Bab 18

5K 865 152
                                    

Mita benar-benar bosan. Matanya menatap ponsel sampai perih, jika siang hari begini. Kalau di Medan seenggaknya dia bisa jalan-jalan. Kalau di sini? Mita kembali mendesah. Ditambah, Bang Rolan biasanya baru muncul mau magrib. Suaminya itu sibuk sekali sepertinya, beberapa hari ini Mita hanya melihat Bang Rolan saat malam, itupun kalau Bang Rolan sudah keluar untuk merokok kadang ada orang lain—Bapak-bapak, ada juga yang kayaknya sepantaran Bang Rolan—entah siapa, yang datang terus mereka cakap-cakap.

Semakin menyebalkan saat Instagram Mita menampilkan reels café-café baru dengan makanan yang sepertinya enak. Liurnya ditelan tanpa tertahankan. Padahal kue juga snack yang dibawa Mamanya masih banyak. Tapi lidah Mita ingin memakan yang lainnya lagi.

Mita kemudian melompat dari atas kasur untuk memeriksa isi kulkas. Ada anggur yang sudah sedikit keriput, dan... nugget, mulut Mita langsung menginginkannya, dan perutnya mulai meronta memanggil-manggil, tapi... itu kan harus digoreng!

Siang ini Nondong belum ada datang lagi. Masa dia ke rumah Nondong hanya untuk menyuruh menggorengkan nugget?

Mita sering melihat orang menggoreng. Hanya tinggal memasukkan minyak, hidupkan kompor, dan tunggu sampai masak, simpel kan??

Mita menaikkan kedua alisnya, membulatkan tekadnya, dia pasti bisa, selama ini dia hanya belum pernah melakukannya, karena Mamanya yang superprotectif itu! Sekarang kan, nggak ada Mama! Jadi nggak ada yang bisa teriak marahin dia dong...

Mata Mita lalu mencari-cari penggorengan yang ternyata masih ada di bawah, di dalam ember. Tadi Nondong menggunakannya untuk menggoreng ikan, dan mencucinya.

Mita meletakkan penggorengan tersebut ke atas kompor. Mengisi dengan minyak. Dengan cepat dan bersemangat Mita memasukkan beberapa nugget ke dalam minyak yang penuh itu.

Astagaa! Harusnya hidupkan api dulu kan??

Tapi dia sudah mencempungkan nugget, gimana dong?? Ah... toh hanya dia yang akan memakannya. Kalau api hidup udah pasti semua yang didalamnya akan matang.

Mita mengangguk-angguk dengan senyum menyungging, bangga karena menyelesaikan masalah dengan cepat. Oh! Alat untuk mengambilnya, apa namanya? Mita tak tahu, tapi Mita tahu bentuknya.

Mita segera mencarinya di atas ember yang tadi, kemudian dia bersiap menghidupkan kompor. Senyumnya melengkung tambah lebar karena kompor langsung menyala. Ternyata begitu mudah.

Lima detik pertama masih aman, namun, detik berikutnya minyak meletup-letup. Tambah tinggi lagi, membuat Mita menjerit, dan ketakutan melihat minyak yang tertumpah-tumpah. Api yang menyambar-nyambar...!

Ya Tuhan... dia akan membakar rumah ini! Jantung Mita berdegup begitu kencang, seiring dengan matanya yang memanas, bingung, panik, takut semuanya berkabut di matanya.

Dia harus mematikan apinya. Tetapi minyak menyembur tinggi semakin menjadi-jadi.

Mita sudah menangis.

"Toloong!" Mita berteriak dan berlari keluar.

Matanya menangkap cepat sebuah suara motor.

"Ijaal! Ijaal! Tolooong. Ituuu! Kompoor..."

Ijal menatap kalut.

"Kenapa Kak?" tanyanya yang bersusah payah turun dari motor sebab dia membawa rumput.

"Ke-kebakaran."

Saking susahnya menahan beban rumput dia bahkan membiarkan saja motornya terjatuh. Dan berlari ke dalam dapur.

Api sudah merah. Sekeliling kompor penuh dengan ceceran minyak dari dalam wajah. Dengan sigap Ijal mematikan kompor.

Di dalamnya, nugget telah gosong.

Jejak LaraWhere stories live. Discover now