Part 4

116 56 43
                                    

"Nek"

"Nak"

"Baiklah, kau sampaikan lebih dulu Rin"

"Ahh tidak nek, nenek saja dulu"

Nek Ratih hanya tersenyum

"Bagaimana dengan hal yang kita bahas kemarin"

Tante Sarah menggenggam tangan Erin, terlihat juga penasaran akan apa yang menjadi jawaban Erin.

"Nek, Erin menerima"

"Erin menerima lamaran Kak Bagas. Ini adalah pesan terakhir Ayah kan? Artinya ini juga keinginan Ayah. Erin hanya ingin Ayah dan Ibu bahagia, semoga dengan keputusan Erin mereka bahagia di sana."

Tess 

Lagi, air mata itu kembali harus membahasi wajah cantiknya. Sarah memeluk Erin dan menenangkan gadis itu yang kembali teringat kedua orang tuanya. 

"Sayang lihat Tante nak, Tante Sarah sekarang Ibunya Erin. Jangan nangis lagi ya cantik, Erin bisa cerita apapun dengan Tante yaa"

Disisi lainnya terlihat seorang laki-laki bernama Bagas itu melihat semua yang terjadi. Sebentar lagi ia akan menjadi seorang suami, suami dari seorang gadis cantik yang malang itu.

Gadis yang juga sudah ia kagumi sejak lama, namun tidak ada keberanian dalam dirinya untuk mengakui itu. Akan tetapi takdir tidak pernah salah, ia kembali mempertemukan bahkan menyatukan mereka dengan cara yang berbeda.

Keterdiaman Bagas bukan berarti ia enggan menerima ini, justru dia sangat bahagia. Namun ia bingung memulai semuanya. Selama ini ia tidak pernah berpacaran, bahkan dekat dengan seorang wanita jadi bagaimana mungkin ia tau cara untuk memulai semua ini.

"Erin"

Ayah Bagas memutuskan keheningan yang terjadi

"Nak, karna kamu sudah menyetujui lamaran ini. Maka tidak perlu berlama lagi untuk melangsungkan pernikahan."

"Iyaa Om"

Erin mengangguk lemah, ia serahkan semua pada orang tua Bagas

"Baiklah. Bulan depan kalian akan menikah, dan semua akan dipersiapkan"

"Nak Tante, Om sama Nenek pamit dulu yaa"

Keluarga Bagas meninggalkan ruangannya, dan sekarang hanya ada keheningan diantara mereka. Rasa canggung begitu terasa saat ini, mereka bingung akan membahas apa dan siapa yang akan memulai.

"Erina"

Erin menegakkan wajahnya saat mendengar suara lembut yang keluar dari mulut Bagas.

"Iya Kak"

"Jangan panggil Kak lagi y, sekarang saya sudah menjadi calon suami kamu"

"Baiklah, Mas"

Bagas menggangguk dengan arti menyetujui panggilan itu

"Sebelum kita menikah, biarkan saya memberitahu sedikit tentang keseharian saya. Boleh?"

"Tentu"

Bagaskara Abraham, seorang dosen dan juga pengusaha. Ia mengahabiskan waktunya untuk bekerja tanpa memikirkan hal lain. Mengenai perempuan, hanya ada satu perempuan yang akan mengisi kehidupannya yaitu Erina Putri Baskoro.

Entahlah, sudah sejak lama ia menyukai gadis kecil itu. Yaa, gadis itu akan selalu menjadi gadis kecil bagi seorang Bagas. Gadis kecil yang akan selalu menangis dipelukannya. Ia tidak pernah menaruh rasa pada perempuan lain selain Erina.

Sejak mengetahui pesan terakhir ayah Erina, Bagas merasa bahwa takdir begitu baik untukknya. Takdir dengan sendirinya menyatukan ia bersama Erina, sang pujaan hati. Tentu dengan sangat tegas ini menerima semua ini.

"Saat ini saya bekerja sebagai dosen, namun disamping itu saya juga sedang belajar di perusahaan untuk menggantikan posisi ayah"

"Tidak banyak hal yang saya lalui, semua saya habiskan untuk bekerja dan begitupun denganmu kan"

"Iya"

"Erina, saya tidak pernah menganggap pernikahan adalah permainan, meski saya menikahi mu dengan cara perjodohan namun hati saya menerima semua dengan ikhlas dan saya harap kamu pun begitu"

Erin masih setia menunduk dan menyimak setiap apa yang disampaikan oleh Bagas, walaupun di hati kecilnya masih ada hal yang mengganggu

"Erina menerimanya dengan ikhlas juga"

"Baiklah kalau begitu, Saya izin pamit yaa. Karna harus mempersiapkan diri untuk seminar malam ini"

"Iyaa hati-hati Mas"

Keduanya merasa lebih tenang saat kata ikhlas sudah tersampaikan. Erina sama sekali tidak menjadikan beban, ia akan mencoba dengan ikhlas menjalani hari-harinya sebagai seorang istri dari Bagaskara Abraham.

Tokk tokk
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Erin.

Ia menoleh ke arah pintu

"Buk Erin"

Ahh ternyata itu Nafwa, ia membawa sebotol minuman yang diminta oleh Erin tadi.

"Ini Buk"

"Terima kasih Naf"

"Selamat yaa Buk sebentar lagi akan segera menikah, Naf senang banget dengarnya"

Erin mengangguk sembari tersenyum.

"Buk Erin jangan sedih-sedih lagi ya, semoga Pak Bagas selalu memberikan kebahagiaan untuk Buk Erin"

"Iyaa Naf, Aamiin"

Erin dan Nafwa sebenarnya juga sangat dekat hanya saja saat di cafe mereka tidak begitu sering mengobrol.

Nafwa merasa tidak enak dengan karyawan yang jika keseringan mengobrol walaupun ia adalah asisten Erin.

Tapi diluar cafe ia dan Erin dan Ririn sering bertemu. Bahkan tak jarang Ia dan Ririn diajak menginap di rumah Erin.

Hal itu sering terjadi sejak orang tua Erin tiada. Erin merasa kesepian di rumah karena hanya ada Mbok Yani sehingga ia sering meminta Nafwa dan Ririn menginap.

Itulah kenapa Nafwa dan Ririn juga mengetahui apa yang terjadi pada Erin beberapa waktu ini.

Saat tau Erin dilamar oleh Bagas, Nafwa dan Ririn menjadi orang yang sangat antusias mendukung hal itu. Walaupun mereka tau Erin menyimpan rasa keraguan akan hal itu tetapi mereka dengan begitu yakin untuk membuat Erin percaya bahwa ini adalah takdirnya.

Karena itulah saat ini Erin mau menerima lamaran itu terlepas dari pesan Alm ayahnya.

*
*
*

Gimana nihhh, lanjutt nggak??

Tentang Erina [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang