8. Angan

141 19 3
                                    

Keesokan harinya kediaman ratu benar-benar dibersihkan dalam artian yang cukup luas. Dua orang pelayan dapur di eksekusi karena mencoba lari dan menyimpan racun di dalam kamarnya. Di temukan jampi-jampi, jimat, bahkan boneka fodo terkubur di bawah istana.

Yang Mulia Raja memeriksa setiap orang dengan mendatangkan detektif kerajaan, dan mendapati hampir separuh dari dayang Ratu memiliki sangkut paut terhadap keracunan dan sakit yang aku dialami, dan setelah semua inspeksi itu aku diberikan kewenangan oleh Raja untuk memilih para dayang yang ingin ia tunjuk sebagai dayang yang baru.

Setelah semua prosesi penyeleksian selesai. Aku memanggil Dayang Senior untuk datang menemuiku.

"Yang Mulia," katanya dengan tampang lesu.

"Kau tahu apa yang akan aku lakukan padamu?"

Dia semakin gelisah dan gemetar dalam posisi duduknya.

"Kau ingin tetap di sini?"

"Hamba akan menuruti apa pun titah dari Yang Mulia Ratu," katanya terbata-bata.

"Kau tahu siapa saja yang berusaha meracuniku?"

"Tidak yang mulia. Hamba sama sekali tidak tahu."

"Apa kau yang selama ini melakukannya?" hardikku.

Dayang senior langsung bersujud dan mohon ampun.

"Sama sekali bukan Yang Mulia. Hamba tidak tahu apa-apa."

"Kau benar-benar tidak tahu?"

"Hamba berani disumpah yang mulia."

Aku tidak tahu apa orang ini benar-benar dengan perkataanya atau tidak. Tapi aku masih butuh dia karena pengetahuannya yang luas.

"Baiklah. Kau boleh tetap di sini, tapi dengan syarat."

Aku menyatakan keinginanku untuk Dayang Istana.

****

Tiga hari kemudian.

Pagi ini cuaca cerah. Aku menyuruh Tsu Yi menyampaikan surat pada paduka Raja untuk bertemu siang ini di aula tengah untuk minum teh. Saat aku perjalanan ke tempat itu, para pengawal raja telah berdiri rapi di depan aula, rupanya Raja telah terlebih dahulu sampai di sana. Padahal aku merasa telah datang lebih pagi.

"Maaf membuat yang mulia menunggu." Aku duduk di depan Raja yang tengah membaca buku di atas bangku kecil.

"Tidak, aku memang ingin membaca buku di sini."

Ia menyuruh pelayannya untuk menyingkirkan bangku dan meja yang tadi ia pakai. Lalu memerintahkan pelayan yang lain untuk membawakan teh yang sudah mereka siapkan.

Teh telah tersaji di hadapan kami, aroma the jasmin memenuhi satu aula. Entah ia sudah tahu sebelumnya atau tidak sengaja menghidangkan teh kesukaanku.

Wajahnya tidak asing, namun kehangatan Yi Ze yang ada di masa depan, sama sekali tidak aku rasakan dari orang ini. Aku ingin menangis karenanya.

Aku mengambil teh dengan hati-hati, lalu menyesapnya pelan seperti yang Tsu Yi ajarkan minggu lalu. Kemudian meletakannya lagi dalam kondisi separuh habis.

"Lalu apa rencanamu?" aku kaget dengan pernyataannya yang tiba-tiba.

Jantung rapuhku, tidak siap dengan kejutan-kejutan kecil. 

Sepertinya Raja sudah tidak sabar menunggu lebih lama.

"Besok, Yang Mulia bisa mengajak Yi Wen ke tepi danau."

"Bukankah itu terlalu mendadak? Belum tentu dia bersedia."

Aku melirik ke arah Tsu Yi . 

Tsu Yi menyerahkan sebuah surat yang dikirimkan padanya tadi pagi.

Mati di Episode Satu (TAMAT)Where stories live. Discover now