7. Negosiasi

151 21 0
                                    

Keesokan harinya...

Tsu Yi membawa kabar menyenagkan.

Raja mengundang semua mentri dan para jenderal perang untuk mengumumkan gelar peghormatan yang akan didapatkan oleh para pahlawan tersebut. Juga memberikan gelar bagi Yi Wen sebagai Kesatria Perempuan Pertama. Juga memberikannya hak untuk melatih pasukan khusus perempuan yang berfungsi ganda sebagai tabib sekaligus pretarung seperti dirinya.

"Lalu bagaimana reaksi Yi Wen?"

"Langsung bersujud dan berterimakasih tiada tara pada Yang Mulia," jawab Tsu Yi berbinar-binar.

Akhirnya keberuntungan berpihak padaku.

"Bersihkan kamarku Tsu Yi . Kita akan menerimatamu agung sebentar lagi," kataku antusias.

"Baik, Yang Mulia!"

"Dan," aku menimbang sesaat sebelum meneruskan. "Panggil Dayang Senior. Minta dia membantuku bersiap-siap."

"Baik, Yang Mulia."

***

Dia mentapaku iba. Seolah aku telah kehilangan kewarasanku.

"Hari ini bukanlah saat untuk kunjugan Yang Mulia Raja kepada Ratu. Kenapa kami harus mempersiapkan kedatangan Raja ke kediaman ini?" protes Dayang Senior setelah aku menjelaskan maksudku.

"Karena aku punya firasat Raja akan datang sebentar lagi."

Dayang senior terdiam sesaat sebelum merspon, "Apakah Yang Mulia baik-baik saja? Apa hamba perlu memanggilakn tabib?"

"Apa kau bersedia membantuku?"

Dayang senior terdiam seribu bahasa, hanya menatapku seraya berpikir.

"Apa kau berani menolak titahku?" ancamku.

"Hamba tidak berani melakukan hal itu."

"Maka segera bersiap-siap!"

Aku mengakhiri perdebatan ini dengan kemenangan.

Dayang senior segera memerintahkan dayang-dayang yang lain untuk menyiapkan ruangan, dan menyiapkan air mandi untuk Ratu.

Semua sudah siap, bahkan aku merasa terlihat lebih cantik dari pada bisanya. Mengenakan pakaian terbaik, dan mengenakan make up tipis sesuai instruksiku.

Kami menunggu. Satu, dua, tiga dupa telah habis, namun yang ditunggu belum datang juga.

Aku mencoba menenagkan diri dengan membaca buku yang ada dalam kamar, namun percuma saja. Semua buku di era ini sama sekali tidak ada yang mampu memuaskan seleraku. Maka aku hanya terdiam, menatap Dayag Senior yang masih saja berbisik-bisik pada dayang lain seraya melirikku sesekali.

"YANG MULIA RAJA DATANG BERKUNJUNG." Sebuah pengumuman menggaung dari aula utama. Membuat semua mata terbelalak dan menjingkat kaget.

Aku yang sudah menebak kedatanganya pun, masih juga ikut kaget dan salah tingkah. Kami semua segera berdiri dari tempat duduk kami dan menyambut kedatangan Yang Mulia Raja.

Pintu terbuka, menunjukan sosok jubah merah berhiasan benang emas berjalan semakin mendekat ke arah kami. Semua orang tidak berani mendongakkan wajahnya, selain aku yang kini tengah menatapnya dengan perasaan suka cita menyabut kebebasan.

"Hamba memberi penghormatan untuk Yang Mulia." Aku memberikan penghormatan seusai yang mulia duduk dihadapanku.

"Duduklah. Aku ingin berdiskusi lagi denganmu," aku memberikan isyarat agar semua orang pergi hingga hanya tersisa asisten utama Raja dan Dayang Senior yang menemani kami dalam kamar.

Mati di Episode Satu (TAMAT)Where stories live. Discover now