EPISODE 5

2 0 0
                                    

Adegan Dewa di episode pertama tidak terlalu banyak dan bisa dibilang mudah karena cerita masih berfokus pada Nessa dan Keenan. Ia hanya muncul untuk adegan mengawasi kafe, menanyai staf dan memperhatikan Nessa sekilas. Selebihnya Dewa duduk di belakang kamera, memperhatikan jalannya syuting melalui monitor.

Dewa dan Gio beberapa kali mengomentari jalannya proses syuting. Mulai dari akting para pemeran, letak properti, dan detail lain. Diam-diam Lola kagum juga pada Dewa yang tampaknya mengerti dunia peraktingan dan kritis, seolah ia berpengalaman. Sementara Lola hanya melihat saja tanpa banyak berkomentar. Menurutnya jalan ceritanya masih sesuai dengan novel yang ditulisnya dan akting para pemerannya cukup bagus. Bagi Lola yang belum berpengalaman, itu saja sudah cukup.

Lola menoleh saat Dewa tiba-tiba saja menyodorkan segelas es kopi susu gula aren padanya. Ia memandang Dewa bertanya, ragu menerimanya.

"Biar nggak ngantuk," jawab Dewa.

"Gue nggak ngantuk," kata Lola.

"Dari tadi lo diam aja, entar tahu-tahu tidur lagi," kata Dewa sekenanya.

Lola menerima kopi itu. Memang sih ia tidak mengantuk, tapi Lola mulai membutuhkannya. Lola sudah lama kecanduan kopi sehingga tak pernah bisa melewatkan hari tanpa asupan kafein. Sehari saja tidak minum kopi, kepala Lola akan pusing seperti dipukuli. Dan saat ini kepalanya mulai berdenyut-denyut.

"Thanks," Lola mengaduk kopinya. "Gue cuma nggak tahu aja mau ngomong apa."

Dewa mengangguk-angguk dan menyesap kopinya sendiri. "Jujur aja gue kurang srek sama pemeran Keenan," gumam Dewa.

"Kenapa?" Lola kaget tiba-tiba Dewa bicara begitu. Memang apa yang salah sama Bagas? Dia tampan, perawakan oke punya, aktingnya juga bagus. Lelaki itu jelas cocok memerankan Keenan.

Dewa menelengkan kepala, menilai Bagas yang sedang berakting kenalan dengan Nessa. "Dia terlalu kelihatan nice. Mukanya terlalu innocent, anak baik-baik banget."

"Nggak juga ah," sanggah Lola. "Anak baik-baik dari mana? Dia keliatan mature kok, cocok jadi eksektif muda. Lagian Keenan kan ceritanya nggak brengsek, cuma perfeksionis aja."

"Tapi kan akhirnya Keenan brengsek. Ninggalin Nessa buat cewek lain yang dijodohin sama dia."

"Kan dijodohin, bukan kemauan Keenan sendiri." Kalau cara Keenan ninggalin Nessa persis kayak kenyataan gue, baru benar kalau Keenan kurang cocok, lanjut Lola dalam hati.

Dewa mengusap dagunya. "Sebenarnya lebih cocok gue yang meranin Keenan."

Lola menatap Dewa tak percaya. Orang ini narsisnya nggak ketulungan, nyebelin banget lagi. Lola jadi menyesal sudah diam-diam memuji Dewa, dua kali!

"Kalau lo ngerasa nggak cocok, kenapa nggak ngomong dari awal? Kan habis milih peran gue kirim ke lo dulu, nggak langsung ke grup."

Dewa mengangkat bahu dan bersandar santai. Aroma parfum Dewa yang lewat di hidung Lola tak lagi memukaunya. "Nggak ada pilihan lain. Gue lebih senang meranin Dewa, yang job dan namanya kayak gue. Sementara kandidat lain pemeran Keenan nggak lebih baik daripada Bagas. Jadi ya udah."

Ya udah jangan bacot makanya! Lola ngedumel dalam hati. Sedangkan di luar, ia hanya mendengus.

***

Makan siang yang dipesankan salah satu kru Gio agak terlambat datang. Lola yang tidak biasa makan siang setelah jam dua belas hampir menelan obat maag gara-gara asam lambungnya naik.

Semua kru dan pemeran makan siang bersama dalam satu meja. Pegawai kafe mengatur beberapa meja menjadi satu meja besar sehingga semua orang bisa berkumpul. Obrolan dan canda tawa meramaikan meja makan. Mereka menertawakan kejadian-kejadian lucu selama proses syuting. Terkadang Gio juga bercerita pengalaman lucu saat syuting untuk project-project lain.

Memories Cofee and EateryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang