13. Tulus

111 15 2
                                    

Selama dua hari ini Raja sama sekali tidak terlihat berkunjung ke istana Ratu. Ia sibuk mempersiapkan keberangkatannya ke acara amal. Ia memerintahkan untuk membawakan hasil panen yang banyak untuk dapat ia sumbangkan dan menarik hati Yi Wen .

Dua hari ini pula Aku sakit. Batuk tiada henti, demam, muntah, dan menggigil. Namun ia tidak ingin siapa pun tahu tentang ini. Termasuk Raja. Ini hari bahagianya.

Aku batuk berdarah, dan itu bukan pertanda yang baik. Sejak awal aku sudah tahu, tubuhku memang sudah rusak dari dalam. Itu mungkin terlihat segar akhir-akhir ini karena racun-racun yang tidak lagi aku teguk. Namun sisa-sisa residu yang dulu telah menggerogoti tubuh, tidak semudah itu dapat pulih seperti sedia kala.

Melihat kondisiku yang menyedihkan, tabib dengan sekuat tenaga memberikan obat terbaik bagiku. Bahkan ingin mengatakan kondisiku pada Raja, kalau saja aku tidak mencegahnya.

Dua hari ini serasa dua bulan bagiku. Semua anggota tunuhku sakit, bernapas pun susah. Aku beberapa kali memuntahkan darah dari mulutku saat batuk. Terutama malam hari. Aku bahkan mulai menghitung detik. Karena tidak tahu, apakah detik berikutnya aku masih ada di dunia yang sama.

Semua terasa dijungkirbalikkan seketika. Aku belum menikmati jabatan Ratu, atau mulai menjalankan bisnis hotelku, atau impian-impian tinggi yang telah terencana maupun yang sedang proses. Semua terasa tidak berarti. Aku pun tidak tahu, apakah kematian selanjutnya akan mengantarkan aku ke masa lalu yang lebih dulu, atau masa depan yang pernah aku alami sebelumnya, atau ... tidak kemana pun. Yang aku tahu, kematianku di masa depan jauh lebih mudah dibanding masa ini. Setidaknya itu hanya seperti tidur yang dalam, tidak ada rasa sakit.

Sakit ini tidak kunjung sembuh, dan perjuangan yang tak berkesudahan. Sampai hampir terpikir untuk kuakhiri saja lebih cepat. Siapa tahu aku akan kembali ke masa depanku.

Namun apa aku akan mengambil jalan setan itu? Aku telah berusaha sekeras ini untuk dapat bertahan hingga episode ini. Apa aku harus menyerah bahkan sebelum keluar dari istana ini. Raja dan Yi Wen akan segera menikah. Tidaklah dalam jangka waktu yang lama. Lalu, kenapa harus menyerah saat ini.

Aku pernah mati sekali, lalu berpindah pada zaman ini. Kalau aku mati lagi, bukankah tidak ada jaminan bahwa aku akan mengalami kehidupan yang lebih suram dari ini. Aku saat ini, semenderita apa pun judulnya, tetap seorang ratu. Masih mendapat makan tiga kali sehari, masih mendapat tabib terbaik dari kerajaan saat sakit. Sedangkan yang diluar sana, mungkin tidak seberuntung diriku. Mungkin saja, saat aku mati karena keputusasaanku, aku akan ditempatkan ke tempat yang lebih menyedihkan dari ini. Tidak ada yang tahu.

"Waktu yang ini, bahkan waktu yang itu. Kalau aku sama-sama mati muda. Lalu apa gunanya aku menyia-nyiakan kebahagiaanku demi hal tidak berguna?"

Terlalu fokus pada cita-cita dan harapan, lupa akan sekitarnya. Merasa dapat hidup selamanya, dan menabung sebanyak-banyaknya untuk hidup 100 tahun lagi. Mengorbankan kasih sayang orang yang paling aku cintai hanya demi sebuah ambisi. Apa aku akan melakukan cara hidup yang sama dan sekali lagi menyesali?

Aku memanggil Tsu Yi. Aku memintanya membantuku membuka kotak perhasan dan uangku. Aku mengambil separuh dari semua itu, lalu menyuruhnya membelikan beras, pakaian, selimut, dan obat-obatan untuk dapat di bawa oleh Yang Mulia Raja.

Besok harinya Raja datang padaku. Menanyakan perihal barang-barang yang aku berikan padanya pagi ini.

"Pelayanmu membawakan tiga gerobak penuh barang-barang sumbangan. Apa kau tidak terlalu berlebihan. Aku pun telah membawakan mereka benerapa gerobak," katanya.

"Tidak apa bagikan saja. Itu bagian dari amalku. Aku meminta tolong padamu untuk membagikannya," penjelasanku.

"Ini akan terlalu banyak."

"Tidak apa-apa. Bagikan saja. Masing-masing dua pun tidak apa."

Dia memandangku dengan heran, lalu mencetuskan apa yang mengganjal di hatinya.

"Tapi aku mendengar, kau banyak menjual perhiasanmu untuk itu. Apa kau baik-baik saja dengan itu?"

Aku hanya dapat tersenyum maklum dari apa yang ia cemaskan.

"Uangku sudah cukup banyak untuk hidupku. Lagi pula aku jarang memakai perhiasan itu."

Ia masih terdiam di tempatnya, mencari-cari adakah alasan lain dari keputusanku. Namun ia tidak akan pernah menemukannya dari bibirku. "Kau harus segera bergegas. Jangan membuat Yi Wei menunggu."

"Kau benar." Ia hendak berdiri.

"Lalu ini untukmu." Sebelum aku menghentikannya, lalu memberikan sebuah kotak panjang kecil yang sungguh indah di depannya.

"Berikan ini padanya saat kau melamarnya."

Raja membukanya dan mendapati sebuah tusuk konde berbahan emas dengan ukiran bunga lavender yang indah juga terdapat permata di tiap kelopak bunga kecilnya. Itu sangat-sangat cantik.

"Bukankah kau sering menggunakannya?" tanyanya, tidak percaya. Ia berdiri dan bersiap-siap hendak pergi.

"Aku akan lebih sedih bila tidak ada yang mengenakannya," kataku lirih.

"Aku akan membelikanmu yang baru," janjinya.

"Tidak perlu. Ambil saja," jujurku.

"Terima kasih. Aku pergi."

"Pergilah. Dia menunggumu."

Raja menghilang di balik pintu. Lalu Tsu Yi menutup pintunya untukku.

"Bantu aku menghapus riasanku. Aku ingin istirahat lagi," perintahku untuk Tsu Yi.

Aku mengenakan riasan tidak untuk menarik hati yang Mulia, namun agar aku tidak terlihat seperti orang sekarat di depannya. Aku pun heran dengan diriku sendiri. Sebenarnya, aku melakukan semua ini hanya karena keinginanku untuk segera pergi dari sini, atau aku benar-benar tidak ingin membuatnya cemas akan keadaanku?

Aku berkali-kali menyadarkan diri, bahwa dia bukan An Yize ku. Namun berkali-kali pula, aku memperlakukan dia seolah aku tengah beruasaha menebus kesalahanku yang lalu.

Minimal, kalau bukan denganku, ia bisa menemukan wanita baik yang tepat untuknya. Tidak dapat menolongnya di masa depan, untuk pria tulus itu, aku akan menolongnya di masa ini.

Walau kisah cinta kami selama dua generasi tidak pernah dapat bersatu, setidaknya aku pernah menerima ketulusan darinya, dan semoga dari semua yang aku lakukan ini, ia pernah merasa menerima ketulusan dariku.

Bersambung ..

Mati di Episode Satu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang