Bab 44

5.2K 965 61
                                    

"Abaaang..." Mita masih menggesekkan pipinya ke lengan Rolan.

Rolan melirik tajam. "Udahlah, besok-besok lagi kujelasin..."

"Sekarang aja kenapa Bang... aku dengerin... sumpah! Belum idup lampu juga... nggak bisa tidur. Ayolah Bang, cerita..."

Rolan berdecak keras. Mulai goyah, dengan tangan Mita yang terus merambat di tubuhnya.

"Jadi, apa masalahnya Bang..." suara Mita bernada cemas.

Rolan tak tahan untuk segera membalik badannya.

"Kau memang banyak kurang, dan suka bikin jengkel. Tapi masalahnya bukan karena kau," gerutu Rolan namun sorotnya meredup sayang.

Mita cemberut sembari mendongak. "Terus apa?"

"Aku nggak suka keluargaku terus memanfaatkan pernikahan kita."

Sorot mata Mita sedikit berubah, "Manfaatkan gimana?"

Rolan mendesah panjang. Dia juga bingung harus menjabarkan dari mana. "Selagi kau jadi istriku, banyak orang-orang nggak tau malu yang sanggup meminta-minta sama Bapakmu."

Dahi Mita berkerut, tak mengerti maksud ucapan Bang Rolan.

"Tapi aku nggak akan pernah minta apa pun sama keluargamu. Dan, aku nggak akan pergi dari kampung ini. Selamanya, aku akan tetap tinggal di sini. Rumah—yang dibuat Bapakmu. Aku nggak akan tinggal di sana."

Bola mata Mita perlahan melebar. "Terus—gimana? Masa Abang tinggal di sini, aku tinggal di Medan??"

Mendengar pertanyaan itu batin Rolan langsung berdenyut. Secara tidak langsung Mita mengatakan dia ingin kembali tinggal di Medan.

"Keputusan di tanganmu. Kalau kau tetap mau jadi istriku. Kau akan tetap tinggal disini. Tinggal di manapun suamimu tinggal."

Ketika Mita tampak berpikir dan tak langsung mengucapkan dia ingin hidup selamanya dengan Rolan, sudut hati Rolan terasa tercabik-cabik. Entah sejak kapan dia membuka sedikit celah pintu di hatinya, dan sepertinya Rolan akan mendapatkan sakit yang sama meski untuk kasus yang berbeda.

Mereka sama-sama mendongak ketika lampu seketika hidup terang-benderang.

Rolan segera beringsut turun dari tempat tidur. Dia butuh segera merokok.

"Jangan tanya-tanya lagi," gumam Rolan ketika melihat Mita hendak mengikutinya. "Pikirkan aja dulu, apa pilihanmu."

***

"Bang... barusan Mama telepon—"

"Kenapa? Mamamu suruh kau pulang ke Medan lagi?" tanya Rolan dengan alis terangkat tinggi-tinggi.

Mita langsung mendelik. "Kok Abang tau??"

Lagi?? Mama Mita menyuruhnya pulang??

Rolan baru saja pulang. Lelah dan berkeringat sehabis mengarit banyak rumput untuk lembu-lembunya yang baru melahirkan. Ditambah dengan telinganya yang panas dengan laporan Mita.

"Pesta apalagi??" sindir Rolan.

"Sepupuku yang baru nikah di Australia sama orang bule, terus pulang, mau dipestakan di sini katanya."

"Nggak. Aku nggak kasih." Entah alasan apalagi yang dikatakan Mama Mita agar Mita pulang, dan itu sudah mulai sangat mengusik Rolan hingga membuatnya marah.

Mita mendongak dengan wajah bingung. "Aku—nggak boleh pulang ke Medan?"

Rolan tak menjawab, dan langsung memutar balikkan langkahnya melangkah lebar menuju kandangnya. Dia sangat berang, wajahnya pasti terlihat sangat marah, hingga Rolan memilih menghindari Mita dan tak menjawab pertanyaan istrinya agar tak berakhir dengan membentak.

Jejak LaraWhere stories live. Discover now