Chapter 5: Wrath of the Cube

18 5 23
                                    

Begitu fajar menyingsing, hovercar putih itu kembali terbang membelah angkasa. Menjelang pukul dua belas siang, terlihatlah sebuah danau luas nan gelap di kejauhan. Sinar matahari tak mampu menembus sampai ke dasarnya. Walau terlihat tenang, Abyssal Lagoon menyimpan bahaya besar. Airnya beracun bagi manusia, dan monster-monster air yang ganas berenang-renang di dalamnya.

Mira mengipas-ngipas diri. Dingin AC mobil tak mampu mengusir hawa lembap dan pengap yang menguar dari danau itu. Selagi memperhatikan pemandangan, ia menyadari bahwa laju mobil mulai melambat. Gadis itu melirik Andrei, yang sedang terpaku pada layar GPS. Embusan napas lega keluar dari mulut pemuda itu tatkala titik di GPS menunjuk pada suatu titik daratan di dekat danau.

"Syukurlah misi kita selanjutnya bukan di air," ujar Andrei. "Kita tidak membawa baju renang atau perlengkapan selam, apalagi senjata yang bisa dipakai di bawah air."

"Bukannya kau takut karena kau tidak bisa berenang?" Mira tertawa kecil. "Ingat waktu kita berlibur ke kolam renang lima tahun lalu? Kau terpeleset ke kolam yang dalam, lalu berteriak-teriak begitu histeris hingga menelan banyak air. Untung saat itu penjaga kolam sedang patroli."

"Hei, jangan ungkit-ungkit itu lagi!" Pipi Andrei memerah. Freckles yang menghiasi wajahnya jadi tampak makin kentara. "Bukan hanya aku yang rugi di sini. Cambukmu tidak terlalu efektif di air, dan Ilya juga tidak bisa menggunakan skill-nya bila harus menyelam. Lagipula, kudengar kartu yang tersembunyi di sana sudah diambil oleh Sir Arsen."

"Ah, ternyata Andrei punya kelemahan juga, ya? Astaga, wajahmu jadi seperti kepiting rebus!" Ilya, yang ingin dilibatkan dalam percakapan, melongok dari balik kursi Mira. "Ngomong-ngomong, mana tujuan kita selanjutnya?"

Sebagai jawaban, Andrei membawa mobil terbang rendah dan menunjuk ke sebuah reruntuhan kuil. Sekilas, bangunan itu sama sekali tidak mengesankan. Warnanya kelabu kehitaman, seperti batu-batuan penyusun Barren Land. Seluruhnya terbuat dari tumpukan batu-batu berbentuk persegi panjang. Permukaannya kasar bagaikan amplas. Dahulu, atapnya mengerucut tinggi, tetapi menaranya kini telah hancur berserakan. Pilar-pilarnya retak dan miring. Air mengalir dari sela-sela bebatuan, lalu menciptakan genangan-genangan kecil di tanah. Di situ kelabang dan kalajengking berkumpul mencari minum.

"Aku akan menurunkan mobil di sini." Andrei berputar ke belakang kuil, lalu memarkir hovercar di balik lindungan kubah batu yang terlihat masih cukup kokoh. Begitu pintu mobil dibuka, seketika bau apak dan lembap menyerbu indra penciuman. Langkah kaki ketiganya berkecipak di lantai yang becek. Beberapa kali mereka menendang-nendang kelabang dari sepatu mereka. Hati-hati mereka memasuki bangunan yang setengah runtuh itu.

"Sepertinya dahulu ini kuil pemujaan Dewa Toth." Ilya mengamati ukiran pohon raksasa di dinding kuil. "Mengapa dibangun di sini? Kecuali Penjaga Kisi serta animagi dan pelayan-pelayannya, tidak ada orang yang tinggal di sekitar sini, kan?"

"Kurasa tempat ini dibangun untuk melindungi sesuatu." Mira memutar jari telunjuknya searah jarum jam. Tiga pendar cahaya mungil seperti kunang-kunang muncul dan melayang dari ujung jarinya, menerangi dinding-dinding kuil. "Lihat mantra-mantra di dinding! Di sini bersemayam ... dalam tidur abadi ... sampai waktunya tiba ...."

"Mira! Ilya! Kemarilah dan bantu aku menggeser ini!" Seruan Andrei menarik perhatian kedua gadis remaja. Di lantai, sebuah lempeng batu tampak lebih menonjol daripada bagian lantai lainnya. Walau sekuat tenaga pemuda itu mendorongnya, lempengan itu hanya bergeser sedikit. Di baliknya, sebuah lubang gelap berbentuk persegi panjang menganga. Buru-buru Mira mengedarkan pandang ke sekeliling ruangan, hingga menemukan katrol batu dengan rantai berkarat terpancang di depan salah satu pilar. Bertiga mereka memutar tuas katrol. Diiringi bunyi berderak nyaring, lempengan itu pun bergeser, menampakkan tangga batu yang menurun ke dalam kegelapan.

Light Through The NightWhere stories live. Discover now