10. kekalahan & pengakuan cinta

736 57 10
                                    

Taehyung benar-benar membenci ketika rumahnya menjadi tempat bermain orang-orang brengsek tak tahu malu ini setiap akhir pekan datang. Namun juga bersyukur karena hal ini mempermudah dirinya untuk dapat terus melihat Jungkook.

Tiupan udara hari ini setidaknya meminimalisir rasa panas, tapi bagi Taehyung tak ada bedanya. Dia tetap gerah, salahnya karena tak mampu memalingkan pandangan dari Jungkook yang berbaring dengan posisi tengkurap di atas sofa panjang, memainkan ponsel sembari menekuk kaki dan menggoyangkannya santai.

Sial, pikiran Taehyung meliar.

Padahal jika dilihat lagi, tak ada yang salah dengan posisi itu. Hanya saja...Taehyung dan segala fantasi bodohnya itu benar-benar menyeramkan.
Siapa yang akan menyangka, seorang pemuda seperti Taehyung dengan penampilan alimnya sangat bertolak belakang dengan titik kotor di kepalanya.

"Finalnya besok, jam dua siang. Mari mendukungnya!" Nayeon memperlihatkan layar ponselnya kepada yang lain dengan wajah sumringah yang amat kentara.

"Tentu saja!"

"Jungkook kami yang tersayang!"

Jungkook menoleh, memasang wajah tak tertarik yang terlihat murni. Lalu bangkit, dia duduk dan memandangi teman-temannya yang duduk di atas karpet ruangan satu persatu.

Mereka sibuk membuat benda-benda yang akan dibawa ke studio kontes besok untuk mendukung Jungkook.
Jungkook memandang pasrah ketika menyadari banyak sekali fotonya yang dijadikan sebagai stiker pada permukaan papan dukungan dan banner besar. Teman-temannya ini sungguhan menaruh harapan yang besar untuk kemenangan Jungkook, dan Jungkook sedikit risau akan hal itu.

Seolah paham, Taehyung mendongak dan mencuri pandang pada Jungkook, lalu tersenyum iba.
Taehyung begitu ingin Jungkook menggapai mimpinya. Saat ini, mungkin hanya dia yang tahu rahasia Jungkook tentang betapa inginnya anak itu mencapai apa yang ia usahakan dengan begitu keras.

"Biar aku yang melipatnya, Taehyung." Sana mengambil sebuah kaos dari tangan Taehyung, karena sejak tadi pemuda itu tak kunjung menyelesaikan lipatan pakaian itu, entah apa yang dia lakukan.

"A-ah iya, terima kasih."

Mingyu memperhatikan interaksi tipis yang dilakukan Sana dan Taehyung dengan mata memicing. "Hey, Sana. Tuan gagap ini adalah tipemu, kan?" tanyanya dengan wajah yang meledek. Senyumnya tampak menaruh curiga yang cukup banyak.

"Bukan begitu."

"Ey, jangan malu-malu!"

"Kau harus mengakuinya, untuk apa malu!"

"Ayo katakan kalimat cinta padanya sekarang juga, tuan gagap." Mingyu mengedipkan sebelah mata kepada Taehyung yang kini menggeleng-gelengkan kepalanya kaku berusaha membantah.

"Kenapa tidak jantan sekali jadi laki-laki."

Seruan demi seruan mulai terdengar, mereka semua meledek Taehyung dan Sana semenjak hari di mana mereka bermain kembang api di rumahnya. Menyebalkan, namun Taehyung hanya mampu membantah sekenanya.

Dia tidak membenci Sana, hanya saja apa yang dikatakan oleh mereka seratus persen tak benar. Taehyung justru takut Sana risih karena sering dijodoh-jodohkan dengannya, sebab biarpun gadis itu terkesan culun dengan kacamata dan tingkah malu-malunya, dia tetap gadis yang cantik bagi Taehyung. Ejekan dan kalimat bulli-an itu tak pantas untuknya.

"Maaf, Sana." Taehyung menatap gadis itu selama beberapa detik. Dia sungguhan tak enak hati.

Hal itu justru membuat seruan yang lainnya semakin kencang terdengar. Menganggap adegan di depan mereka adalah adegan dalam drama Korea versi idiot yang sangat pantas ditertawakan dan terkesan bodoh dalam jangkauan mata.

pulchritude • tkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang