THE OLDEST - 7

290 44 6
                                    


Tak pernah terpikirkan sekali pun di benak Aksa bahwa Sasti akan sudi bertatap muka bahkan sampai menyapanya setelah tujuh tahun tidak menjalin komunikasi lagi. Dan Aksa juga masih belum bisa memercayai matanya sendiri bahwa kini sosok Sasti yang sudah lama tak pernah liat lihat itu telah berdiri di hadapannya dan hanya terpisah oleh jarak beberapa meter saja.

"Ternyata beneran kamu." Aksa tersenyum lebar dengan sorot mata yang begitu lirih. "Aku pikir ini cuma mimpi aku aja."

Sasti hanya membalasnya dengan senyum tipis. "Kamu belum jawab pertanyaanku."

"Eh? Yang mana?" Aksa mendadak kebingungan.

"Apa kabar?"

Aksa terdiam selama beberapa detik sebelum akhirnya dia melepaskan tawa canggung sembari mengusap tengkuknya salah tingkah.

"Aku baik. Kamu sendiri?"

"Aku juga."

Tentu saja. Aksa bisa melihat sendiri betapa cantik dan memukaunya penampilan Sasti sekarang. Pada dasarnya Sasti memang sudah cantik, tapi setelah bertahun-tahun tidak pernah berjumpa lagi, kecantikkan mantan istrinya itu semakin menguar sempurna ditambah lagi dengan pembawaannya yang elegan dan dewasa, Aksa pun sukses dibuat tak mampu berkata-kata. Tatapan Sasti bahkan masih mampu menggetarkan hatinya hanya dalam hitungan detik.

"Asti aku—"

"Aksara aku nggak bisa lama-lama," potong Sasti cepat sebelum Aksa sempat mengutarakan maksudnya. Dia tersenyum tipis. "Bosku pasti nungguin dan klienku sebentar lagi mau datang. Aku nggak ada waktu untuk ngobrol sama kamu."

"Ah iya, maaf Asti." Aksa mundur selangkah begitu dia menyadari bahwa dirinya nyaris ikut masuk ke dalam toilet wanita kalau saja Sasti tidak segera menahannya.

Sasti tersenyum lagi lalu kemudian dia melanjutkan langkahnya masuk ke dalam toilet wanita, meninggalkan Aksa yang masih mematung di tengah-tengah dinding dengan gambar penanda toilet yang sesuai dengan jenis kelamin itu. Dia bersandar di sana selama beberapa detik sebelum akhirnya memilih untuk kembali ke mejanya. Tidak etis rasanya jika dia terus menunggu Sasti di sana mengingat itu adalah toilet wanita. Bisa-bisa dia dituduh macam-macam oleh para pelanggan wanita yang sedang atau hendak ke toilet itu nanti.

Suara Sasti yang menyebut namanya tanpa embel-embel 'mas' di depannya seperti dulu entah kenapa membuat hatinya terasa sedikit nyeri.

Begitu sampai di mejanya, dia disambut oleh Joel dan juga makanan pesanan mereka berdua.

"Gimana? Sasti sudi ketemu sama lo?" tanya Joel dengan nada menggebu-gebu

"Lebih dari sudi. Dia bahkan nyapa duluan dan nanyain kabar gue." jawab Aksa setengah takjub setengah kecewa. "And she called me Aksara."

"Ya itu kan emang nama lo, bahlul! Lo berharap dipanggil apa emangnya?"

"Dulu dia manggil gue Aksa aja, kadang Bima juga kalau lagi berduaan doang. Terus pas nikah dia selalu pake kata 'mas' kalau mau manggil gue."

Joel memutar bola matanya malas. "Itu kan dulu pas lo masih bucin-bucinnya ama die! Sekarang mah udah beda! Sadar diri aja dah mending!"

Aksa tidak menjawab lagi namun matanya kembali menemukan sosok Sasti yang sudah kembali dari toilet dan duduk manis lagi di sebelah pria yang ia akui sebagai bosnya itu. Dilihat dari gesturnya masing-masing, Aksa yakin sekali bahwa mereka memang tidak memiliki hubungan yang lebih dari sekedar atasan dan bawahan. Tapi untuk sang bos sendiri, Aksa bisa melihat ada sedikit sorot kekaguman yang terpancar dari kedua matanya ketika dia sedang menatap Sasti.

THE OLDESTWhere stories live. Discover now