THE OLDEST - 11

287 35 5
                                    



"Maaf ya Bin, lo jadi ikut nginep di sini gara-gara gue."

Sedari tadi Sasti tidak henti-hentinya meminta maaf pada Bina yang sedang sibuk melakukan rutinintas skincare malamnya di kamar mandi yang sengaja sahabatnya itu buka. Bina menolehkan kepalanya pada Sasti. Wajahnya kini sudah ia tempeli selembar sheet mask dan nampak begitu lucu sekali di mata Sasti.

"It's okay, cinta. Nggak mungkin juga gue nolak permintaan tante Brenna. Dia kayaknya takut banget lo bakalan ngilang lagi makanya lo disuruh nginep di sini." Bina tergelak.

Sasti ikut tertawa mendengarnya. Setelah Sasti selesai menceritakan semua yang terjadi mulai dari pasca perceraiannya dengan Aksa, kehamilan yang tak pernah ia sadari sebulan setelahnya, kelahiran Tita yang terpaksa harus ia hadapi sendirian serta alasan kenapa Sasti tidak memberitahukan eksistensi Tita kepada Aksa dan keluarganya, mami langsung meminta Sasti untuk menginap di rumahnya malam ini ketika dirinya dan Bina berniat untuk pulang ke apartemen.

Tadinya Sasti hendak menolak, mengingat besoknya Bina berencana untuk pulang ke rumah orang tuanya untuk menghadiri acara pernikahan anak dari teman sang ayah, tapi ternyata papi sudah menyiapkan supir rumah untuk mengantar Bina asalkan mereka bisa menginap di rumah Gunadhya untuk malam ini saja. Melihat effort serta raut memohon yang terpancar dari gestur pasangan Gunadhya itu, baik Sasti maupun Bina pun tak kuasa untuk menolak. Ditambah lagi Tita sudah kepalang nyaman bermain bersama Yeira, kedua wanita itu semakin sulit untuk menyuarakan penolakan.

Ya benar, satu-satunya anggota keluarga yang berhasil dekat dengan Tita lebih dulu selain Aksa adalah Yeira. Sasti tidak perlu heran lagi karena Yeira memang sangat pandai mengambil hati anak kecil dari dulu. Pribadinya yang ceria, ceplas-ceplos dan mampu menguasai keadaan membuatnya sukses menjadi idola bagi para bocah. Sasti masih ingat sekali bagaimana semua anak kecil langsung kompak menghampirinya ketika mereka sedang melakukan kegiatan sosial di beberapa panti asuhan di Jakarta. Mereka semua berebut minta digendong, minta dipeluk, minta dibacakan buku cerita, semuanya. Sasti yakin, suatu saat nanti Yeira pasti bisa menjadi seorang ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak.

"Yeira itu adik sepupunya Aksa yang itu kan ya, Sas? Yang orang tuanya udah nggak ada itu?" tanya Bina hati-hati sembari melirik ke arah pintu, takut jika ada yang masuk ke dalam kamar mereka secara tiba-tiba dan mendengar pertanyaannya barusan.

"Iya, Bin. Dia anaknya om Abirama, adiknya papi yang meninggal kecelakaan sama istrinya." jawab Sasti juga dengan nada berbisik.

"Udah gede aja ya dia? Kayaknya waktu lo nikah sama Aksa, dia masih SMA nggak sih?"

"Iya. Time flies so fast yeah?"

Bina menganggukkan kepalanya setuju.

"Jadi besok kita balik pagi-pagi aja ya, Bin? Lo ada acara kan sama keluarga lo?" tanya Sasti lagi sembari merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Iya. Kita balik jam delapan aja, soalnya gue harus ambil baju dulu ke butik Sas."

"Oke. Besok kita pulang jam delapan."

"Tapi gue ragu kalau lo bakalan diizinin pulang sih, Sas." Bina tertawa meledek.

"Ck! Nggak ada cerita! Pokoknya besok kita pulang bertiga!"

Bina masih tertawa sambil mengangkat kedua bahunya. Ekspresinya seolah berkata 'kita liat aja besok' yang mana itu sukses membuat Sasti melemparnya dengan bantal. Sejujurnya Bina sama sekali tidak keberatan jika dia harus pulang sendiri besok mengingat Tita masih butuh waktu untuk dekat dengan seluruh anggota keluarga dari pihak ayahnya. Sejauh ini baru Yeira yang berhasil mendapatkan hati putri cantiknya itu, mami dan papi mungkin sebentar lagi bisa menyusulnya karena mami menggunakan kemampuan memasaknya untuk membuatkan beragam makanan kesukaan Tita sedangkan papi menggunakan buku gambar dan alat-alat mewarnai yang tersimpan di galeri mini miliknya begitu dia tahu bahwa Tita sangat suka melukis.

THE OLDESTWhere stories live. Discover now