Chapter 3: Gamble for the Jack

29 6 28
                                    

Segera Andrei menginjak pedal gas dalam-dalam. Berkali-kali pemuda itu membanting setir, berusaha menjatuhkan Arachnid yang telanjur menempel. Namun, monster laba-laba itu makin banyak bermunculan. Mereka berlompatan menyerbu hovercar, lalu menembakkan jaring-jaring yang memperlambat laju mobil.

Sialan, kalau begini terus, lama-lama mobil akan terperangkap! batin Mira. Gadis itu mencengkeram gagang cambuk dalam sakunya. Sekonyong-konyong, gadis itu menurunkan jendela. Dengan bertumpu pada kursi, ia keluarkan separuh badannya. Tangan kirinya bergelantungan pada tepi jendela, sedang tangan kanannya dibiarkan bebas.

"Mira! Apa yang kaulakukan? Itu berbahaya!" seru Andrei kaget.

"Jaga mobil ini tetap stabil! Akan kuhalau mereka semua," sahut Mira. Dari ujung jari, ia alirkan energi sihir ke sepanjang cambuk. Seketika, serat optik senjata itu berpendar merah. Dalam mode Heat Wave, senjata itu mampu menghantarkan panas bersuhu hingga 1000°C yang langsung membakar setiap permukaan yang disentuhnya. Segera, bunyi lecutan cambuk menggema di lembah itu. Satu persatu Arachnid terjun bebas ke bebatuan karena sentakannya. Meski gesit dan beracun, Arachnid punya satu kelemahan fatal. Eksoskeleton tubuh mereka rapuh seperti kaca. Bangkai-bangkai monster laba-laba sebesar kucing domestik itu terhampar di tanah dengan tubuh pecah dan isi perut berserakan.

"Bertahanlah! Sebentar lagi kita lolos!" seru Andrei. Di depan, tanah lapang berbatu menghampar luas. Mira mengeratkan pegangan pada gagang cambuknya, lalu menggunakannya untuk melempar Arachnid yang tersisa ke dinding tebing. Makhluk-makhluk itu pecah laksana gelas yang dibanting. Darah kehijauan berbau busuk terciprat ke mobil dan jaket Mira. Gadis itu mengerang jijik, lalu buru-buru masuk dan menutup jendela. Mobil melesat maju meninggalkan lembah. Para monster laba-laba, yang tak bisa terbang, tertahan di tebing dan hanya bisa mendesis marah.

"Gara-gara kau kita jadi diserang!" omel Ilya sembari menutup hidung. Setelah jauh dari para Arachnid, baru cewek itu berani mengangkat kepala. "Argh, baunya! Jangan dekat-dekat!"

"Kau sendiri tadi setuju-setuju saja dengan rencanaku! Kaukira aku tidak kesal, apa?" Sekuat tenaga Mira menggosok noda darah di jaketnya. "Carikan cairan pembersih di tas! Kalau kau keberatan, bilang dari awal seperti Andrei! Jangan malah mengomel di akhir!"

"Ssh, diam, teman-teman!" Mendadak Andrei mendesis. "Lihat papan catur itu. Kurasa itu tujuan kita!"

Sungguh ganjil melihat papan catur seluas rumah tergeletak di tengah lanskap berbatu! Koordinat GPS berkedip-kedip, tanda mereka di tempat yang benar. Andrei memarkir mobil, lalu mendekatlah ketiga remaja itu. Bidak-bidaknya sebesar manusia dewasa. Benteng dan rajanya malah lebih tinggi daripada Andrei. Mereka menyadari bahwa tiga bidak hitam menghilang. Di tempat seharusnya satu pion, satu benteng, dan raja hitam berada, hanya ada kotak-kotak kosong.

Tepat di tengah bidak raja putih, terdapat sebuah kotak transparan. Kartu J wajik yang mereka cari-cari ada di sana, melayang-layang di dalam kotak sambil memancarkan pendar cahaya kemerahan. Andrei dan Mira berpandangan, ragu. Kotak itu terlihat mudah dipecahkan, tetapi, semudah inikah misi pertama mereka? Dengan tetap menjaga jarak, keduanya mengamati papan, berusaha mencari jebakan tersembunyi.

"Ah, kalian berdua terlalu lama!" Tak sabar menunggu kedua temannya, Ilya melompat ke atas papan. Spontan, Mira dan Andrei berteriak melarang, tetapi kaki Ilya keburu menapak. Mendadak, tanah bergetar hebat. Ilya terbanting ke tanah, lalu cepat-cepat lari ketakutan dan bersembunyi di belakang Andrei. Ketiganya terbelalak menyaksikan bidak-bidak itu perlahan membuka dan meregangkan diri. Rupanya, benda-benda itu hidup! Wujud asli mereka serupa orc, masing-masing berpakaian sesuai peran masing-masing.

"Sedang apa kalian di sini?" Suara menggelegar bidak raja putih menghardik mereka. Di kelas, pernah Mira membaca tentang sosok Royal Authority, monster misterius yang menguasai wilayah berbentuk papan catur di Barren Land. Namun, baru kali ini ia melihat wujud monster itu. Kartu J yang ia incar kini melayang di atas telapak tangan sosok itu. Terlihat mudah direbut, tetapi pedang setinggi tubuh Mira di genggaman Royal Authority membuat gadis itu mengurungkan niat bertindak nekat.

Light Through The NightWhere stories live. Discover now