Chapter 24

302 9 0
                                    

Di saat Mahesa sibuk menyalahkan Genta atas penculikan mentari. Ada seseorang yang dengan sengaja memecahkan kaca rumah Genta, Genta membuka buntelan putih itu, memperlihatkan tulisan tinta merah yang di buat seperti lumuran darah, disitu tertulis agar genta Genta segera menceraikan Mentari jika ingin istrinya itu selamat.

Dari tulisan itu, mereka semua tahu, bukan Mentari yang Diana incar, hanya saja mereka tak boleh lengah, mengingat kejadian yang menimpa Kirana, bisa di pastikan demi tujuannya tercapai Diana tak segan untuk melukai Mentari.

💠💠💠

Andin masih menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi.

Andin berjalan sembari membawa secarik kertas. Ia berhasil mendapatkan informasi mengenai pemuda itu yang ternyata adalah anak dari seorang pengacara terkenal, awalnya Andin ragu, takut jika dirinya bisa di penjara karena menjebak pemuda itu. Sayangnya nuraninya sudah di butakan akan iming-iming uang yang nanti akan ia minta dari keluarga kaya itu, mereka pasti tak segan menggelontorkan dana berapapun untuk menjaga reputasi anaknya.

Langkahnya terhenti ketika mendapati hal yang tak pernah ia duga. Andin melihat Mentari memasuki rumah itu, anehnya keluarga itu memperlakukan mentari dengan sangat baik, cemburu bergejolak di hati Andin, bocah itu sudah merebut ibu darinya, semua hal-hal yang Andin inginkan selalu ibu berikan pada Mentari. kenapa nasibnya selalu saja mujur.

Saat akan pergi ada seorang satpam yang menghadang kepergian Andin dan di sinilah Andin sekarang berada, Duduk berhadapan dengan Citra.

Citra tak mau basa-basi, ia merogoh tasnya dan mengeluarkan amplop coklat yang cukup tebal, menyodorkannya pada Andin.

Tanpa malu Andin membuka amplop itu dan mengecek isi di dalamnya, Andin terlihat enang dengan nominal yang ada.

"Kamu bisa mendapatkannya jika kamu mau," ucap Citra dengan tegas, "semua kebutuhanmu setiap bulannya bisa aku penuhi, tapi satu syarat dari ku. . .jauhi Mentari."

"Apa anda mencoba menjauhkan saya dari Mentari?" Andin memasang wajah seolah ia terpukul dengan keinginan Citra, "bagaimana pun Mentari adalah adik saya satu-satunya. Bagaimana bisa anda begitu tega?"

Citra tertawa hambar.

"Adik??"

Andin terperangah.

"Siapa yang ingin kamu bodohi, kamu pikir aku tidak akan mencari tahu latar belakang orang yang akan menjadi istri dari putraku?"

"Istri?" Andin membeo, seolah ingin memastikan kalau dia tidak salah dengar.

"Mentari akan menikah dengan Genta tiga hari lagi, jangan harap kamu akan mendapatkan keuntungan apapun, aku pastikan kamu tidak bisa mengganggu Mentari kedepannya," Citra menghela napas, "pikirkan baik-baik, sekalipun kamu menggunakan foto di dalam ponselmu itu, tidak akan ada yang berubah, aku masih berbaik hati dengan tidak melaporkan perbuatanmu."

"Apakah anda mengancam ku?!"

Citra mengangguk, "bisa di bilang seperti itu, aku punya kebiasaan buruk, saat muda dulu aku suka memukul duluan sebelum ada yang memukulku, jadi mereka akan berpikir dua kali sebelum menggangguku."

Andin terdiam merasa terpojok.

"Anggap aku melakukan semua ini karena masih menganggap mu sebagai kakak dari Mentari, karena Mentari sebentar lagi akan menjadi menantuku, aku hanya ingin memastikan dia bahagia tanpa ada gangguan sedikit pun."

"Baiklah."

Andin tidak bisa menutupi kekesalannya karena rencananya yang kacau balau, lihat ini, lagi-lagi takdir memihak pada mentari, ia pikir dengan menjebak Mentari, Andin bisa menghancurkan masa depan Mentari dan memeras keluarga Genta, sekali dayung dua pulau terlampaui, tapi nihil, rencananya gagal di tengah-tengah jalan.

Kembali ke masa sekarang...

Mentari berhasil melepaskan ikatannya yang Longgar. Ia dengan sigap menghampiri Andin yang terlihat mulai kehilangan kesadarannya, sembari melepas ikatan Andin, Mentari sesekali menepuk-nepuk pelan pipi Andin, memastikan agar kakaknya itu tetap sadar.

"Sebenarnya apa yang kakak lakukan sampai bisa seperti ini?"

Melihat kondisi kakaknya, Mentari mencoba untuk tetap tegar, ia tak mau kelihatan lemah di hadapan Andin.

Andin masih sempat-sempatnya tersenyum, "dua hari lalu," Ucapnya pelan, "dia menangkap ku dua hari yang lalu."

Seperti yang di janjikan. Citra selaku mengirimkan jatah bulanan pada Andin, namun karena kebiasaan buruknya, Andin selalu kehilangan semua uang pemberian Citra di meja judi. Sore itu dia tak sengaja berjumpa dengan Diana yang sengaja menunggu di depan rumah, awalnya Andin tak curiga karena Diana memperkenalkan diri sebagai teman Mentari. Andin tak pernah mengira, gadis imut itu ternyata lebih kejam dan sadis dibandingkan dirinya, jika bukan karena tawaran yang Diana berikan tak mungkin Andin bersedia untuk mengikutinya dan berakhir dengan dirinya yang di sekap di tempat ini.

"Lari, jangan pedulikan aku,"

"Kita pergi bersama, aku tidak akan meninggalkan kakak sendirian."

Andin menepis Mentari, saat itu pintu terbuka, menampilkan sosok diana yang berpakaian serba hitam, Diana seolah tidak terganggu dengan pemandangan yang disaksikannya, ada dua orang laki-laki bertopeng yang muncul dari balik tubuh Diana.

"Apa yang mau kamu lakukan?!!"

"Bantu aku menyeretnya keluar dari tempat ini."

Diana menunjuk mentari, kedua orang itu dengan sigap langsung menangkap Mentari, "aku akan baik-baik saja, sebaiknya kakak segera pergi dari tempat ini!!"

Diana tertawa, "kamu pikir dia bisa pergi?"

Alis mentari bertautan.

"Sayang sekali, sekalipun dia pergi, dia tidak akan bisa meninggalkan tempat ini," Diana melihat jam tangannya, ia sengaja mengukur waktu, Diana ingin tahu bagaimana reaksi Mentari saat tahu kalau sebenarnya Andin adalah pemakai, hal yang di tunggu-tunggunya tiba, ketika Andin menunjukkan reaksi akan kebutuhannya.

Diana terlihat senang dengan raut wajah Mentari. Mentari yang tersiksa melihat kakaknya mengerang kesakitan, "bagaimana?, Kamu yakin akan memintanya untuk meninggalkan tempat ini?"

Tak mau berlama-lama. Diana melemparkan sebuah suntikan ke dekat Andin, dimana Andin dengan terburu-buru segera menyuntikan benda itu ke lengannya.

Diana menutupi kepala Mentari dengan kain hitam, "Ikuti aku jangan sampai dia lepas."

Kedua orang itu mengangguk.

Perjalanan mereka cukup jauh, Mentari tak tahu dengan apa yang akan dia alami. Apakah Diana akan membunuhnya di tengah hutan?, Sebisa mungkin Mentari menepis segala pemikiran buruk yang ada di otaknya.

Mentari sedikit mengetahui medan perjalanan mereka dari apa yang di rasakannya, Mobil itu berhenti, kedua pria itu masih menyeret mentari, ada beberapa anak tangga yang mereka lewati, ini mungkin sudah tangga yang ke dua puluh.

Angin kencang berhembus membuat bulu roma Mentari berdiri. Kain hitam penutup kepalanya terbuka, mereka ada di sebuah gedung tuang yang lama terbengkalai, di sini bahkan hanya ada pepohonan besar yang menjulang tinggi.

"Apa ini?!"

"Aku sudah mengirim surat cerai pada Genta, tapi aku harus memastikan jika tidak ada lagi yang bisa menghalangi kami."

Diana tersenyum miring seperti seorang psikopat.

"Kamu sudah gila!!" Teriak Mentari, "apa kamu pikir Genta akan melepaskan mu begitu saja, sekalipun aku mati, Genta tidak akan pernah mau bersamamu!"

PLAK!!

"sepertinya karena ikatanmu terlepas kamu jadi tidak tahu diri!"

Diana mencengkeram leher Mentari, dari yang tadinya pelan hingga kuat sampai wajah mentari mulai memerah seperti Udang rebus.

Ini tidak adil, tiga lawan satu, apalagi kedua laki-laki itu masih memegangi lengan Mentari dengan Erat. Tubuh Mentari Kian melemas.








To Be Continue...

Backstreet Marriage [REVISI]Where stories live. Discover now