kali sebelumnya Dewa tidak menjawab telepon masuk karena ia sedang mandi.

"Halo," Dewa menyahut.

"Kebiasaan banget sih ditelepon susah?!" tanpa repot-repot menjawab 'halo' Dewa, si penelepon langsung menyembur.

"Gue lagi mandi. Nggak bisa apa sabar dikit?!" omel Dewa kesal.

"Halah, alibi aja. Biasanya juga lo susah gue telepon."

"Emang sih, lo berisik."

"Tuh kaaan!" Si Penelepon berteriak kesal.

Dewa tertawa tanpa suara. Bisa ia bayangkan muka cemberut adiknya yang sedang kesal.

"Ada apaan telepon-telepon?" Dewa mengaktifkan loudspeaker dan meletakkan teleponnya di nakas. Sementara ia mengeringkam rambutnya dengan handuk.

"Novel gue udah sampai belum?"

Dewa jadi teringat paket yang tiba di apartemennya dua hari lalu. Paket itu dari Intan, namun ia belum membukanya dan masih teronggok begitu saja di meja ruang tamu apartemennya tanpa ia tahu isinya apa. Mungkin itu novel yang dimaksud Intan.
"Udah."

Intan terdengar tertawa senang. "Mintain tanda tangan Kak Lola dong."

Dewa mengangkat alis tak percaya. Intan mau minta tanda tangan seorang Lola? Cewek agak gila yang nyiram dia itu?
"Males."

"Iih kok lo gitu sih?! Udah jauh-jauh gue kirim dari Jogja juga!" Intan merajuk lagi.

"Lo minta aja sendiri tanda tangannya. Atau lo kirim kek ke alamat dia. Ngapain ke gue?" sahut Dewa cuek seraya mengenakan kaos.

"Lo kan sering ketemu dia buat syuting. Lagian mana gue tahu alamat Kak Lola? Tolong yaa..." Intan memohon.

"Ya udah iyaaa..." kata Dewa ogah-ogahan. "Lagian kan artisnya gue, kenapa minta tanda tangannya ke Lola?"

"Masa? Emang lo artis?? Hahaha...." sekarang gantian Intan yang meledek kakaknya.

"Ini anak ya, nggak bersyukur banget punya kakak ganteng," gerutu Dewa. "Sebentar lagi juga gue terkenal. Teman-teman lo yang bakal titip lo minta tanda tangan gue."

"Huekk narsis! Ya udah ya, gue mau ngerjain tugas. Jangan lupa tanda tangan Kak Lola yaa... tengkyu Kakak sayaang!"

"Iya," jawab Dewa datar dan sambungan telepon pun terputus.

Usai mengenakan kaos oblong dan celana pendek, Dewa mengambil gunting dan menghampiri paket yang tergeletak di sudut apartemennya. Dengan hati-hati Dewa membuka bungkus paket yang rapi dan rapat itu dan tampaklah sebuah novel berjudul 'A Love So Beautiful' karya Lola Roseanne.

Oh, jadi itu cewek namanya Lola Roseanne. Lucu namanya, batin Dewa seraya meneliti novel Lola dengan senyum kecil di bibirnya. Novel itu tampaknya sudah lama karena kertasnya telah menguning, tapi berkat kecermatan Intan dalam merawatnya, novel itu masih baik. Dewa membuka halaman pertamanya dan benar saja, novel itu terbit tujuh tahun yang lalu.

Emang novelnya Lola sebagus itu sampai Intan ngefans sama penulisnya? pikir Dewa sambil membuka lembar demi lembar tanpa membacanya. Novel Lola yang ia tahu hanyalah 'Memories Coffee and Eatery', itu juga karena novel itu akan digunakan untuk kepentingan promosi kafenya dam Dewa membaca ceritanya melalui skrip. Dewa mengakui ia suka cerita novel itu. Sederhana dan mengasyikkan. Cocok untuk dijadikan series dan yang jelas cocok untuk promosi kafenya.

Lantas ingatan Dewa melayang pada sosok Lola yang baru dikenalnya dalam beberapa kali pertemuan. Awalnya Dewa membayangkan sosok Lola, si penulis novel, adalah cewek kutu buku. Berkacamata, rambut berponi, muka polos tanpa make up kecuali bedak tipis dan liptint, gaya berpakaian shabby chic, agak jaim serta punya raut 'muka pintar'. Tapi nyatanya sosok Lola kebalikan dari imajinasinya, kecuali rambut berponinya. Ia sama sekali tidak pakai kacamata dan wajahnya mengenakan make up layaknya perempuan pada umumnya, bukan make up asal-asalan ala kadarnya, juga bukan full flawless make up. Mukanya normal tanpa raut 'muka pintar', gaya pakaiannya kasual, dan bisa dibilang Lola nggak ada jaim-jaimnya, walaupun tidak juga terlalu banyak bicara. Well, cewek jaim akan cukup jaga sikap buat berantem sama Dewa, apalagi sampai nyiram mukanya gara-gara dibercandain. Dan diluar sana, Lola pasti tampak seperti budak corporate pada umumnya. Berangkat pagi pulang sore atau malam, berpenampilan rapi ala anak kantoran, ID card bergelantung di lehenya, bekerja di balik komputer dengan muka serius (since Lola orang keuangan) dan dikeramasi atasan.

Tapi kalau dipikir-pikir, mungkin nggak salah juga Intan mengidolakan sosok Lola. Bagaimanapun, Lola sudah lama berkecimpung di dunia seni sebagai penulis. Dewa yakin cewek itu terkenal di kalangan para pecinta novel dan sesama penulis. Walaupun begitu, kehidupan normal dan karir Lola tampak mulus tak terganggu. Entah bagaimana Lola membagi waktu dan menentukan prioritas. Beda dengan Dewa yang baru mulai melangkah menggapai cita-citanya di dunia seni.

Dewa menggeleng kecil, menyadarkan diri dari lamunannya. Kenapa dia jadi memikirkan Lola dan ikut-ikutan kagum sama cewek gila itu? Hmm tapi Dewa penasaran juga sama novel Lola, dan bagaimana gaya cewek itu dalam dunia khayalannya.
Dewa pun merebahkan diri di tempat tidurnya dan mulai membaca novel karya Lola itu. Sampai tanpa disadarinya malam semakin larut dan hari mulai berganti.

***

Gais maaf ya baru update... haah berat banget melawan rasa malas ini ya Allah
Mana setelah tangan gue sakit, gue lama nggak nulis dan jadi writing block. Belum lagi godaan drakor 😭😭
Sumpah ya, gue dulu belagu dan gasuka Koreaan, termasuk drakor wkwk... sekalinya nyobà, malah kecanduan. The real kemakan omongan sendiri (mamam ga tuh! 😂😈)

Btw karena ini tepat tanggal 31 Desember 2023, gue mau ngucapin HAPPY NEW YEAR 🥳🥳
Selamat memulai lembaran baru di 2024. Semoga kita semua diberi kesehatan, kebahagiaan, kemudahan dalam segala urusan menggapai cita-cita dan tentunya keberkahan.. aamiin
Sedikit saran, hidup udah berat, jadi jangan bikin resolusi yang berat2 ya gais :D
Sederhana aja, semampunya kita. Tetap jalani hidup dan bersemangaaattt!!! ^^

Salam

Lolita Alvianti

Memories Cofee and EateryNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ