Part 15

41 24 0
                                    

Mohon sebelum membaca part ini, tarik nafas dalam-dalam yaa ✨✨

                                      *****

Sudah hampir 1 tahun usia pernikahan Erin dan Bagas dan saat ini pun Erin sedang mengandung anak mereka yang sudah 7 bulan. Hari ini mereka akan melaksanakan acara 7 bulanan untuk Erin.

Bagas terlihat begitu antusias membantu mempersiapkan segalanya. Bagas jugalah yang memilih semua konsep untuk acara ini. Sedangkan Erin menyetujui segalanya.

Tidak banyak yang akan di undang, hanya keluarga besar keduanya dan rekan kerja Bagas. Jangan tanyakan Karin, tanpa di undang ia pasti akan datang.

Acara akan di gelar di rumah mereka pada malam ini, hari pun sudah sore dan semuanya sudah tertata rapi.

"Mas. Istirahat dulu, seharian kamu kerja terus padahal kan udah ada yang lain." ujar Erin sembari mengambil handuk kecil dan menghapus keringat Bagas.

"Gpp sayang. Saya senang melakukan semuanya untuk anak kita."

"Nanti kamu kecapean, aku lihat dari tadi juga wajah mas seperti pucat."

Bagas terdiam mendengar perkataan Erin. Sebenarnya dia sadar tubuh sejak tadi siang sudah tidak bisa di ajak kerjasama lagi namun ia memaksa.

"Ehhm. Namanya kerja pasti capek sayang, klo pucat ya wajar dong."

Setelah mengatakan itu Bagas meninggalkan Erin dan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Saat di kamar mandi Bagas merasa tubuhnya mulai tidak seimbang dan matanya buram.

Brukkk

Erin yang sejak tadi diluar sedang menyiapkan baju Bagas terkejut mendengar suara dari kamar mandi.

Ia pun menuju kamar mandi dan mencoba memanggil Bagas namun tidak ada balasan dari Bagas.

"Mass."

"Mas Abra."

Tokk tokk

Erin terus saja menggedor pintu kamar mandi yang terkunci dari dalam.

Karena masih tidak ada jawaban dari Bagas, Erin semakin panik. Ia pun menelpon Cristian yang sejak tadi juga telah ada di rumahnya membantu Bagas mendekor.

Tuttt tuttt

"Kenapa Rin." Terdengar suara Tian dari seberang telepon.

"Kak ke kamar aku. Mas Bagas di kamar mandi Erin panggil-panggil nggak nyahut dan tadi ada suara barang-barang jatuh. Bilang sama mama juga yaa."

Hikss

Erin sudah terlalu panik hingga ia pun menangis dan jangan salahkan bisa jadi ini hormon ibu hamil.

"Mas Abra buka pintunya."

Tokk tokkk

                                       *****
Sarah yang datang dari arah dapur melihat gelagat Tian panik, ia pun menghampiri.

"Kenapa Tian."

"Bagas jatuh di kamar mandi, Erin barusan nelpon Tian. Kita ke atas sekarang Tante."

"Ya Allah kenapa bisa?,"

"Tian rasa karena kegiatan Bagas hari ini. Padahal tadi Tian sudah memperingatkan."

"Anak itu." ucap Sarah lirih .

Tian dan Ibunya Bagas menuju kamar anaknya. Saat sampai di sana mereka sudah melihat Erin menangis tersedu-sedu. Sarah pun dengan cepat menghampiri Erin dan memeluknya.

"Sayanggg."

"Maa."

Hiksss

"Mas Abra Ma. "

"Iyaa iya. Tian coba kamu cari cara buka, atau lihat kunci lainnya."

Tian pun mencoba membuka kamar mandi itu dan saat terbuka terlihat Bagas sudah tergeletak di lantai kamar Mandi dengan dengan darah yang mengalir dari hidungnya.

Tian segera mencari kain untuk menghapus darah itu agar tidak terlihat oleh Erin. Bisa saja Erin semakin panik melihat itu.

*
Melihat kamar mandi sudah terbuka Erin dengan cepat menuju kamar mandi dan ia melihat Bagas sudah akan di angkat oleh Tian.

"MASSS ABRAAAA"

Hiksss

"MASSS BANGUNNN"

Erin mengguncang tubuh Abra yang berada di Tangan Tian.

"Sayang. Tenang yaa, Bagas tidak apa-apa. Kita bawa ke rumah sakit dulu yaa."

"NGGAK BISA MA. AKU NGGAK BISA TENANG. MASSS ABRA BANGUNN."

Erin semakin tidak bisa dikendalikan, ia histeris melihat keadaan Bagas yang sudah tidak sadarkan diri.

Sarah membawa Erin ke pelukannya dan mencoba menenangkan Erin.

"Sayang, jangan seperti ini kasihan baby nya. Kita bawa Bagas ke rumah sakit ya. Erin ikut juga, tapi jangan seperti ini. Oke."

Erin pun mulai tenang dan ikut bersama Sarah menyusul Tian yang sudah lebih dulu menuju ruang sakit.

Sepanjang jalan Erin hanya bisa menangis di pelukan ibu mertuanya. Ia seakan dibawa kembali ke masa lalu.

Masa lalu yang mengubah hidupnya. Ia tidak ingin itu terulang kembali. Ia tidak sanggup jika harus ditinggalkan oleh orang yang dicintainya lagi.

                                   *****
Di sisi lain, Tian dan Bagas sudah saling mengobrol. Beberapa menit yang lalu Bagus sudah sadar namun tubuhnya masih terasa sangat lemas.

"Gas. Gue udah bilang, Lo nggak bisa seperti tadi masih aja ngeyel."

"Gue nggak mungkin diam Tian. Ini acara untuk istri dan calon anak gue. Pastinya ada rasa senang kalo gue bisa mempersiapkan segalanya sendiri."

"Iyaa Gas. Gue paham apa Lo mau. TAPI TUBUH LO NGGAK BISAA."

Tian cukup marah pada Bagas. Namun ia hanya tidak ingin Bagas seperti ini, dia sudah tau apa saja yang bisa Bagas lakukan dan yang tidak bisa.

"Lo udah buat Erin panik Gas. Lo tau dia histeris lihat Lo udah tergeletak di lantai sampe mau pergi pun gitu. Gas Lo harusnya mikir itu semua."

"Oke-oke gue salah."

"Gas. Gue nggak mau tau Minggu depan Lo harus ke Singapura."

"Nggak bisa Tian. Gue nggak akan mau."

"LO PENGECUT GAS. LO BILANG CINTA SAMA ERIN, LO BILANG SAYANG SAMA ERIN TAPI LO JUGA NYAKITIN DIA DENGAN TERUS SEPERTI INI."

"DIAM TIAN!! Percuma gue ke sana Tian, PERCUMA!!."

Keduanya bersitegang saat ini hingga Tian memilih untuk meninggalkan Bagas sendirian. Sampai kapanpun perdebatan ini ngga akan selesai jika tidak ada yang mau mengalah.

"Terserah Lo Gas. Jangan sampe Lo nyesal."

Brukkk

Tian menutup pintu ruangan dengan cukup keras. Ia merasa jengah dengan siap Bagas yang susah untuk dinasehati.

Hahhh

Bagas menghela nafasnya perlahan. Ia pikir ini adalah perdebatan paling menguras emosi saat bersama Tian. Selama ini tidak pernah Tian berani seperti itu kepadanya.

Bagas tau Tian bermaksud baik padanya tapi hatinya masih menyimpan keraguan.

*
*
*
*
*
*
*
Haiii guyss jangan lupa vote dan komen yaa.

Tentang Erina [ END ]Where stories live. Discover now